Rumah tangga yang telah aku bangun selama dua tahun dengan penuh perjuangan, mulai dari restu dan segala aspek lainnya dan pada akhirnya runtuh dalam sekejap mata. Aku yang salah atau mungkin dia yang terlalu labil dalam menyelesaikan prahara ini? berjuang kembali? bagaimana mungkin hubungan yang telah putus terbina ulang dalam penuh kasih. Berpaling? aku tidak mampu, segalanya telah habis di dia. Lalu aku harus bagaimana? menerima yang datang dengan penuh ketulusan atau kembali dalam rasa yang setengah mati ini? aku hancur dalam cintanya, segala hal tentang dia membuat aku hancur berantakan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lissaju Liantie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab_030 Gejala
Kenzie terus saja mengikuti langkah Hanin tepat selangkah di belakang sang pamong, keduanya berjalan sambil ngobrol santai lebih mirip seperti sahabat yang sedang saling curhat.
"Maaf soal tadi dok!" Pinta Kenzie yang masih merasa bersalah atas apa yang tadi ia lakukan saat pengecekan pasien yang baru saja selesai menjalani operasi kemaren sore.
"Semua manusia pernah melakukan kesalahan, tapi jangan pernah mengulangi kesalahan yang sama, kamu paham kan maksud aku?" Jelas Hanin yang berakhir dengan mengajukan pertanyaan bahkan dengan menghentikan langkah kakinya.
"Iya dok, saya akan belajar lebih banyak lagi, mohon bimbingannya." Jelas Kenzie yang ikut menghentikan langkahnya.
"Hmmmm, apa kamu sudah makan siang?" Tanya Hanin yang mencoba mengubah aura mencengkam menjadi santai.
"Belum dok." Jawab Kenzie dengan sedikit perasaan lega karena Hanin tidak memarahinya seperti curhatan Hawa kemaren yang sempat di marahi habis-habisan oleh Anand tepat di hari pertamanya magang.
"Ayo ke ruangan aku..." Ajak Hanin dengan senyuman lalu kembali mempercepat langkahnya menuju ruang kerja miliknya.
Kenzie menjawab dengan anggukan kepala lalu segera mengikuti Hanin.
Keduanya tiba di ruang pribadi Hanin, di meja sana tampak kresek yang di penuhi dengan berbagai macam makanan mulai dari makanan berat hingga makanan ringan pun ada. Hanin segera meminta Kenzie untuk cepat-cepat duduk di sampingnya. Lalu tangan Hanin mulai mengeluarkan isi dari kresek-kresek tersebut.
"Apa ini semua punya dokter?" Tanya Kenzie karena tidak percaya dengan apa yang ia lihat, makanan yang memenuhi meja adalah milik seorang dokter yang berbadan mungil dan manis ini.
"Iya, sekedar informasi aja, gini-gini aku banyak makan loh! Udah gitu pemakan segalanya pula!" Jelas Hanin dengan tawa khas miliknya.
Mendengar candaan Hanin membuat Kenzie ikut terbawa suasana, ia tersenyum manis tanpa ia sadari.
"Jangan terlalu di pikirkan, lagi pula kesalahan mu tadi bukan kesalahan yang fatal, dan aku suka cara kamu mengatasinya, tapi tetap saja jangan ada pengulangan kesalahan yang sama." Tegas Hanin dengan tangan yang menepuk pelan bahu kanan Kenzie, membuat Kenzie menatap senyuman indah milik Hanin yang sejak tadi terus merekah di wajah cantiknya.
~~
"Dok, dokter Ria..." Kaivan mencoba menyadarkan Deria yang kini jatuh pingsan dalam dekapannya.
"Ria...." Seru Sean dengan suara lantang dan bergegas menghampiri Kaivan yang sedang bersama dengan Deria.
"Apa yang terjadi? Dia kenapa?" Tanya Sean yang begitu khawatir, ia bahkan segera mengambil alih tubuh Deria ke dalam pangkuannya.
"Tiba-tiba aja pingsan..." Jawab Kaivan gelagapan.
Sean segera menggendong tubuh Deria dengan kedua tangannya lalu segera melarikan Deria menuju ruang IGD.
"Ke ruangan dokter Hanin aja pak, lebih dekat." Saran Kaivan yang juga ikut berlari di belakang Sean.
Tanpa jawaban Sean langsung berbelok menuju ruangan Hanin yang hanya berjarak beberapa langkah lagi dari posisi dia sekarang. Dengan sigap Kaivan langsung membuka pintu ruangan Hanin tanpa mengetuknya lebih dulu, ulah Kaivan membuat Hanin dan Kenzie yang sedang menikmati makan siangnya di sofa sana seketika langsung menoleh kearah pintu masuk.
"Hanin..." Ujar Sean.
"Abang, kak Ria...? Apa yang terjadi...?" Tanya Hanin yang bahkan langsung meninggalkan nasinya begitu saja.
"Tiba-tiba dokter Ria pingsan, tangannya gemetar dan wajahnya terlihat begitu pucat." Jelas Kaivan.
Hanin segera meminta Sean untuk membaringkan Deria keatas tempat tidur agar ia bisa segera melakukan pemeriksaan.
"Kenzie, ambilkan peralatan pemeriksaan!" Perintah Hanin yang langsung dilaksanakan oleh Kenzie.
Kaivan juga ikut membantu Kenzie untuk mempersiapkan apa yang Hanin butuhkan, pemeriksaan pun mulai di lakukan oleh Hanin dengan dibantu oleh dua orang dokter muda di sisi kanan dan kirinya. Ketiganya tampak lihai dalam bekerja sama membuat Sean hanya mematung memperhatikan ketiganya bekerja.
"Kak Ria..." Hanin mencoba memanggil Deria dengan pelan setelah mengecek kondisi matanya.
"Hanin..." Ujar Deria dengan suara parau dan mata yang perlahan yang terbuka dengan sempurna.
"Bisa tinggalkan kami berdua sebentar?" Tanya Hanin dengan langsung menatap kearah Sean.
"Baik dok!" Jawab Kenzie dan segera keluar dengan menarik Kaivan ikut bersamanya sedangkan Sean masih tak bergeming sama sekali dari tempatnya.
"Abang juga..." Tegas Hanin.
"Abang mau tetap disini, abang harus bicara dengan mu tentang situasi tadi saat kami datang ke ruang ini tapi sebelum itu abang harus memastikan keadaan Ria lebih dulu." Jelas Sean yang enggan beranjak sedikitpun dari sana.
"Abang, ada hal yang harus aku bicarakan secara pribadi dengan ka Ria. Dan tentang apa yang ingin abang bicarakan dengan aku, aku janji, aku bakal menemui abang nanti." Jelas Hanin.
"Tapi..." Protes yang Sean ajukan langsung terhenti saat tatapan dingin dan horor milik Hanin tertuju padanya.
"Baiklah, tapi sebelum itu katakan pada abang bagaimana kondisi Ria saat ini? Dia sakit apa?" Tanya Sean.
"Hanya gejala demam biasa aja, minum obat dan istirahat yang cukup saja sudah memadai kok, kak Ria baik-baik saja." Jelas Hanin.
"Kamu tidak sedang membodohi abang kan?" Sean mencoba memastikan kalau apa yang Hanin katakan adalah benar adanya.
"Terserah abang lah mau percaya atau nggak, udah sana buruan keluar!" Tegas Hanin.
"Aku baik-baik saja pak Sean, maaf sudah merepotkan bapak." Pinta Deria.
Kata-kata yang Deria ucapan terdengar begitu formal dan sopan, jauh berbeda dari seperti biasa-biasanya hal tersebut membuat Hanin terheran-heran namun ia menutup rapat rasa anehnya itu.
"Ria, hmmmm aku akan kembali ke ruangan ku, istirahat lah yang cukup dan jangan lupa minum obat yang akan Hanin resep kan nantinya." Jelas Sean dan lekas keluar dari sana meski dengan langkah yang begitu pelan.
"Ada apa Hanin? Apa ada yang bermasalah dengan tubuh ku?" Tanya Deria setelah Sean benar-benar keluar dari sana.
"Apa kakak tidak merasakan sesuatu yang berbeda dari tubuh kakak?" Hanin justru balik mengajukan pertanyaan lainnya yang cukup membuat Deria kebingungan.
"Hmmmm, selama seminggu ini aku sering kali linglung nggak jelas, mudah kecapean, lelah, pening dan tiba-tiba mual, apa mungkin aku menderita kank..." Deria menggantungkan ucapannya saat Hanin menatapnya dengan penuh amarah yang siap meledak.
"Kanker? Apa benar kalau kak Ria itu seorang dokter? Kenapa langsung menerka dan memvonis tanpa kejelasan?" Gumam Hanin kesal.
"Ya, itu berdasar gejala yang aku rasakan!" Jelas Deria.
"Gejala apa?" Tanya Dariel yang perlahan masuk lalu melangkah mendekati Hanin dan Deria.
"Kenapa dokter bisa ada disini?" Tanya Hanin.
"Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Abyan dan teman-temannya tadi. Dokter Hanin, apa kamu sudah memeriksa keadaan Ria? Bagaimana keadaannya?" Tanya Dariel khawatir.
"Waaaaah, Ria? Dokter memanggilnya dengan Ria tanpa embel-embel dokter di belakangnya? Apa aku ketinggalan info? Apa ada yang tidak aku tau tentang kedekatan kalian berdua?" Tanya Hanin yang menatap Dariel dan Deria secara bergantian.
"Hanin, jangan berpikir terlalu jauh." Tegas Deria.
"Terlalu jauh? Apanya yang terlalu jauh?" Tanya Hanin.
"Deria, aku rasa aku tidak lagi bisa bersembunyi terlalu lama, aku jatuh cinta pada mu, aku mencintai mu." Ungkap Dariel dengan suara lantang disusul dengan suara nyaring dari arah pintu sana.