KESHI SANCHEZ tidak pernah tahu apa pekerjaan yang ayahnya lakukan. Sejak kecil hidupnya sudah bergelimang harta sampai waktunya di mana ia mendapatkan kehidupan yang buruk. Tiba-tiba saja sang ayah menyuruhnya untuk tinggal di sebuah rumah kecil yang di sekelilingnya di tumbuhi hutan belukar dengan hanya satu orang bodyguard saja yang menjaganya.
Pria yang menjadi bodyguardnya bernama LUCA LUCIANO, dan Keshi seperti merasa familiar dengan pria itu, seperti pernah bertemu tetapi ia tidak ingat apa pun.
Jadi siapakah pria itu?
Apakah Keshi akan bisa bertahan hidup berduaan saja bersama Luca di rumah kecil tersebut?
***
“Kamu menyakitiku, Luca! Pergi! Aku membencimu!” Keshi berteriak nyaring sambil terus berlari memasuki sebuah hutan yang terlihat menyeramkan.
“Maafkan aku. Tolong jangan tinggalkan aku.” Luca terus mengejar gadis itu sampai dapat, tidak akan pernah melepaskan Keshi.
Hai, ini karya pertamaku. Semoga kalian suka dan jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fasyhamor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apapun Untukmu
Keshi terbangun di pagi hari saat mendengar suara berisik dari luar rumah. Dinding rumah ini benar-benar tipis sekali, jadi saat ada kegaduhan sedikit pun akan terdengar ke mana-mana.
Gadis itu turun dari kasur dengan wajah bantal, tangannya membuka pintu dan hawa dingin langsung masuk ke dalam kulit tubuhnya. Kepalanya menoleh, melihat pintu keluar rumah terlihat terbuka lebar, menampilkan langit di pagi hari.
Keshi melangkah keluar rumah, matanya menyipit melihat Luca sedang menggunakan kaos putih yang berlumuran keringat tengah meng-gergaji sesuatu di sana.
“Luca?” tanya gadis itu.
Luca menoleh sambil mengelap keringatnya.
“Apa kamu lapar?” tanya Luca.
Keshi melirik sebuah kursi kayu yang ada di teras rumah tersebut, lalu ia mendudukkan dirinya di sana sambil menguap.
“Aku belum lapar. Apa yang sedang kamu lakukan?”
Luca meraih botol air di bawah kakinya, lalu meneguknya.
“Aku sedang membuat sekat supaya tidak ada serangga ataupun binatang yang bisa naik ke atas plafon rumah.” jawab Luca.
Keshi mengerutkan dahinya.
“Memangnya binatang bisa naik ke atas plafon?”
“Bisa, apalagi rumah ini di tengah-tengah hutan. Akan ada banyak binatang dan serangga yang muncul dan bisa saja masuk ke atas plafon lewat sela-sela.” Luca menjelaskannya dengan lembut.
Kedua orang itu sudah bagaikan pasangan suami dan istri yang tinggal di rumah terpencil. Keshi mendengkus memikirkan hal itu di dalam kepalanya.
“Tapi di sini….tidak akan ada hantu ‘kan?” tanya Keshi kemudian, baru sadar jika di tengah hutan ini bukan hanya akan ada serangga dan binatang saja, tetapi hal-hal berbau mistis pastinya ada.
“Kamu takut?” Luca berjalan menaiki undakan tangga menuju rumah kecil itu dan berdiri menjulang tinggi di sebelah Keshi yang masih duduk.
Keshi mendongak, matanya tidak sengaja melihat dada bidang Luca yang bersimbah keringat, gadis itu meneguk saliva dan mengalihkan wajahnya ke arah lain.
“Aku takut hantu.” jawab Keshi pelan.
“Hantu itu tidak ada.” ucap Luca.
“Hantu itu nyata.” selak Keshi, mendongak dan membalas tatapan Luca.
Luca tidak langsung menjawab, ia menelisik wajah natural gadis itu yang tetap terlihat sangat cantik.
“Aku pastikan hantu itu tidak berani menampakkan dirinya di depanmu.” jawab Luca setelah keheningan beberapa detik.
Tiba-tiba saja Keshi tertawa ringan, lucu mendengar Luca yang seperti sesosok kakak laki-laki untuknya.
“Baiklah, tolong lindungi aku dari para hantu itu.” pinta Keshi dengan wajah ceria.
Luca tersenyum tipis dan mengangguk.
Keshi bangkit dari kursi dan berdiri berhadapan dengan Luca.
“Aku ingin mandi. Btw, kamu akan masak apa?” tanya Keshi.
Luca diam, berpikir untuk memasak sarapan apa untuk mereka berdua.
“Kamu ingin apa?” tanya pria itu.
“Apa saja asal itu buatanmu, aku penasaran dengan masakanmu.” jawab Keshi sambil tersenyum manis, ia melangkah masuk ke dalam rumah tanpa menunggu jawaban Luca.
...\~\~\~ ...
Keshi mengusap rambut basahnya dengan handuk, hari ini ia menggunakan celana panjang dan baju pendek karena hawa di sini cukup dingin.
Wangi masakan membuat Keshi memejamkan matanya menikmati aroma menggiurkan itu. Gadis itu berjalan menuju dapur berukuran kecil dan menemukan Luca sedang memasak.
“Hm…masak apa ini?” Keshi berdiri di sebelah Luca yang tengah membumbui sebuah daging di atas teflon.
“Kita mendapatkan persedian daging, dan aku membuatnya menjadi steak.” jawab Luca.
Pantas saja aromanya sangat enak. Keshi tersenyum lebar nan senang, ia tidak sabar untuk memakan daging menggiurkan itu.
Luca memasak membutuhkan waktu sampai 25 menit, setelah itu ia menghidangkan dagingnya diatas piring untuk Keshi.
Gadis itu mengerutkan dahinya bingung melihat hanya ada satu daging steak saja di piringnya.
“Kamu tidak makan juga?” tanya Keshi.
Luca membawa teflon itu ke wastafel dan meraih teflon lain, lalu menuang dua telur mata sapi ke piringnya sendiri.
“Aku makan telur saja.” jawab pria itu.
Keshi menatap nyalang pada bodyguardnya. Apa telur saja bisa buat kenyang?
“Tidak, Luca. Kamu juga harus makan daging.” titah Keshi.
Luca tidak mendengarkan perkataan majikannya, ia membawa piringnya dan piring milik Keshi menuju ruang tamu.
“Luca! Kamu tidak boleh makan telur saja! Luca!” Keshi mengejar langkah lebar Luca yang terus berjalan melewati lorong menuju ruang tamu.
“Saya tidak masalah makan dengan ini.” jawab Luca seraya mendudukkan dirinya pada sofa marun tersebut.
“Jangan pakai saya!” kesal gadis itu.
“Aku tidak masalah makan dengan ini.” secepatnya Luca mengoreksi cara bicaranya.
Keshi menghela napas panjang melihat kekeraskepalaan Luca, ia ikut mendudukkan dirinya pada sofa yang berhadapan dengan bodyguardnya.
“Selamat makan, Nona Keshi.” ucap Luca.
“Jangan pakai nona.” gadis itu menggerutu lagi.
Luca yang tadinya ingin menyuapkan potong telurnya ke dalam mulut, kini ia hentikan dengan helaan napas panjang.
“Selamat makan, Keshi.” lagi dan lagi pria itu mengoreksi.
Keshi tersenyum senang dan mengangguk. Ia memotong-motong daging itu menjadi dadu, lalu menyuapkannya ke dalam mulutnya dengan riang.
“Hmm, enak!” kepala gadis itu bergoyang pelan merasakan rasa gurih daging steak tersebut yang masuk ke dalam mulutnya.
Keshi kemudian menusuk daging itu menggunakan garpu dan menaruh beberapa steak itu ke atas piring Luca.
Melihat itu, Luca segera mengembalikan daging steaknya kembali ke piring Keshi.
Gadis itu pun menjadi kesal melihat penolakan dari Luca. Sudah bagus ia berbaik hati memberikan makanannya, tetapi Luca malah menolak.
Keshi kembali menusuk daging itu dan menyodorkannya di depan mulut Luca.
“Luca, aaaaa!” Keshi meminta Luca membuka mulutnya.
Pria itu diam, menatap bergantian pada sodoran daging di depan mulutnya dan wajah Keshi.
“Aku tidak….”
“Aaaa, Luca! Buka mulutmu, please.” Keshi menunjukkan raut memohon dengan mata mengerjap polos.
Mau tidak mau Luca membuka mulutnya dan membiarkan daging itu masuk ke dalam mulutnya.
“Enak.” tanpa di sadari Luca memuji masakan buatannya sendiri, tidak menyangka bahwa ia masih bisa memasak sebaik ini.
Keshi mengangguk-angguk senang.
“Benar, masakan buatanmu enak sekali.”
Keduanya makan dengan lahap, sesekali Keshi menyuapkan daging steaknya ke Luca yang tentu saja tidak bisa di tolak oleh pria itu.
...\~\~\~...
Keshi membantu Luca mencuci piring di dapur. Lebih tepatnya Luca yang mencuci piring dan Keshi yang mengelap piring-piring itu dengan kain bersih.
Sejak kecil Keshi tidak pernah menyentuh barang-barang di dapur, ada kalanya saat itu Keshi ingin membantu mencuci piring atau memasak sesuatu, tetapi para pelayan tidak mengizinkannya atas perintah ayahnya.
Rio terlalu memanjakan anak itu sejak kecil. Tetapi Keshi selalu berusaha diam-diam untuk mencoba berada di dapur.
“Luca, aku ingin bisa memasak juga sepertimu.” tiba-tiba gadis itu membuka suara.
Luca masih sibuk mencuci piring, tetapi ia mendengarkan perkataan majikannya.
“Hm?”
“Maukah kamu mengajariku memasak?” pinta Keshi.
Luca selesai mencuci piring, ia mengelap tangannya yang basah menggunakan kain, lalu membalik tubuh dan berhadapan dengan Keshi.
“Tentu saja, apapun untukmu.”