🌹Lanjutan Aku Bukan Wanita Penggoda🌹
Awas baper dan ketawa sendiri! 😁
Ayesha Putri Prayoga, seorang gadis bertubuh gemuk itu menyaksikan langsung kekasih yang sangat ia cintai tengah bercinta dengan sahabatnya sendiri.
Sakit hati Ayesha membuatnya menepi hingga bertemu dengan Kevin Putra Adhitama, pria dingin kaku dan bermulut pedas.
Dan, takdir membawa mereka menjadi sepasang suami istri karena dijodohkan.
Sikap Kevin yang menyebalkan selama pernikahan membuat banyak perubahan dalam diri Ayesha termasuk tubuh gemuknya, hingga semakin hari Kevin pun semakin terpesona dengan kepribadian sang istri.
Namun di saat benih cinta itu muncul, Ayesha kembali dekat dengan mantan kekasihnya yang muncul sebagai partner kerjanya di kantor.
"Ayesha, aku masih mencintaimu dan ingin memilikimu kembali," gumam Tian, mantan kekasih Ayesha dulu yang membuatnya sakit hati.
Mampukah Kevin mempertahankan pernikahannya? Siapa cinta yang Ayesha pilih? Suami atau cinta pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedikit perubahan
“Mas,” teriak Ayesha memanggil suaminya yang masih berada di dalam kamar.
“Mas, api.”
Di dalam kamar, Kevin langsung berlari mendengar teriakan sang istri.
“Kenapa bisa begini, Ay? Apa kamu ingin membakar dapurku?” tanya Kevin emosi saat menghampiri sang istri yang merusak dapurnya.
Ayesha hanya diam dan menutup mulutnya. Ia panik, begitu pun Kevin. Pria itu dengan sigap mematikan api yang menyala sangat besar di atas tungku itu, hingga akhirnya api itu padam.
“Kamu tidak aku izinkan untuk menyentuh dapurku lagi. Mengerti!” teriak Kevin did epan wajah Ayesha yang terlihat masih panik. “Cukup hari ini hari terakhir kamu masak. Aku tidak butuh dimasakin sama kamu.”
Ayesha mematung dan melihat Kevin yang sudah beranjak pergi dengan kesal. Seketika, tubuh Ayesha merosot dan mulai terisak.
****
Sudah tiga belas hari, Ayesha menjadi istri putra mahkota keluarga Adhitama yang bernama Kevin. Pria dingin dengan mulut pedas dan sikap tegasnya. Namun, sebenarnya Kevin adalah pria penyayang, hanya saja sikapnya memang menyebalkan.
“Mas, Maaf aku berangkat duluan. Aku hanya membuatkan kamu teh hangat.”
Ayesha menulis pesan itu dan ia letakkan di bawah cangkir yang berisi teh hijau hangat.
Sudah delapan hari Ayesha bekerja dengan berjalan kaki menuju kantor. Awal-awal ia merasa kesal terhadap Kevin yang meninggalkannya begitu saja, padahal ia sudah meminta pria itu untuk menunggu sebentar dan berangkat bersama. Namun ia berpikir lagi, tentu Kevin tidak ingin berangkat bersamanya ke kantor karena bisa jadi pernikahan mereka akan terbongkar. Saat ini saja, rumor pernikahan Kevin sudah diketahui orang-orang yang bekerja di gedung itu, hanya saja merek tidak tahu siapa wanita yang menjadi istri bos yang menjengkelkan itu.
Ayesha bergegas berangkat, sementara Kevin baru saja keluar dari kamar mandi. Ia menggunakan pakaian yang Ayesha siapkan di atas tempat tidur. Walau semula Kevin tidak menggunakan pakaian yang Ayesha siapkan, tetapi sang istri tetap menyiapkannya. Di hari selanjutnya, akhirnya Kevin menggunakan pakaian itu karena sebenarnya pilihan sang istri tidak buruk, hanya saja Kevin terlalu gengsi untuk menyadari itu.
Setelah berpakaian rapi, Kevin keluar menuju dapur dengan mengerlingkan pandangan ke seluruh penjuru. Lagi-lagi, ia tak melihat keberadaan sang istri. Lalu, Kevin berdiri di meja makan dan membaca secarik kertas yang berada di bawah cangkir tehnya.
Kevin tersenyum kecut. “Kamu menghindariku,” gumamnya.
Ya, Ayesha memang menghindari Kevin. Ia lelah dengan mulut pedas pria itu. Apalagi saat tiga hari yang lalu, Ayesha mulai mencoba untuk memasak lagi. Ia mendapat resep dari Nindi yang sering membawa bekal sendiri. Namun niat baik Ayesha tidak terkesan menjadi baik karena ia justru membuat hancur dapur Kevin yang hampir terbakar karena kecerobohannya. Untung saja, Kevin gerak cepat untuk menolongnya.
Kevin murka dan memaki Ayesha dengan kata-kata yang cukup menyakitkan. Akhirnya sejak saat itu, Ayesha berangkat lebih pagi dan pulang lebih malam. Atau jika Kevin pulang malam, Ayesha memilih tidur lebih dulu. Sepasang suami istri ini hampir tidak berkomunikasi dan Kevin sadar bahwa kata-kata yang ia lontarkan pada sang istri sangat keterlaluan.
Ayesha berjalan di tengah ibukota. Ia menelusuri jembatan penyeberangan sambil melihat pemandangan kota pagi hari sebelum ia melewati zebra cros untuk menyeberang lagi ke depan gedung Adhitama.
Ayesha berjalan dengan santai. Namun, ketika ia hendak menunggu lampu merah menjadi lampu hijau, langkahnya dihentikan oleh seorang ibu-ibu tua yang berdagang peyek, makanan khas jawa dengan isi kacang tanah atau ikan asin.
“Neng, beli dagangan ibu,” kata ibu itu memelas di depan Ayesha.
Ayesha pun menatap ibu itu kasihan. “Berapa bu?”
“Satunya sepuluh ribu, Neng. Peyek ini enak, Neng.”
Ayesha tersenyum dan mengambil dompetnya. Lalu mengangguk.
“Mau beli berapa, Neng?” tanya ibu itu lagi.
“Memang ada berapa, Bu?”
“Masih banyak, Neng. Soalnya ibu baru keluar.”
“Ini buat sendiri, Bu?” tanya Ayesha sembari memegang makanan yang terbungkus rapi itu.
Ibu itu pun mengangguk. “Iya, Neng. Lumayan hasilnya buat makan anak-anak.”
Interaksi Ayesha dan pedagang rempeyek itu melewatkan lampu hijau yang menyala, sehingga lampu itu menjadi merah lagi.
Tanpa di sengaja, Kevin melihat istrinya yang sedang interaksi dengan ibu tua itu. Ia yang menggunakan mobil pun menjadi lebih cepat sampai dibanding Ayesha. Ia melihat Ayesha yang tengah memborong dagangan ibu tua itu. Sesaat bibir Kevin pun menyungging senyum. Kemudian, arah matanya terus melihat ke arah Ayesha yang membawa makanan cukup banyak di tangannya. Lalu, wanita itu menyeberangi jalan persis di depan mobil Kevin yang sedang berhenti.
Sesampainya di lobby, Kevin menyerahkan kunci mobilnya pada petugas keamanan disana yang biasa akan memarkirkan mobil bosnya itu ke basement. Di sana, Kevin kembali melihat Ayesha yang sedang memberikan makanan yang ia bawa tadi ke respsionis.
“Wah, makasih Mbak Ay. Sering-sering aja seperti ini.”
“Iya, Mbak Ay. Lumayan ini buat camilan, sama pelengkap makan siang.”
Dua resepsionis itu pun saling bersahutan.
Ayesha tersenyum. “Bagi-bagi ke satpam juga ya.”
“Siap, Mbak Ay.”
Ayesha kembali tersenyum dan melangkah menuju lift. Ia hanya membawa dua bungkus rempeyek itu untuk Nindi. Ia masih berjalan menunduk sambil merapikan barang bawaaanya. Namun saat ia menengadahkan kepala untuk memasuki lift yang terbuka, ternyata di dalam sana Kevin tengah berdiri. Pria itu sengaja menekan tombol terbuka untuk menunggu Ayesha.
“Oh, sepertinya saya salah masuk lift,” gumam Ayesha yang tidak jadi melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift.
Ayesha melihat ke arah lift khusus CEO. Tidak, sepertinya ini memang lift karyawan. Sepertinya justru Kevin yang salah menaikkan lift. Atau ia sengaja ingin satu lift dengan Ayesha dan sengaja menaiki lift ini.
“Ayo masuk!”
Ayesha menggeleng. “Silahkan Bapak lebih dulu.”
“Ck.” Kevin berdecak kesal dan langsung menarik lengan Ayesha untuk masuk. “Ayo cepat! Mumpung belum banyak orang.”
Tangan Ayesha yang ditarik pun membuat langkahnya bergerak maju. Lalu, Kevin langsung menekan tombol tutup setelah Ayesha masuk ke dalam lift.
Ayesha berdiri tanpa suara. Arah matanya pun hanya melihat ke arah angka lift yang terus bergerak. Sementara, Kevin justru tengah menatap Ayesha tanpa kedip. Sepertinya ada sedikit perubahan pada istrinya, tapi apa? Kevin pun masih belum menyadari.
Ya, Ayesha mengalami penurunan berat badan. Walau belum signifikan, tapi perlahan bobotnya turun karena selama delapan hari berjalan kaki ke kantor, tidak mengkonsumsi gula, tidak sarapan, dan hanya makan siang sebagai makan beratnya. Malam harinya, ia hanya menyempatkan diri untuk makan buah saja. Ayesha sendiri belum menyadari bahwa bobot tubuhnya menurun. Namun, dimata Kevin, Ayesha kini terlihat montok dan padat, tidak terlihat wanita berobesitas seperti sebelumnya.
“Aku tidak diberi?” tanya Kevin memecahkan keheningan di dalam lift itu.
Lift bergerak menuju lantai dua. Empat lantai lagi, mereka menjadi orang asing lagi.
“Diberi apa?” Ayesha yang bingung dengan pertanyaan Kevin pun, balik bertanya.
“Kamu memberikan makanan itu pada resepionis, sementara suamimu tidak diberi,” ucap Kevin sambil menunjuk ke arah makanan yang tengah Ayesha bawa.
“Oh, ini.” Ayesha baru mulai menyadari arah pembicaraan Kevin. “Tapi ini untuk Nindi.”
“Untukku tidak ada? Kamu hanya menyisakan untuk orang lain?” tanya Kevin lagi.
Ayesha menggeleng. “Maaf, aku hanya ingat Nindi dikantor ini.”
Tring
Lift pun sampai di lantai enam dan terbuka. Ayesha segera melangkah pergi dan meninggalkan Kevin yang masih berdiri mematung di dalam.
Kevin memandang punggung istrinya dari belakang yang semakin menjauh. Kata-kata Ayesha tadi cukup menyentil hatinya.
Ayesha pun mulai mengeluarkan kata-kata pedas untuk Kevin. Sebenarnya Ayesha selalu berhati-hati dalam berkata. Ia tak ingin ada kata-katanya yang menyinggung orang lain. tapi untuk Kevin pengecualian, karena pria itu sendiri yang mengajarkannya menjadi seperti ini.
itu sih namanya bukan cinta tapi nafsu, cinta itu melindungi bukan merusak.