Seorang pria membangun perusahaannya dengan tujuan mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin. Namun, semakin banyak uang yang dimilikinya, semakin tinggi kesombongannya. Pada akhirnya, kesombongannya menjadi kehancurannya. Ia dijatuhkan oleh perusahaan lain dan kehilangan segalanya.
Namun. Ia bereinkarnasi ke dunia kultivasi sebagai seorang Summoner, dengan kemampuan memanggil makhluk-makhluk luar biasa. Di dunia baru ini, ia didampingi oleh seorang Dewi yang setia di sisinya.
Sekarang, dengan segala kekuatan dan kesempatan yang dimilikinya, apa yang akan menjadi tujuannya? Apakah ia akan kembali mengejar kekayaan, mencari kedamaian, atau menebus kesalahan dari kehidupan sebelumnya?
Up suka-suka Author!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chizella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kota Yan
Setelah keluar dari Hutan Roh, kami segera menuju ke penginapan Nona Yin. Di sana, kami berpamitan dan memutuskan untuk pergi ke Kota Yan.
Menurut Ling’er, Kota Yan adalah tempat berkumpulnya banyak kultivator hebat. Selain itu, beberapa bulan lagi akan diadakan Kejuaraan Besar oleh Paviliun Huayun, sebuah organisasi yang sangat berpengaruh di benua ini.
Paviliun Huayun dikenal karena kekuatannya yang tak tertandingi selama seratus tahun terakhir. Dalam setiap kejuaraan yang mereka adakan, tak pernah sekalipun mereka mengalami kekalahan.
“Kalau mereka menang terus menerus, mungkin memang kekuatan mereka luar biasa,” gumamku. “Tapi mengingat mereka sendiri yang menjadi tuan rumah kejuaraan itu, bukannya ada kemungkinan mereka curang?”
Ling’er hanya mengangkat bahu. “Itu mungkin saja. Tapi Paviliun Huayun memiliki reputasi yang tak diragukan. Mereka jarang melakukan hal yang mencoreng nama mereka.”
Aku hanya mengangguk pelan, merasa ini akan menjadi pengalaman baru bagiku.
---
Kota Yan
“Wow...” Aku tertegun saat memasuki Kota Yan untuk pertama kalinya. Bangunan-bangunannya megah dengan arsitektur yang mengagumkan. Jalanannya ramai, dipenuhi pedagang dan kultivator yang memancarkan aura luar biasa.
Ling’er memandangku dengan tatapan heran. “Huh, kau ini kenapa? Padahal ini hanya kota biasa. Reaksimu berlebihan sekali.”
“Biasa bagaimana? Selama ini aku hanya fokus berlatih dan bertahan hidup. Aku tidak pernah melihat tempat seindah ini sebelumnya. Dan ini semua berkatmu. Hehe,” jawabku sambil tersenyum.
Wajah Ling’er memerah sedikit, lalu dia berpaling. “Kau benar-benar aneh.”
...---...
Kami terus berjalan menyusuri jalanan Kota Yan. Setiap sudutnya terasa bersih, segar, dan indah—jauh dari polusi atau kekacauan seperti di duniaku sebelumnya.
“Ling’er, ayo kita beli jubah dulu,” kataku tiba-tiba.
“Kenapa?”
“Dengan jubah, akan lebih mudah untuk menyamarkan diri. Kalau nanti kita dikejar musuh, setidaknya kita bisa berbaur atau menghindari perhatian.”
“Hm, masuk akal. Baiklah, ayo kita beli.”
“Tapi kau yang bayar, ya~”
Ling’er langsung menatapku dengan mata menyipit. “Kenapa aku? Harusnya kau yang membayarnya! Kau kan yang menyuruh.”
Aku hanya tertawa kecil. “Maaf, aku tidak punya uang. Hehe...” Padahal aku punya banyak, tapi mempermainkannya rasanya lebih menyenangkan.
“Hmph! Dasar pemalas! Baiklah, kali ini aku yang bayar.”
“Terima kasih, Ling’er! Kau yang terbaik!”
...---...
Setelah selesai membeli jubah, kami langsung memakainya. Aku memilih jubah hitam polos karena menurutku terlihat sederhana namun elegan.
Saat Ling’er mengenakan jubahnya, penampilannya berubah total. Tubuhnya yang sebelumnya menonjol kini tertutup rapat, memberikan kesan anggun tapi misterius. Rambut merahnya yang biasanya tergerai kini diikat kuncir kuda, membuatnya terlihat lebih segar dan cantik.
Dia menyadari aku meliriknya cukup lama. “Kenapa kau menatapku seperti itu, dasar mesum!”
Aku buru-buru membela diri. “Bukan begitu! Menurutku kau cocok memakainya, itu saja.”
Dia mendengus sambil memalingkan wajah. “Kalau begitu, kau harus membayar hutangmu nanti. Ingat itu!”
“Hah? Bukankah kau yang membelikannya untukku secara gratis?”
“Tidak ada yang gratis. Kau harus membayarnya suatu hari nanti.”
Aku hanya bisa menghela napas. “Huh, aku kira kau orang baik...” gumamku pelan.
“Ngomong apa, Huang?” Ling’er menatapku curiga.
“Tidak, tidak! Aku hanya bicara sendiri!”
...---...
Kami tiba di sebuah rumah kecil di pinggiran Kota Yan. Ling’er memandangnya dengan ekspresi penasaran.
“Rumah ini cukup sederhana, tapi nyaman. Kita bisa tinggal di sini untuk sementara waktu,” kataku santai.
Ling’er langsung menatapku tajam. “Tunggu, bukannya tadi kau bilang tidak punya uang? Beraninya kau membohongiku!” Dia menarik telingaku dengan cukup keras.
“Aduh, aduh! Tunggu dulu! Aku menyimpan uangku untuk membeli rumah ini. Kalau aku pakai untuk membeli jubah tadi, aku tidak bisa membeli rumah ini.”
Dia akhirnya melepaskan telingaku sambil mendengus kesal. “Hmph, awas saja kalau kau bohong lagi.”
...---...
Saat kami masuk ke dalam rumah, Ling’er menatap sekeliling dengan kagum.
“Rumah ini lumayan bagus. Kau membelinya berapa?”
“Tidak banyak, hanya 10 koin emas,” jawabku santai.
Wajah Ling’er langsung berubah kaget. “10 koin emas?! Kau gila?! Dengan uang sebanyak itu, kau bisa membeli mansion! Sepertinya kau ditipu. Dasar bodoh!”
Dia memukul kepalaku cukup keras hingga aku meringis kesakitan.
“A-aku tidak tahu... Aku kira harganya wajar...”
“Lain kali, kalau ingin membeli sesuatu, bawalah aku. Mengerti?”
“Baik, Ling’er. Tapi, bisakah kau lepaskan lenganmu dari leherku? Aku hampir kehabisan napas...”
Dia akhirnya melepaskanku dengan ekspresi puas. Aku hanya bisa menghela napas, menyadari bahwa aku tidak akan pernah menang berdebat dengannya.
Belum, belum, siap-siap aja kulabrak bentar lagi