Alastar

Alastar

Bab 1. Alastar

Pagi yang cerah itu, Frasha, ketua OSIS dengan tatapan yang selalu dingin, berdiri tegak di depan gerbang sekolah. Atribut OSIS lengkap dengan logo di almetnya menegaskan kedudukannya yang tinggi, dan dia tahu betul bahwa sikapnya yang tak mudah tersentuh menjadi ciri khasnya. Namun, di hadapannya sekarang, ada Alastar, kapten tim basket yang tengil, dengan senyum nakal yang selalu berhasil membuat siapapun terkejut.

"Pagi, Sha." Sapa Alastar, sambil tersenyum lebar, matanya menyiratkan kegembiraan yang sulit disembunyikan.

Frasha hanya menatapnya dari atas ke bawah dengan pandangan tajam, seolah sudah terbiasa dengan tingkah laku Alastar yang tidak tahu malu. Dengan tenang, dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku almetnya, tidak bergeming sedikit pun.

"Lepasin headband itu, Star," Frasha berkata datar, tanpa ada sedikit pun rasa humor atau kelembutan dalam suaranya.

Alastar, bukannya merasa tersinggung, justru memperbesar senyumannya. "Gimana kalau lo aja yang lepasin headband ini, Sha?" jawabnya dengan nada menggoda yang sangat khas.

Frasha mengerutkan kening, matanya semakin tajam menatap Alastar. "Lo lepas sekarang, atau gue hukum!" kata Frasha, tegas, tanpa sedikit pun rasa ragu.

Alastar sejenak terdiam, seolah sedang menimbang pilihan yang tak biasa. Namun, senyum nakalnya kembali merekah, seolah dia baru saja menemukan jawabannya. "Gue pilih opsi kedua aja deh, Sha. Biar bisa lama-lama sama lo," ujarnya dengan percaya diri, sedikit menggoda, dan penuh tantangan.

Frasha tak bergerak, hanya menatapnya dengan penuh penilaian. Dia tahu betul bahwa Alastar bukan tipe yang akan langsung menyerah begitu saja. Namun, sebelum Frasha sempat menanggapi, seorang teman mereka, Falleo, yang juga anggota OSIS, datang menghampiri.

"Lo dicariin Pak Zul, Star," ujar Falleo, menyela percakapan antara Alastar dan Frasha dengan nada yang santai.

Alastar mendengus keras, sedikit kesal karena harus berpisah dari Frasha yang selalu menarik perhatian. "Yaudah deh, Sha. Hari ini gue nggak jadi menyerahkan diri buat dihukum. Tapi besok, gue dengan suka rela melakukannya, demi bisa lama sama lo," kata Alastar, sambil tersenyum nakal dan melangkah pergi.

Falleo yang mendengar perkataan sahabatnya itu hanya terkekeh, menikmati situasi yang selalu penuh ketegangan ini.

Frasha masih diam di tempat, matanya tetap tajam, memandang Alastar yang semakin menjauh. Falleo, yang merasa suasana sudah cukup menggelitik, menoleh ke Frasha dan menggoda, "Dia menarik, kan, Sha?" tanyanya dengan nada menggoda, mencoba menyelami perasaan Frasha terhadap Alastar.

Frasha menoleh dengan cepat, wajahnya kembali datar dan penuh kecanggungan. "Dia tengil yang menyebalkan," jawabnya, dengan nada sinis dan sebuah tatapan yang tak bisa diartikan dengan kata-kata.

*****

Malam di Kafe Noura, Jalan Ijen

Malam itu, lima sahabat—Alastar, Alarick, Faldo, Falleo, dan Barram—memutuskan untuk berkumpul di Kafe Noura di Jalan Ijen, Malang. Suasana kafe yang hangat dengan pencahayaan temaram dan musik lembut di latar belakang memberikan nuansa santai setelah seharian penuh aktivitas. Mereka duduk bersama di meja yang agak tersudut, jauh dari keramaian, dengan secangkir kopi di meja dan camilan ringan yang terhidang.

Alastar duduk dengan gaya santai, tangan diletakkan di belakang kepala, sementara senyum nakalnya tak pernah hilang. Di seberangnya, Faldo membuka pembicaraan.

“Gimana, Star? Lo masih aja ngejar Frasha, ya?” tanya Faldo sambil memandang sahabatnya dengan penasaran.

Alastar tertawa ringan. "Iya, gue nggak bisa berhenti mikirin dia, Fal. Semakin dia nggak peduli, semakin gue tertarik," jawabnya dengan penuh percaya diri, meski tahu betul bahwa Frasha bukan tipe cewek yang mudah terpengaruh.

“Jangan terlalu percaya diri, Star,” lanjut Falleo yang duduk di samping Barram. “Lo tahu kan, Frasha itu nggak gampang banget dibikin luluh. Dia tuh lebih susah dari teka-teki.”

Alastar mengangguk pelan, namun senyum di wajahnya tak pudar. “Iya, gue tahu, tapi justru itu yang bikin gue makin tertantang. Kalau dia gampang banget luluh, apa serunya?”

Barram yang duduk lebih diam menatap Alastar dengan serius. “Tapi lo harus ingat, Frasha itu bukan cewek sembarangan. Kalau lo cuma main-main, dia bakal ngerasa lo nggak tulus.”

Alastar menatap Barram sebentar, lalu tertawa kecil. “Jangan khawatir, Barram. Gue nggak akan main-main. Dia cuma butuh waktu untuk ngerti gue. Lagian, gue bukan tipe orang yang gampang menyerah,” ujarnya, meyakinkan teman-temannya.

Suasana semakin akrab saat mereka saling bercanda dan tertawa. Namun, perhatian Alastar tidak sepenuhnya pada obrolan itu. Sesuatu—atau lebih tepatnya seseorang—menarik perhatian Alastar. Frasha.

Gadis itu baru saja memasuki kafe, terlihat tenang meskipun selalu memancarkan aura yang membuat orang-orang di sekitarnya merasa segan. Dengan penampilan sederhana namun tegas, Frasha berjalan menuju meja kosong di sudut kafe tanpa memberi perhatian pada orang-orang yang mengenalnya.

Melihat Frasha, Alastar tanpa ragu bangkit dari tempat duduknya dan melangkah mendekat. “Sha!” panggilnya, dengan senyuman lebar yang tak bisa disembunyikan.

Frasha menoleh, mata tajam menatap Alastar. Ada ekspresi datar di wajahnya, meski matanya seakan bisa menembus langsung ke dalam diri Alastar. “Alastar,” jawabnya singkat, lalu menoleh ke arah meja kosong di dekat mereka dan melangkah menuju sana.

Alastar, yang merasa tidak begitu mudah mundur, tetap dengan senyum di wajahnya. “Eh, lo nggak mau gabung bareng kita, Sha?” tanyanya dengan nada menggoda, mencoba membuat Frasha terlibat dalam percakapan.

Frasha berhenti sejenak, menatapnya dengan tatapan tajam. “Lo gangguin gue terus, ya?” jawabnya dengan suara datar yang semakin menegaskan bahwa dia tidak akan mudah terpengaruh.

“Enggak kok,” jawab Alastar santai. “Cuma pengen ngobrol sama lo, siapa tahu bisa lebih dekat gitu,” katanya, mencoba tetap tenang meskipun dia tahu betul Frasha bukan tipe cewek yang gampang luluh.

Frasha hanya memberikan tatapan tajam lagi sebelum berkata, “Jangan ganggu gue, Star,” lalu melangkah pergi menuju meja kosong di sudut kafe, meninggalkan Alastar yang tetap berdiri sambil tersenyum.

Kembali ke meja, Alastar duduk dengan ekspresi yang tidak berubah. “Semakin dia nggak peduli, semakin seru,” katanya sambil tersenyum lebar. "Sama seperti yang gue bilang tadi. Gue nggak bakal nyerah begitu aja."

Teman-temannya, meskipun sudah tahu bagaimana sifat Alastar, hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Lo tuh emang nggak kapok, ya?” tanya Falleo, sedikit menggoda.

“Kapok? Kalau gitu gue nggak bakal merasa hidup, Fal,” jawab Alastar, meletakkan cangkir kopinya kembali ke meja. “Gue tahu, suatu saat nanti, dia bakal lihat sisi lain gue. Gue yakin banget.”

Malam itu, mereka terus berbincang, namun di dalam benak Alastar, satu hal yang selalu ada: Frasha. Meskipun sikapnya yang selalu dingin dan terkesan tak peduli, bagi Alastar, Frasha justru semakin menarik untuk diperjuangkan.

Terpopuler

Comments

aca

aca

nama nya bagus bagus

2025-01-18

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Alastar
2 Bab 2: Teka-Teki yang Menarik
3 Bab 3. Teka-Teki yang Mengganggu
4 Bab 4. Pertemuan yang Membingungkan
5 Bab 5. Kepastian Hati
6 Bab 6. Festival Seni dan Budaya SMA Gonzaga.
7 Bab 7. Perubahan yang Terlihat di Kantin
8 Bab 8. Keheningan yang Terguncang
9 Bab 9. Langkah Baru dalam Hujan
10 Bab 10. Jalan Pulang yang Lain
11 Bab 11. Jalan yang Tak Pernah Sama
12 Bab 12. Dua Hati, Satu Luka
13 Bab 13. Pilihan yang Tidak Mudah
14 Bab 14. Bayang-Bayang yang Membekukan SMAGA
15 Bab 15. Ketegangan yang Semakin Membeku
16 Bab 16. Hati yang Terluka
17 Bab 17. Keheningan yang Menyembuhkan
18 Bab 18. Hujan yang Menyisakan Luka
19 Bab 19. Di Balik Pintu Rumah Itu
20 Bab 20. Menyepi dari Keramaian
21 Bab 21. Antara Peran dan Perasaan
22 Bab 22. Melindunginya adalah Harga Mati
23 Bab 23. Rahasia di Balik Jendela
24 Bab 24. Ruang Amarah
25 Bab 25. Jejak di Tengah Keraguan
26 Bab 26. Lingkaran yang Retak
27 Bab 27. Rumit
28 Bab 28. Dia, Lebih Rapuh dari Yang Terlihat
29 Bab 29. Luka yang Tak Terlihat
30 Bab 30. Kota Malang, dan Banyak Kisah
31 Bab 31. Satu Meja, Dua Impian
32 Bab 32. Rumah Runtuh
33 Bab 33. Alastar dan Perasaannya
34 Bab 34. Terkejar Akhirnya Tak Tergapai
35 Bab 35. Jejak Hujan dan Rasa yang Tertinggal
36 Bab 36. Di Antara Hening dan Kata-Kata
37 Bab 37. Langit yang Retak
38 Bab 38. Ketulusan di Balik Luka
39 Bab 39. Teka-teki di Balik Tragedi
40 Bab 40. Jalan Menuju Kebenaran
41 Bab 41. Garis Terdepan
42 Bab 42. Langit yang Gelap dan Alastar yang Gelisah
43 Bab 43. Malang, Kota dengan Segala Keresahan Penduduknya
44 Bab 44. Menanti Sebuah Kabar
45 Bab 45. Pertemuan yang Tak Terduga
46 Bab 46. Jarak
47 Bab 47. Menyepi dari Keramaian Kota
48 Bab 48. Semesta dengan Segala Candaannya
49 Bab 49. Kacau
50 Bab 50. Keterlambatan yang Menyakitkan
51 Bab 51. Di Antara Pilihan yang Tak Selesai
52 Bab 52. About Alastar
53 Bab 53. Saat Perasaan Tak Pernah Sampai
54 Bab 54. Jejak yang Tak Pernah Lenyap
55 Bab 55. Jejak yang Tak Terlihat
56 Bab 56. Langit yang Menuntut Jawaban
57 Bab 57. Retakan Kepercayaan: Luka yang Tertinggal
58 Bab 58. Di Balik Ingatan yang Luntur
59 Bab 59. Bayang-bayang Penghianatan
60 Bab 60. Semesta Memang Senang Menguji
61 Bab 61. Tautan Tak Terlihat
62 Bab 62. Di Balik Luka dan Rahasia
63 Bab 63. Luka yang Seolah Tak Pernah Merasa Cukup
64 Bab 64. Ayah Peran yang Sudah Lama Pudar
65 Bab 65. Rumah Bukan yang Ternyaman
66 Bab 66. Luka yang Tak Terlihat
67 Bab 67. Keputusan di Persimpangan
68 Bab 68. Bandung yang Asing
69 Bab 69. Manusia dengan Hati yang Pernah Patah
70 Bab 70. Penuh Teka-Teki
71 Bab 71. Kabar Baik untuk Alastar
72 Bab 72. Sesuatu yang Tidak Bisa di Paksa, Perasaan.
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab 1. Alastar
2
Bab 2: Teka-Teki yang Menarik
3
Bab 3. Teka-Teki yang Mengganggu
4
Bab 4. Pertemuan yang Membingungkan
5
Bab 5. Kepastian Hati
6
Bab 6. Festival Seni dan Budaya SMA Gonzaga.
7
Bab 7. Perubahan yang Terlihat di Kantin
8
Bab 8. Keheningan yang Terguncang
9
Bab 9. Langkah Baru dalam Hujan
10
Bab 10. Jalan Pulang yang Lain
11
Bab 11. Jalan yang Tak Pernah Sama
12
Bab 12. Dua Hati, Satu Luka
13
Bab 13. Pilihan yang Tidak Mudah
14
Bab 14. Bayang-Bayang yang Membekukan SMAGA
15
Bab 15. Ketegangan yang Semakin Membeku
16
Bab 16. Hati yang Terluka
17
Bab 17. Keheningan yang Menyembuhkan
18
Bab 18. Hujan yang Menyisakan Luka
19
Bab 19. Di Balik Pintu Rumah Itu
20
Bab 20. Menyepi dari Keramaian
21
Bab 21. Antara Peran dan Perasaan
22
Bab 22. Melindunginya adalah Harga Mati
23
Bab 23. Rahasia di Balik Jendela
24
Bab 24. Ruang Amarah
25
Bab 25. Jejak di Tengah Keraguan
26
Bab 26. Lingkaran yang Retak
27
Bab 27. Rumit
28
Bab 28. Dia, Lebih Rapuh dari Yang Terlihat
29
Bab 29. Luka yang Tak Terlihat
30
Bab 30. Kota Malang, dan Banyak Kisah
31
Bab 31. Satu Meja, Dua Impian
32
Bab 32. Rumah Runtuh
33
Bab 33. Alastar dan Perasaannya
34
Bab 34. Terkejar Akhirnya Tak Tergapai
35
Bab 35. Jejak Hujan dan Rasa yang Tertinggal
36
Bab 36. Di Antara Hening dan Kata-Kata
37
Bab 37. Langit yang Retak
38
Bab 38. Ketulusan di Balik Luka
39
Bab 39. Teka-teki di Balik Tragedi
40
Bab 40. Jalan Menuju Kebenaran
41
Bab 41. Garis Terdepan
42
Bab 42. Langit yang Gelap dan Alastar yang Gelisah
43
Bab 43. Malang, Kota dengan Segala Keresahan Penduduknya
44
Bab 44. Menanti Sebuah Kabar
45
Bab 45. Pertemuan yang Tak Terduga
46
Bab 46. Jarak
47
Bab 47. Menyepi dari Keramaian Kota
48
Bab 48. Semesta dengan Segala Candaannya
49
Bab 49. Kacau
50
Bab 50. Keterlambatan yang Menyakitkan
51
Bab 51. Di Antara Pilihan yang Tak Selesai
52
Bab 52. About Alastar
53
Bab 53. Saat Perasaan Tak Pernah Sampai
54
Bab 54. Jejak yang Tak Pernah Lenyap
55
Bab 55. Jejak yang Tak Terlihat
56
Bab 56. Langit yang Menuntut Jawaban
57
Bab 57. Retakan Kepercayaan: Luka yang Tertinggal
58
Bab 58. Di Balik Ingatan yang Luntur
59
Bab 59. Bayang-bayang Penghianatan
60
Bab 60. Semesta Memang Senang Menguji
61
Bab 61. Tautan Tak Terlihat
62
Bab 62. Di Balik Luka dan Rahasia
63
Bab 63. Luka yang Seolah Tak Pernah Merasa Cukup
64
Bab 64. Ayah Peran yang Sudah Lama Pudar
65
Bab 65. Rumah Bukan yang Ternyaman
66
Bab 66. Luka yang Tak Terlihat
67
Bab 67. Keputusan di Persimpangan
68
Bab 68. Bandung yang Asing
69
Bab 69. Manusia dengan Hati yang Pernah Patah
70
Bab 70. Penuh Teka-Teki
71
Bab 71. Kabar Baik untuk Alastar
72
Bab 72. Sesuatu yang Tidak Bisa di Paksa, Perasaan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!