Tak kunjung garis dua, Inara terpaksa merelakan sang Suami untuk menikah lagi. Selain usia pernikahan yang sudah lima tahun, ibu mertuanya juga tak henti mendesak. Beliau menginginkan seorang pewaris.
Bahtera pun berlayar dengan dua ratu di dalamnya. Entah mengapa, Inara tak ingin keluar dari kapal terlepas dari segala kesakitan yang dirasakan. Hanya sebuah keyakinan yang menjadi penopang dan balasan akhirat yang mungkin bisa menjadi harapan.
Inara percaya, semua akan indah pada waktunya, entah di dunia atau di akhirat kelak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Oktafiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Pengusiran
Arjuna dan Nadya telah tiba di Bandara Ngurah Rai ketika matahari mulai berarak menuju peraduan. Rasa lelah dalam perjalanan sudah terasa. Belum lagi leher Arjuna yang terasa sakit akibat menahan gerak agar Nadya tidak terganggu dalam tidurnya.
"Sakit sekali ya, Mas? Maaf ya. Gara-gara aku Mas harus pegal-pegal," sesal Nadya merasa bersalah.
Arjuna meringis. "Tidak masalah. Ayo, kita harus segera ke hotel agar bisa beristirahat," ajak Arjuna lalu menggandeng lengan Nadya agar segera mengikuti dirinya.
Nadya yang tiba-tiba di gandeng, merasakan pipinya memanas. Perlakuan manis itu membuat jantungnya porak-poranda. Bahkan ketika sudah berada di dalam taksi yang Arjuna hentikan, tangannya masih digenggam erat.
Bibir Nadya tak mampu menyembunyikan rasa bahagia yang kini sedang hinggap di hatinya. "Kenapa?" tanya Arjuna heran ketika melihat Nadya justru tak berhenti tersenyum dengan mata tak berpaling menatap dirinya.
Nadya menggeleng. "Tidak. Aku hanya sedang bahagia karena bisa ke sini bersama kamu, Mas," jawab Nadya tak sepenuhnya berbohong.
Arjuna mengangguk lalu melepas genggaman tangannya. Baru sedetik Nadya merasa kehilangan, tangan itu kini telah hinggap di puncak kepala, lalu mengacak-acak rambutnya lembut. Rambut Nadya yang diacak-acak tetapi hatinya yang berantakan.
Arjuna tidak tahu saja jika perlakuan manis itu membuat Nadya berharap. Berharap suatu saat ini suaminya itu akan mencintai dirinya.
Satu jam perjalanan, keduanya tiba di hotel yang telah Bu Azni reservasi. Melihat kasur berukuran king size yang terlihat begitu empuk, Arjuna tidak tahan untuk segera merebahkan diri.
Setelah meletakkan koper di sudut ruangan, Arjuna segera melemparkan diri pada kasur empuk tersebut. Nadya yang melihat itu, hanya geleng-geleng kepala dengan bibir yang tertarik berlawanan arah.
"Jalan-jalan nya besok saja ya, Nad. Hari ini kita istirahat dulu. Aku sangat lelah," ucap Arjuna dengan mata yang sudah terpejam. Dari suaranya, pasti tidak akan lama Arjuna terlelap.
Benar saja. Ketika Nadya kembali bersuara, tak ada lagi sahutan dari suaminya. Nadya menghela napas pelan. Bayangan jalan-jalan ke Kuta saat sore hari sirna seketika.
Daripada pusing dibuatnya, Nadya memilih untuk mengguyur tubuh di bawah pancuran shower. Lalu dia akan berendam di jacuzzi agar pikirannya lebih tenang.
...----------------...
Selepas sholat ashar, Nara memilih untuk keluar dari kamar. Mungkin menyiram tanaman akan membuat gejolak cemburu di dadanya mereda.
Ketika telah berada di lantai bawah, Bu Azni tampak menatap dirinya tak suka. Beliau beranjak dari sofa yang semula menjadi tempat duduknya, demi bisa menghampiri Nara.
"Mau kemana kamu?" tanya Bu Azni ketus dengan kedua lengan berkacak pinggang.
"Mau menyiram tanaman, Ma," jawab Nara santai.
Bu Azni mengangguk-angguk tanda paham. "Pasti mau menenangkan diri bukan? Kasihan," ejek beliau tak berperasaan.
Nara hanya diam dan enggan menanggapi. Daripada telinganya panas, Nara berniat untuk berlalu. Namun, cekalan kencang di tangannya membuat Nara meringis ngilu. "Aw!" adunya ketika telapak tangan ibu mertuanya mencengkeram kuat.
"Kamu harusnya tahu jika Mama tidak akan membiarkan siapapun merusak kebahagiaan Mama. Dan kamu telah melakukannya dengan membuat Antika keluar dari sini," ucap Bu Azni dengan menggertakkan gigi.
"Kenapa semua kesalahan selalu di limpahkan padaku? Tidak bisakah Mama dan Antika sadar diri jika apa yang saat menimpa kalian adalah hasil dari perbuatan di masa lalu?" jawab Nara mulai geram.
"Ini rumah Mama. Apa perlu Mama tekankan lagi?" Bu Azni kembali berucap seakan ingin menunjukkan jika dirinyalah yang paling berkuasa.
Nara mengangguk membenarkan. "Aku tahu kok, Ma."
Bu Azni melepas cengkeraman pada lengan Nara hingga meninggalkan bekas kemerahan di sana. "Bagus kalau kamu sadar diri. Jadi, karena kamu tahu akan hal tersebut, pergilah dari rumah ini. Saya tidak ingin melihat kamu besok pagi."
Nara sudah tidak terkejut lagi. "Aku akan keluar dari sini jika Mas Arjuna yang meminta," jawab Nara tegas.
"Tidak bisa. Kamu harus pergi sekarang. Saya muak lihat wajah kamu yang sok polos dan sok suci. Kamu tidak ingin hubungan antara Saya dan Arjuna buruk bukan? Kamu ingin Arjuna berbakti bukan? Jadi, pergilah. Kamu adalah sebab anak saya durhaka."
"Tapi—"
Belum sempat Nara melanjutkan ucapannya, Bu Azni sudah berlalu begitu saja meninggalkan dirinya. Sebenarnya, ini adalah kesempatan yang baik untuk Nara pergi. Ibu mertuanya yang telah mengusir dirinya.
"Baiklah, aku akan pergi saja. Nanti aku tinggal hubungi Mas Arjuna," ucap Nara justru tersenyum bahagia. Rasanya bagai telah terbebas dari beban berat di pundaknya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...mampir juga kesini yuk 👇...