Dira Namari, gadis manja pembuat masalah, terpaksa harus meninggalkan kehidupannya di Bandung dan pindah ke Jakarta. Ibunya menitipkan Dira di rumah sahabat lamanya, Tante Maya, agar Dira bisa melanjutkan sekolah di sebuah sekolah internasional bergengsi. Di sana, Dira bertemu Levin Kivandra, anak pertama Tante Maya yang jenius namun sangat menyebalkan. Perbedaan karakter mereka yang mencolok kerap menimbulkan konflik.
Kini, Dira harus beradaptasi di sekolah yang jauh berbeda dari yang sebelumnya, menghadapi lingkungan baru, teman-teman yang asing, bahkan musuh-musuh yang tidak pernah ia duga. Mampukah Dira bertahan dan melewati semua tantangan yang menghadang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di panggil kepala sekolah
"Itu, tadi Mama dapat pesan dari kepala sekolah kalian. Mama disuruh ke sekolah besok. Emang si Dira ngapain, sih, sampai Mama dipanggil segala?" Tante Maya bertanya dengan nada heran. "Oh, itu, Mah. Kayaknya sih, dia bikin masalah sama si Naomi. Gak tahu juga siapa yang salah, tapi intinya kemarin si Dira dipanggil kepala sekolah," Levin menjelaskan dengan singkat.
"Kalau urusannya sama Naomi, Mama yakin ini pasti ada hubungannya sama kamu," tebak Tante Maya sambil menatap Levin curiga. Levin mengangkat bahu. "Gak tau, Mah."Sama kayak dulu waktu si Far" Tante Maya menggantung kalimatnya, seakan tidak ingin mengungkit lebih jauh.
"Udah cukup, Mah. Levin gak mau bahas dia lagi," potong Levin, wajahnya berubah tegang. Topik itu sudah pasti hal yang tak ingin ia bicarakan. Levin bangkit dari kursinya, lalu berjalan cepat menuju kamarnya, menghilang di balik pintu.
...****************...
Sementara itu, Dira dan Nadin sedang berada di sebuah mall di Bandung, seperti kebiasaan mereka saat ingin belanja. "Dir, nonton film, yuk?" ajak Nadin tiba-tiba. "Emang ada film bagus apa sekarang?" tanya Dira, sedikit ragu.
"Sebentar ya, gue cek dulu di aplikasi." Nadin membuka ponselnya, mencari jadwal bioskop. "Ini aja, Dir." Nadin memperlihatkan poster film horor yang sedang viral "Yaudah, ayo." Dira mengangguk, dan mereka pun memesan tiket bioskop. Saat tengah menunggu jam tayang, Dira melihat sosok yang familiar di keramaian "Vanya?" gumam Dira, terkejut melihat Vanya bersama seorang pria di antrean tiket.
"Ada apa, Dir?" tanya Nadin, menyadari perubahan ekspresi temannya "Itu... cewek yang barusan, anaknya Tante Maya. Tapi cowok yang sama dia kayak nggak asing deh," ujar Dira sambil berusaha mengingat-ingat sesuatu yang terasa ganjil.
Ah, iya! Di minimarket depan tempat les," gumam Dira, mengingat pria yang bersama Vanya tadi. Ia yakin pria itu adalah orang yang pernah ia lihat di minimarket. "Maksud lo apa, Rin?" tanya Nadin, kebingungan. "Waktu itu gue liat cowok yang bareng Vanya tadi. Dia masuk minimarket sama cewek lain. Apa jangan-jangan dia selingkuh?" Dira berbisik pelan, masih merenung.
Belum sempat Nadin menjawab, film yang mereka tunggu sebentar lagi dimulai. "Ayo, Dir, masuk!" ujar Nadin, menarik tangan Dira menuju ruang teater. Meski duduk di dalam bioskop, pikiran Dira tetap tak bisa lepas dari pria yang tadi dilihatnya bersama Vanya. Sementara Nadin fokus menikmati film horor yang tengah viral, Dira terus memikirkan kemungkinan buruk yang terjadi di antara Vanya dan pria itu.
"Nad, selesai nonton, kita langsung pulang aja, ya," ucap Dira tiba-tiba di sela-sela film. "Yah, kenapa langsung pulang?" Nadin terdengar kecewa. "Lo kan langsung balik ke Bandung. Gue takut waktunya mepet, lo bisa ketinggalan kereta nanti," jawab Dira, memberikan alasan.
Setelah film selesai, Nadin berpamitan untuk kembali ke Bandung. Sementara itu, Dira memilih menunggu di parkiran motor, pandangannya terus berkeliling seolah mencari seseorang. Beberapa menit berlalu, hingga sosok yang dinantinya akhirnya muncul. "Vanya!" seru Dira, memanggil gadis itu yang sedang berjalan menuju motornya.
Vanya tampak terkejut saat melihat Dira di sana. "Eh, Kak Dira? Kok Kakak ada di sini?" tanyanya bingung, matanya berkedip-kedip menahan rasa heran. "Baru pulang main aja," jawab Dira santai, meski nada bicaranya terasa dingin. "Tadi sama pacarnya, ya?" celetuknya, tanpa basa-basi.
"Iya, Kak," Vanya menjawab dengan sedikit ragu.
"Kakak ikut pulang sama kamu, ya?" Dira berkata tiba-tiba, mengubah arah pembicaraan. Vanya terlihat semakin bingung, tapi ia hanya mengangguk pelan. "Iya, Kak. Ayo," ucapnya, meski ia tak bisa menyembunyikan kegelisahannya.
Dira naik ke motor Vanya, dan mereka pun melaju berdua di atas Scoopy milik Vanya. Jalanan mulai gelap, dan tiba-tiba, hujan deras mengguyur kota. Tetes-tetes air menampar wajah mereka. “Vanya, kita gak mau menepi dulu? Hujan deras, loh,” ujar Dira, suaranya nyaris tenggelam oleh deru hujan. “Gak usah, Kak. Udah tanggung, kita udah basah juga. Biar cepet sampai rumah aja,” jawab Vanya, Di tengah perjalanan, suara Dira tiba-tiba memecah keheningan yang hanya diiringi oleh suara hujan. "Kakak boleh tanya sesuatu gak?" tanyanya dengan nada serius.
"Tanya apa, Kak?" Vanya menjawab, sedikit penasaran. "Kamu pacaran sama cowok yang tadi itu sudah berapa lama?" Dira tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya. Vanya ragu sejenak sebelum menjawab, "Hmm... udah sekitar dua tahun, sih, Kak. Tapi ya, gitu... Mamah sama Kak Levin gak suka sama Bagas, jadi kita pacarannya diem-diem."
"Diem-diem? Kenapa Levin sama Tante Maya gak suka sama pacar kamu?" tanya Dira, sedikit bingung.
"Aku juga gak tau, Kak," jawab Vanya sambil menarik napas panjang. "Mereka sering banget nyuruh aku buat jauhin Bagas, tapi aku gak mau. Aku cinta banget sama dia."
Dira terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Vanya. "Tapi, kamu harus hati-hati ya selama pacaran. Jangan sampai ada yang aneh-aneh," ucapnya, penuh perhatian. "Pasti, Kak. Aku juga tau aturan kok," Vanya tersenyum tipis, berusaha meyakinkan Dira.Setelah perjalanan yang cukup panjang dan basah kuyup, akhirnya mereka sampai di rumah sekitar pukul sembilan malam. Pintu terbuka, dan Mamah Maya langsung menghampiri mereka dengan tatapan khawatir.
"Dira, Vanya, kalian kemana aja sih? Pulang malem gini, terus hujan-hujanan lagi," omel Mamah Maya, tak bisa menutupi rasa cemasnya saat melihat mereka masuk dalam keadaan basah kuyup. "Biasalah, Mah. Anak muda, tadi abis main sama temen-temen. Eh, di mall ketemu Kak Dira, jadi pulang bareng deh," jawab Vanya sambil tersenyum, mencoba meredakan kekhawatiran ibunya.
"Yaudah, kalian ganti baju, nanti masuk angin," ucap Mamah Maya lembut, sambil berjalan menuju ruang televisi di mana Levin dan Rico sudah duduk menatap kedatangan mereka. "Oh iya, Dir," panggil Tante Maya saat Dira menaiki tangga. "Tadi Tante dapet pesan dari sekolahmu. Tenang aja, Tante bakal datang kok buat selesain masalah kamu." Dira mengangguk pelan, tapi sebelum ia sempat menjawab, terdengar sindiran dari Rico. "Udah numpang, ngerepotin juga."
"Shhh! Gak boleh begitu!" Tante Maya buru-buru menutup mulut Rico yang bicara sembarangan.
Dira tersenyum tipis. "Gak apa-apa, Tante. Harusnya Dira yang minta maaf. Dira udah bikin banyak masalah," ucapnya lirih. "Yaudah, Dira ke kamar dulu," tambahnya dengan rasa bersalah yang semakin membebani dirinya, sebelum akhirnya ia menghilang di balik tangga.
Keesokan harinya, Tante Maya tiba di sekolah untuk memenuhi panggilan kepala sekolah, bertindak sebagai wali Dira selama ia bersekolah di Jakarta. Saat Tante Maya melangkah memasuki halaman sekolah, beberapa murid yang berdiri di pinggir koridor mulai berbisik."Itu tuh, orang tuanya Levin. Cantik banget ya," salah seorang dari mereka berbisik kagum.
yu follow untuk ikut gabung ke Gc Bcm thx