NovelToon NovelToon
Queenzy Aurora Wolker

Queenzy Aurora Wolker

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: aili

Queenzy Aurora Wolker gadis yang memiliki wajah yang cantik itu sangat menggilai seorang Damian Putra Throdhor Putra.Pewaris utama Keluarga Throdhor yang memiki kekayaan.nomer satu di dunia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27

Sesuai perjanjiannya saat di sekolah tadi, Aurora harus mengantarkan satu barang ke sebuah apartemen di kota yang sama. Mungkin Tuan aldo masih memberikan tugas-tugas kecil untuk Aurora untuk melihat sejauh mana gadis itu ahli menjadi kurir bisnisnya.

Tapi, tugas seperti itu jelaslah tidak mudah. Berbekal senjata pisau lipat dengan tampilan hoodie, masker dan topi, Aurora tiba di area apartemen.

"Shitt! Ini bukan Apartemen biasa," gumam

Aurora menatap gedung tinggi dengan banyak ajudan menjaganya di sekeliling.

"Itu Apartemen khusus orang-orang pemerintahan."

"Mereka juga pemakai?" tanya Aurora sempat tidak habis pikir

"Sudah jadi rahasia umum jika mereka yang paling banyak menjadi pemakai." Aurora menghela nafas.

Ternyata aparat-aparat yang selama ini melarang generasi muda mengonsumsi obat-obatan terlarang itu juga adalah konsumen utama Sangat munafik.

"Dia menunggu-mu di lantai 15 kamar 125. Pastikan tidak ada yang melihat mu. Jika tidak kau tanggung sendiri akibatnya."

"Aku mengerti."

Aurora mengambil nafas dalam kemudian menatap sebuah mobil kebersihan yang telah dimanipulasi oleh anggota tuan Aldo. Saat salah satu petugas memberi isyarat agat Aurora masuk, detik itu juga Aurora bergegas masuk ke dalam mobil untuk lolos dari petugas keamanan yang berjaga.

"Ambil"

Aurora menerima kartu nama khusus. Di sana tertera nama singkatnya Rora. Wajah Aurora sudah diedit dengan baik hingga tampak cacat. Ketika proses pemeriksaan selesai. Mobil langsung masuk dan Aurora bergegas pergi mencari alat kebersihan.

Dia juga mengganti pakaiannya tapi tetap

menyisakan topi dan hoodie. Dirasa siap, Aurora segers memasuki lift pergi ke lantai 15. Saat suasana sedang santai-santainya, tiba-tiba ada sepatu seseorang menyela pintu lift yang mau tertutup.

Aurora meremas tangkai sapunya memperbaiki letak topi ketika melihat ada satu pria bercelana tentara tapi atasannya hanya jaket biasa terkesan casual.

"Petugas baru?" tanya pria itu dengan suara beratnya.

Aurora mengangguk tanpa menjawab. Dia meraba area perutnya di mana dalam pakaian petugas kebersihan ini ada satu bungkusan obat terlarang yang ia bawa.

"Kau tahu?"

"Tidak tahu bang*sat!! Kau belum mengatakan apapun," maki Aurora dalam hatinya merutuki pria aneh ini.

"Aku punya senjata."

Pria itu mengeluarkan pistol dari balik jaketnya. Aurora tidak tahu jenis pistol laras pendek pas digenggaman itu tapi dia sadar benda tersebut mampu menembus jantungnya.

"Kau ingin pegang?"

"Apa sebenarnya maksud tentara sialan ini?!"batin Aurora mencoba tidak bicara banyak dan hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Kau bisu?"

Aurora mengangguk lagi. Pria itu diam menyimpan kembali pistolnya kemudian menatap Aurora dari sepatu sampai ujung rambut. Tatapannya terkesan tajam dan mengintimidasi.

"Cukup berani."

"Huh?" Aurora tersentak segera menatap wajah pria di dekatnya. Sosok pria dewasa dengan rambut pirang kotor dan hidung mancung agak bengkok namun tidak mempengaruhi kharismanya. Sudah dilastikan dia seorang Kapten.

"Jhonatan. Kau bisa memanggilku itu. Terdengar akrab."

Merasa pria ini aneh. Aurora segera bergegas keluar saat pintu lift sudah terbuka. Tapi bahunya langsung ditahan oleh pria bernama Jhonatan itu.

"Mundurlah sebelum kau ditahan."

"Cepat pergi!"'pinta anak buah Tuan aldo yang mendengar suara pria itu.

"Kau menyerah atau aku akan me..."

Aurora berbalik menendang betis pria itu kemudian ia berlari ke depan. Peralatan kebersihannya dia lempar asal.

"Dia tahu aku. Bagaimana bisa?"

"Dia aparat?"

"Hum. Berpangkat.

"Pandailah meloloskan diri. Dia sudah lama mencari orang yang menyuplai obat ke dalam apartemen. Jika tertangkap kau akan sulit lepas. "

Aurora tetap pergi mencari kamar 125. Sesekali ia melihat ke belakang dan sialnya pria itu muncul mengejar dirinya dengan kecepatan tinggi. Mustahil lolos jika dia singgah di kamar itu.

"Apa jika gagal aku masih mendapatkan uang?" tanya Aurora berbelok ke arah lain.

"Tidak. Sesuai kesepakatan awal. Kau hanya akan dapat saat barang diterima konsumen"

Aurora menghembuskan nafas kasar. Dia menuruni tangga buru-buru sementara Jhonatan sudah sampai mendobrak pintu darurat yang ia buka. Jelas pria itu lebih cepat dari Aurora hingga dipertengahan tangga, kerah seragam kebersihan Aurora ditarik membuat tubuhnya terjungkal ke belakang.

"Kau tidak bisa lari!"

Lehernya dipiting kuat sampai Aurora sulit bernafas. Otot lengan pria itu cukup membuatnya tercekik dan mati rasa.

"Siapa yang memesan?"

"K-kau ingin..tahu?" tanya Aurora tercekat mencengkram lengan yang mencekik lehernya.

"Jika tidak, kau akan menyesalinya."

"T-tidak..akan."

Bughh!!

Aurora menerjang bagian selatan pria itu dengan tumit sepatunya kemudian mendorongnya ke arah tangga. Tanpa menyisakan kesempatan, Aurora kembali naik ke atas dan mengunci pintu darurat yang tadi dibuka.

"Ck! Kau tidak akan bisa menangkapku," decak Aurora segers pergi mencari kamar 125.

"Kau lolos?"

"Untuk sekarang. Matikan CCTV lantai 15," pinta Aurora berjalan ke arah pintu kamar yang ia temukan sembari melirik kamera pemantau di atas.

"Cepaat! Pria itu lewat lift. "

"Di mana penghuni bajingan ini," decak Aurora memencet-mencet bel tapi tidak ada orang. Aurora terus memperhatikan lift di ujung sana dengan satu tangan terus memencet bel.

"Bang*sat!!" umpat Aurora saat pintu lift sudah mau terbuka. Aurora melihat ada tempat sampah di sudut pintu. Dengan cepat aurora melempar bungkusan barangnya di sana lalu kabur berbelok ke blok lain.

"Hubungi orang di kamar itu. Aku melempar pesanannya di tong sampah di depan kamar.

"Baik. Kau selamatkan dirimu sendiri."

Setelah mengatakan itu sambungan mati. Alat komunikasi di telinga Aurora sudah tidak berfungsi sementara pria itu melesat sangat cepat ke arahnya.

"Berhenti atau kau akan matii!" Dia mengeluarkan pistol.

Aurora tidak peduli. Berbekal nyali baja dan tekat kuat yang nekad, Aurora masih berlari sampai dia menemukan pintu darurat lain.

Dorrr!!

"Shitt!!" Aurora memegangi lengannya yang tertembak ketika mau membuka pintu.

"Menyerahlah!"

Menendang betis Aurora hingga berlutut di lantai. Darahnya menciprat ke dinding amat kental.

"Kau tidak bisa keluar. Tempat ini dikepung."

Dia menarik topi Aurora kasar hingga rambut gadis itu berantakan.

"Sudah banyak yang mencoba berlari sepertimu tapi tidak selamat. Kau cukup cepat."

"Yah. Terima kasih," jawab Aurora ngos-ngosan karena berlari secepat tadi.

Mata Aurora melirik pisau di sakunya kemudian menatap wajah pria yang berjongkok memandangnya penuh intimidasi itu.

"Masih sekolah?" tebaknya saat melihat mata Aurora yang bening dan mencerminkan gejolak remaja.

"Menurutmu?" tanya Aurora perlahan menurunkan tangannya menyentuh pisau di sakunya.

"Nekat. Kekanak-kanakan." Aurora terkejut saat pria itu merebut paksa pisau yang nyaris ia genggam kemudian membuangnya.

"Kauu..."

"Berhenti bermain," desisnya bersamaan dengan petugas lain yang datang.

Aurora menatap penuh dendam pada pria sialan yang menangkapnya ini. Dilihatnya

nama di seragam sosok itu, Jhonatan. kemudian menandainya.

"Bawa di ke Dapartemen. Periksa seluruh koneksinya!"

"Baik, Kapten!"

"Kapten?" batin Aurora mengerti. Pantas pria ini cepat dan sangat kuat. Dia tidak bisa melawannya.

Aurora diborgol dan diseret ke arah lift. Dia masih menoleh ke arah Kapten Jhonatan yang berbincang dengan anak buahnya. Aurora terkurung di dalam mobil polisi yang membawanya menuju Dapartemen Negara.

Memang bangsat memang tapi rasa kesalnya lebih mendominasi

"Aku tidak ingin mati di sini. Aku belum menikah dengan damian-ku, "batin Aurora mencari cela untuk lolos. Diliriknya ke beberapa penjuru mobil kemudian menatap dua orang aparat yang duduk di kiri kananya dan satu lagi menyetir. Mereka membawa persenjataan cukup lengkap.

"Kau punya rokok?" tanya Aurora pada pria di samping kirinya tapi dia diabaikan.

"Kalau kau?" Beralih pada pria lain di dekatnya tapi sama saja.

Karena merasa percuma akhirnya Aurora diam mencari cara lain. Kondisi jalanan cukup ramai, lampu-lampu kendaraan menyinari mobil mereka.

"Aku ingin buang air kecil. Bisa berhenti sebentar." Jawaban mereka tetap sama. Jangankan menoleh, melirik saja tidak.

Dirasa semua usahanya sia-sia Aurora akhirnya diam seolah pasrah. Tapi bukan Aurora namanya jika menyerah. Dia mendapatkan ide disituasi yang tepat.

"Aaaarggg!!" teriak aurora mengejutkan mereka semua.

"Di kenapa?" tanya petugas yang mengemudi.

"T-Tanganku...Aaargghh!!" Aurora menjepit

lengannya yang berdarah cukup banyak.

"Dia terluka. Apa ke rumah sakit?"

"Ke rumah sakit lalu proses di Kantor. Jika dia mati, sama saja tidak." Batin Aurora berteriak girang. Dia terus mengaduh di sepanjang jalan hingga saat tiba di rumah sakit Aurora di bawa turun. Dia masih di jaga ketat sampai tak ada cela untuk lolos.

"Aargg!! Saaakiiit!!" jeritnya heboh membuat bagian teras rumah sakit dipenuhi banyak

orang yang berkerumun.

"Dia kenapa?"

"Ada polisi? Dia buronan?"

"Tapi tangannya berdarah." Aurora semakin menjerit histeris berguling-guling di teras.

"Sakit!"

"Cepat bawa dia ke dalam".

Lukanya makin parah.Ketika mereka mendekat. Aurora langsung menarik satu

kaki nenek-nenek yang berdiri di dekatnya sampai wanita itu jatuh ke bawah hingga gigi palsunya lepas.

Sontak semua orang terkejut sigap membanting wanita itu. Aurora memanfaatkan kerumunan dengan cepat berlari ke arah gerbang rumah sakit dan memacu kakinya dengan cepat sampai tidak melihat kiri kanan.

Braaakk!!

Tubuhnya terpental ditabrak satu mobil putih yang ikut berhenti. Aurora terguling tapi masih sadar. Darah meleleh di pelipisnya dengan bagian pinggang terasa sakit.

"Kau mau matii??"

"Wanita gilaa!!"

Sorot lampu mobil-mobil itu menyinari Aurora. Tidak mau tertangkap lagi, Aurora akhirnya bangkit dan berjalan tertatih-tatih pergi dari area jalan itu. Mencari tempat sembunyi untuk menghubungi Rama.

"Jemput aku!" pinta aurora menelepon di dekat pagar rumah seseorang sembari menatap waspada area sekitar.

"Kau di mana?"

"Aku akan kirim lokasinya."

"Tapi... "

Tiba-tiba panggilan terputus. Aurora mengumpat saat melihat baterai ponselnya habis.

***

Rama yang sedang terkurung di kamar sana

gelisah. Pasti Aurora dalam bahaya karena suara nafas gadis itu tidak stabil. Jika Aurora sudah meneleponnya pasti ada sesuatu yang tidak beres. Hanya saja Rama tidak bisa keluar. Pintu dikunci begitu juga balkon. Dia dimarahi karena ketahuan masih berteman dengan aurora hingga dikurung oleh Mommynya.

"Aku harus minta bantuan pada siapa?"gumam Rama mundar mandir.Satu nama yang terlintas tapi agak ragu memikirkannya.

"Damian. Tapi...aisss sebaiknya aku coba dulu," gumam Rama mencari kontak damian yang ia curi dari ponsel baru Aurora.

Karena tidak punya pilihan, Rama menghubungi damian dengan takut-takut.

Panggilan pertama tidak dijawab hingga 5 kali panggilan berikutnya, barulah terjawab.

[...]

"Ini Rama."

Panggilan langsung terputus. Rama mengumpat. Bisa-bisanya ada mahluk seaneh damian yang sangat tidak ramah. Karena dihubungi damian tidak mengangkat akhirnya Rama mengirim pesan.

[Tolong bantu menjemput Aurora. Sepertinya dia dalam bahaya]

Setelah mengirim pesan itu barulah Rama mengirim alamat yg dari Aurora berikan.

***

Langit mulai mendung. Aurora duduk menunggu 10 menit. Berjongkok di dekat

pagar rumah orang asing itu sembari membekap keningnya dengan tangan karena terus mengeluarkan darah. Kakinya mendadak keram. Aurora merasa dia terkilir. Mobil tadi tidak begitu kencang menabrak nya tapi lukanya cukup serius.

"Shitt! Kepala-ku pusing" geram Aurora menggelengkan kepalanya agar tetap sadar.

Bahaya pingsan di sini sementara ia tengah jadi buronan. Namun, Aurora bertahan hanya selang beberapa menit karena setelahnya pandangan Aurora berkunang dan kesadarannya surut, akhirnya tumbang. Dia tergeletak didekat pagar sampai sebuah mobil sport berkecepatan tinggi berhenti di

dekat jalan. Seorang lelaki tinggi nan tegap keluar dari mobil tergesa-gesa dan menatap

area sekitar mencari sesuatu. Saat menemukan ada tubuh yang tergeletak agak bersembunyi dibalik pagar, dia segera mendekat. Lampu pagar itu bercahaya remang tapi dia sudah menebak siapa gadis ini. Tanpa pikir panjang ia menggendong Aurora dan dimasukan ke dalam mobil.

Lampu mobil memperjelas keadaan Aurora sampai dia terdiam dengan rahang mengeras. Kedua tangan gadis itu masih diborgol bersimbah darah.

***

1
Nuzul'ea
damian ini cuek tapi perhatian,yaa walaupun aurora gak tau
بنتى بنتى
next
N Kim
terima kasih😊
Dewi hartika
next thor terus, berinspirasi selalu, semangat.
Nuzul'ea
kak semangat terus up nya aku tunggu,ceritamu kerenn/Ok//Good//Good//Good/
Dewi hartika
hem udahlah tinggalkan damian itu, karna tak menghargai perjuanganmu, lebih baik jalani hidup dengan kebahagiaan, dari pada kecewa dan rasa sakit, next thorr.
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Sribundanya Gifran
lanjut
Aisyah Azzahra
Saya sangat menyukai cara penulis menggambarkan suasana.
N Kim
terima kasih sudah mau membaca ceritaku/Smile/
Tsumugi Kotobuki
Ceritanya asik banget thor, jangan lupa update terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!