Karie yang ingin menjadi Sikerei kesatria Maya demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik semua halangan ia lewati, namun kakaknya selalu menghalangi jalannya dalam Menjadi Sikerei pilihan merelakan atau menggapainya akan memberikan bayaran yang berbeda, jalan mana yang ia pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Io Ahmad, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebenaran.
“Berapa lama aku akan ditahan?” tanya Karie sambil menguap, matanya melirik malas ke arah penjaga.
Penjaga itu mengangkat tiga jarinya. “Tiga hari?” Karie mengerutkan kening. “Ini semua hanya salah paham. Dia memfitnahku, aku bukan pelacur.”
Penjaga itu menghela napas, jelas jengkel. “Yayaya,” katanya sarkastis. “Kamu bisa keluar setelah membayar surat pernyataan, atau tunggu seseorang datang menjemputmu.” Ia mendekat, matanya tertuju pada kantong uang di pinggang Karie. “Aku bisa mengeluarkanmu segera, asal kau memberi beberapa keping yang kau miliki.”
“Berapa yang Anda inginkan? Lima? Sepuluh keping?” Karie mengeluarkan beberapa koin emas dari kantongnya, memamerkannya di depan penjaga.
Penjaga itu, tergiur oleh kilauan emas, segera mengulurkan tangannya melewati jeruji untuk mengambil koin tersebut. Namun, saat koin terakhir, Karie dengan cepat menarik kerah baju si penjaga. Seketika, wajah penjaga itu membentur jeruji besi dengan keras, membuatnya kehilangan kesadaran dan jatuh ke lantai dengan suara gedebuk.
Penjaga itu terkapar tidak jauh, dengan kunci jeruji menggantung di celananya. Karie segera mengambil kunci tersebut dan bergegas keluar dengan perasaan kesal. “Kali ini akan ku hajar dia,” gumamnya. “Sudah ku ingatkan dengan baik-baik, tapi dia masih tidak mendengar. Saatnya tindakan yang berbicara. Tunggu kau, Sintra.” Karie berlari menuju penampungan.
Di tempat lain, Qisqa dan pengikutnya sedang berpesta, membeli makanan, minuman, dan berbagai hal dengan menghamburkan koin emas dari peti kecil yang dibawa Sintra.
“Aku tidak menyangka ia akan membayarnya sebanyak ini,” kata Qisqa sambil tertawa. “Makan dan minum, pesan sesukamu, Sintra.”
Sintra tersenyum lebar, mengangkat gelasnya. “Terima kasih, Qisqa. Ini benar-benar malam yang luar biasa. Tapi seperti kesepakatan awal, kamu bilang aku akan memberikan bayaran sesuai.”
Tentu aku membayarmu, ini badge dan uang yang kamu inginkan. Menjualnya memang ide yang luar biasa. Jika ada wanita cantik lagi di sini, aku pikir kita akan mendapat uang lebih banyak lagi. Aku menunggu kerjasamanya lagi, Sintra.”
Sintra mengangguk, wajahnya berubah serius. “Aku tahu. Kita harus berhati-hati. Karie pasti akan mencari kita setelah ini.”
“Ah, aku lupa ia juga punya wajah yang cantik, kan? Haruskah kita beri pelajaran dia? Aku benci wajah songong itu. Mungkin kita bisa jual juga.”
“Tidak ada yang akan mau dengannya,” mereka tertawa bersama, suara tawa mereka menggema di ruangan.
Dari kejauhan, Mishka melangkah cepat, wajahnya penuh tekad. Ia berhenti di depan Qisqa dan Sintra, menatap mereka dengan tajam. “Aku juga ingin bayaran atas informasi yang kuberikan,” katanya, suaranya tegas.
Qisqa mengeluarkan beberapa koin dari kantongnya, menyerahkannya kepada Mishka dengan senyum tipis. Mishka menerima koin-koin itu, matanya menyipit saat melihat jumlahnya. “Hanya ini?” tanyanya, suaranya penuh kekecewaan. “Sintra mendapatkan lebih banyak.”
“Informasi yang kamu berikan hanya ini, bukan?” Qisqa menatap Mishka dengan mata berkilat dingin. “Tapi setelah itu, semuanya Sintra yang ambil alih, padahal aku memintamu.” katanya pelan, tapi penuh makna. “Jika kamu ingin lebih, berikan lebih juga.”
“Aku tidak sanggup melihat wajahnya.” Gumam Miskha
Mishka mendengus, jari-jarinya meremas koin-koin itu hingga terasa dingin di telapak tangannya. Tatapannya bertemu dengan mata Qisqa, iris cokelat gelap itu memancarkan api. "Baiklah," gumamnya, rahang mengeras, "tapi ingat, aku tidak suka diperintah."
Sebelum Qisqa sempat menjawab, tangan Mishka sudah menghantam meja. Gelas-gelas kristal berdenting keras, beberapa terjatuh dan pecah berkeping-keping. Suara retakan itu memenuhi ruangan, mengundang perhatian semua orang.
Qisqa terperangah, wajahnya memerah padam. Dengan gerakan cepat, ia meraih kerah baju Mishka, jari-jarinya mencekik. "Kau berani merusak pestaku?!" suaranya melengking, napasnya memburu.
Mishka menelan ludah, matanya menyipit. Ia mendorong tubuh Qisqa dengan kuat, lalu mundur beberapa langkah. Dengan lincah, ia melompat ke jendela besar di belakang bar, tubuhnya menyatu dengan bayangan yang menari-nari di dinding. Dalam sekejap, ia sudah menghilang.
Qisqa dan Sintra saling menatap, wajah mereka penuh keterkejutan.
Di luar bar, Mishka berlari sekencang mungkin. Napasnya memburu, jantungnya berdebar kencang. Tiba-tiba, ia melihat Karie berlari ke arahnya. “Erhu!" panggilnya, suaranya serak.
Karie berhenti, matanya membulat. "Mishka? Ada apa denganmu? Kenapa kau berlari?" dibelakangnya pengikut qisqa
Mishka menarik lengan Karie, matanya terpancang pada pintu keluar. Jantungnya berdebar kencang, keringat dingin membasahi dahinya. “Kita harus pergi sekarang, Erhu,” bisiknya, suaranya bergetar. Ia menunjuk sekilas ke arah sekelompok pria yang berdatangan.
Karie menatap Mishka, matanya membulat. Ia melihat kecemasan yang terpancar dari wajah Mishka. Tanpa ragu, ia meraih tangan Mishka dan menariknya kembali ke dalam bar.
“Apa-apaan ini?!” teriak Mishka, menunjuk ke arah pria-pria yang semakin dekat. “Apa kamu bodoh, Erhu?!"
Tanpa aba-aba, Karie dengan kemampuan Elementalistnya membuka Seni Kanvasnya Poin Nemo. Seketika, sekitar mereka berubah seperti di tengah samudra yang dalam. orang-orang yang mengejar itu berjatuhan ke dalam air dan ditarik semakin dalam sampai kehilangan kesadaran.
Di dalam bar, Qisqa dan Sintra terkejut melihat bukan anak buah mereka yang membawa Mishka, melainkan Karie.
Karie menatap mereka dengan mata penuh kemarahan. “Apa benar yang Mishka katakan? Kak Aileen tidak diadopsi melainkan kalian jual ke rumah bordil?!”
Qisqa mengangkat alisnya, lalu menoleh ke Sintra. “Beritahu dirinya, Sintra.”
Sintra menatap Karie dengan tatapan dingin. “Aileen sendiri yang ingin dirinya berguna. Uang itu, Aileen berikan untukmu juga.”
Karie mengepalkan tangannya, suaranya bergetar dengan emosi. “Omong kosong, kau hanya memperalatnya.”
Qisqa tersenyum tipis, matanya berkilat penuh ancaman. “Erhu, kau tidak tahu apa-apa. Aileen membuat keputusan itu sendiri. Kau seharusnya berterima kasih.”
Karie melangkah maju, wajahnya memerah. “Berterima kasih? Kalian menghancurkan hidupnya!” Suaranya bergetar, penuh dengan kemarahan yang tertahan. “Dimana Aileen sekarang!?”
“Aku tidak akan bicara. Coba saja buka mulutku, kalau kamu ingin mengetahuinya,” jawab Sintra dengan nada menantang.
Karie menyentuh lantai, mengalirkan Maya dan menciptakan genangan air di antara mereka. Melihat itu, Sintra dengan elemen buminya segera menaikkan pijakan mereka, membuat tanah di bawahnya terangkat.
“Katakan sekarang di mana Aileen, sebelum kalian menyesal,” ancam Karie, puluhan tentakel airnya mengarah menuju Qisqa. Qisqa tidak tinggal diam. Ia menghentikan Sintra yang ingin membantunya, delapan pedang melingkar di punggungnya. Ia mengambil salah satu pedang berdebu usang. “Ah, aku suka perasaan dari pedang ini, perasaan hampa.”
Mishka memberi tahu Karie tentang sifat Maya milik Qisqa, pedang perasaan.
Karie menggerakkan tangannya, dan tentakel airnya menyerang dengan cepat. Qisqa mengayunkan pedangnya, memotong beberapa tentakel, tetapi lebih banyak lagi yang datang. Sintra, dengan kekuatan buminya, menciptakan dinding tanah untuk melindungi Qisqa, tetapi Karie dengan mudah menghancurkannya dengan gelombang air yang kuat.
Qisqa melompat ke belakang, menghindari serangan air yang datang. Ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, dan dengan satu gerakan cepat, ia menebas ke arah Karie. Pedang itu bersinar dengan energi Maya, dan Karie merasakan kekuatan yang luar biasa datang dari senjata itu.
Namun, Karie tidak mundur. Ia mengumpulkan semua kekuatannya dan menciptakan pusaran air besar yang mengelilingi Qisqa. Qisqa terjebak di dalamnya, berusaha keras untuk keluar, tetapi air itu terlalu kuat.
Sintra melihat kesempatan ini dan menyerang Karie dari belakang, menggunakan kekuatan buminya untuk menciptakan tombak batu yang tajam. Karie, yang sibuk mengendalikan pusaran air, tidak melihat serangan itu datang. Tombak batu itu menembus pertahanannya, membuatnya terjatuh ke tanah.
Qisqa akhirnya berhasil keluar dari pusaran air dan berdiri di samping Sintra. Mereka berdua menatap Karie yang terbaring lemah di tanah.
Qisqa tersenyum lemah, darah mengalir dari luka tubuhnya. “Mana sifat Maya mu? Ah, benar juga, sifat Maya mu itu tidak berguna. Kaca memang cocok untuk dirimu yang rapuh. Akan ku ubah kau jadi salah satu pedang ku,” kata Qisqa dengan nada mengejek.
Hantaman yang kuat membuat kesadaran Karie perlahan memudar. Melihat itu, dengan bingung, ia berbisik, “Selamatkan… jangan… selamatkan…” Jarinya gemetar, seolah harus memilih yang sulit. Mishka mencoba menyelamatkannya, tetapi Karie menenggelamkannya dengan bayangan, menghubungkan bayangannya dan mencoba membawa lari.
Namun, dengan cepat, pedang kehampaan milik Qisqa mendarat pada bayangan Mishka tepat di kakinya. Kekuatan Maya Mishka terasa terhisap oleh pedang itu, membuat mereka muncul kembali ke permukaan.
“Inikah akhir ku?” bisik Mishka, suaranya penuh keputusasaan. “Menjadi hiasan dipinggang nya”