Cerita ini hanya fiktif belaka, hasil kehaluan yang hakiki dari Author gabut. Silahkan tinggalkan jejak jempol setelah membaca dan kasih bintang lima biar karya ini melesat pesat. Percayalah Author tanpa Readers hanyalah butiran debu.
Siti dan Gandhi tetiba menjadi pasangan nikah dadakan, karena Siti menghindar perjodohan dari sang ayah yang akan di pindah tugas keluar Pulau.
Sebelumnya Siti sudah punya kekasih, tetapi belum siap untuk menikahinya. Jadilah Gandhi yang bersedia di bayar untuk menjadi suami pura-pura hingga Arka siap meminang Siti.
Isi rumah tangga Siti dan Gandhi tentu saja random, isi obrolan mereka hanya tentang kapan cerai di setiap harinya.
Mari kita simak bagaimana akhir rumah tangga Siti dan Gandhi yang sejak awal berniat bercerai. Apakah sungguh berpisah atau malah bucin akut?
Happy Reading All
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmeLBy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 : PENGADILAN AGAMA
Siti tidak bisa menjawab pertanyaan Gandhi. Baginya bebannya semakin berat, lebih berat dari masalah Skripsi yang tidak bisa ia buat sendiri kemarin. Patah hatinya baru terjadi oleh Arka dan Nira. Sekarang ia malah sudah di mintai kepastian oleh Gandhi, suami bayarannya tersebut.
"Gan, gua udah bayar loe 4 kali, bahkan di usia pernikahan kita baru jalan 2 bulan. Artinya loe masih utang 20 juta sama gua." Ujar Siti yang ingat betul sudah berapa nominal yang ia kirim ke rekening Gandhi.
"Gampang, gua bisa balikin kok. Belum ke pake ini semua duit loe." Ujar Gandhi seolah memang ingin cepat bercerai saja dengan Siti.
"Kalo gitu ya udah, besok kita kemana supaya kita bisa cerai." Jawab Siti tidak mau berlama-lama berhutang budi dengan manusia macam Gandhi. Bukankah Gandhi ini orang asing baginya, teman dan kekasih saja jahat padanya. Apalagi orang yang baru ia kenal ini.
"Ke pengadilan agama kali, buat laporan kita mau udahan." Jawab Gandhi yang juga tidak ada pengalaman untuk melakukan perceraian.
"Oh gitu. Oke. Begitu gua keluar Rumah sakit. Kita langsung ke sana. Tapi loe yang jemput gua. Mobil gua gak ada." Jawab Siti. Keduanya pun bersepakat.
Semudah mereka meminta orang tua memberi restu untuk menikahkan mereka. Dalam perkiraan keduanya akan segampang itukah mengurus perceraian pada pernikahan yang mereka lakukan secara resmi dua bulan lalu.
Siti dan Gandhi saling tatap, saat sudah berada di Pengadilan Agama, saat mereka menanyakan prosedur perceraian atas pernikahan mereka.
"Jadi antara bapak dan ibu, siapa yang menggugat?" tanya petugas pada keduanya.
"Kamu aja." Tunjuk Gandhi pada Siti.
"Ih, kok aku. Kenapa gak kamu saja?" Siti balas juga tidak tau apa bahan gugatannya pada gandhi.
"Ya... bilang saja elo gua peras selama ini." Ujar Gandhi menunjuk Siti dengan mulutnya.
"Gak di peras juga sih, ini kan kesepakatan kita." Jawab Siti yang kadang telat mikir.
"Oh, begini saja. Kalian lengkapi dulu persyaratannya. Juga pikirkan alasan gugatan yang masuk akal. Silahkan ke sini lagi, kalo persiapannya sudah matang." Petugas yang melayani mereka agak bingung dengan pasangan yang mau bercerai ini, begitu akur ingin bercerai tetapi tidak punya alasan untuk bercerai. Unik kan.
"Oh, iya." Ujar Siti mengumpulkan beberapa berkas di depannya bersiap akan pulang saja.
"Iya." Ujar petugas itu berdiri akan mempersilahkan tamunya untuk pulang.
"Eh, biasanya supaya lekas cerai. Kasusnya apa?" tanya Siti berbalik saat sudah tiga langkah meninggalkan petugas itu.
"Banyak Buk."
"Yang paling cepat apa?" cecar Siti lagi.
"KDRT." Jawab petugas itu asal saja. Beg0nya Siti mengangguk tanda mengerti.
Keduanya sudah tiba di rumah kontrakan dengan motor butut milik Gandhi. Ternyata di teras sudah ada Manisa duduk dengan tenang di sana menunggu Gandhi.
"Kak Siti gak apa-apa? lukanya di mana saja?" Oh, ternyata Manisa sudah di berikan kabar tentang kecelakaan kemarin. Entah ia di perintahkan Gandhi atau apa, sehingga anak itu sudah di rumah itu dengan wajah cemas.
"Gua gak apa-apa." Jawab Siti agak bete melihat Manisa, juga tidak puas dengan usaha bercerainya yang ternyata tidak mudah.
"Aku masak ya kak." Ujar manisa sudah masuk dengan lincahnya. Pergi ke dapur memeriksa lemari penyimpanan di sana untuk mengeksekusi bahan makanan yang bisa ia olah.
"Permisi kak Siti. Maaf, ada pakaian kotor ? Manisa mau nyuci pakaian kak Gandhi, biar sekalian." Manisa sudah dengan sopan mengetuk pintu kamar Siti dan berdiri di ambang pintu itu.
"Heh, masuk aja Sa. Tuh, di pojokan. Sema yang di belakang pintu juga kotor, di dalam keranjang di kamar mandi juga." Aji mumpung dong, Siti memerintahkan Manisa yang posisinya di hati Gandhi sebagai apa ia tidak tau.
Siti tertidur di atas kasur empuk kamarnya, lelah jiwa raganya setelah kejadian kemarin, di tambah kisah drama pendek pagi ini selepas keluar rumah sakit. Cukup menjadi alasan untuk memilih tidur saja hampir seharian. Hingga pukul 3 sore ia baru berhasil membuka matanya.
"Kak Siti sudah bangun. Makan yuk, kak." Ajak Manisa yang ternyata menunggunya bangun sejak tadi.
"Hem." Ujar Siti sambil berjalan ke meja makan untuk menikmati masakan Manisa.
"Gandhi mana?" tanya Siti pada Manisa yang sudah menyiapkan piring untuk Siti, persis asisten rumah tangga saja.
BERSAMBUNG ...
Kisah mereka kurang greget yak?
Kok sepi beeut like komen nya
Sedih Nyak tuh
ujan ujan gitu, mknya cakit/Grin//Grin/
🏃🏃🏃🏃🏃🏃
Keren kok alurnya