Wanita, seorang insan yang diciptakan dari tulang rusuk adamnya. Bisakah seorang wanita hidup tanpa pemilik rusuknya? Bisakah seorang wanita memilih untuk berdiri sendiri tanpa melengkapi pemilik rusuknya? Ini adalah cerita yang mengisahkan tentang seorang wanita yang memperjuangkan kariernya dan kehidupan cintanya. Ashfa Zaina Azmi, yang biasa dipanggil Azmi meniti kariernya dari seorang tukang fotokopi hingga ia bisa berdiri sejajar dengan laki-laki yang dikaguminya. Bagaimana perjalanannya untuk sampai ke titik itu? Dan bagaimana kehidupan cintanya? Note: Halo semuanya.. ini adalah karya keenam author. Setiap cerita yang author tulis berasal dari banyaknya cerita yang author kemas menjadi satu novel. Jika ada kesamaan nama, setting dan latar belakang, semuanya murni kebetulan. Semoga pembaca semuanya menyukainya.. Terimakasih atas dukungannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Memasrahkan Diri
Bersama Abei, Priyo melakukan beberapa pemeriksaan dan mengikuti semua instruksi. Kini dirinya sedang di dalam ruangan dokter, menunggu hasil dari laboratorium.
“Semua fungsi bagus. Hanya saja kemampuan ereksi dan ejakulasi yang terhambat. Apakah ada trauma sebelumnya?” Tanya dokter andrologi yang telah melakukan pemeriksaan.
“Tidak ada, dok.” Jawab Priyo.
“Apakah sekarang sudah beristri?”
“Sudah.”
“Apakah sudah…” Priyo segera menggeleng.
“Kenapa?”
“Saya takut mengecewakannya, dok.”
“Bisa dimengerti. Tetapi untuk kasus Bapak, sebaiknya dibicarakan dengan istri agar bisa mencari jalan keluar bersama. Peran istri disini sangat penting untuk membantu Bapak dalam mengatasinya.” Priyo terdiam.
“Tidak bisakah saya mengkonsumsi obat, dok?”
Priyo menyadari kemampuannya setelah menikah dengan Azmi karena selama ini ia tidak berkeinginan kearah sana. Baginya berhubungan adalah saat sudah dihalalkan. Tetapi ia justru terlambat menyadari jika dirinya kekurangan.
“Obat tidak bisa menyembuhkan, Pak. Obat itu hanya sebagai perantara.”
Priyo melemas. Ia tidak mau Azmi tahu keadaannya. Ia tidak ingin melihat Azmi kecewa. Cukup beberapa kali ia mengecewakan Azmi yang baik. Tetapi bagaimana caranya ia bisa sembuh? Apa perlu ia mencari pengobatan alternatif?
Ia meninggalkan ruangan dokter dengan berbagai macam pikiran bergelayut. Ia yang awalnya berpegang keyakinan untuk menyamakan prinsip sebelum menggauli istrinya, sekarang harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya tidak bisa memenuhi nafkah batin sang istri.
“Bagaimana hasilnya?” Tanya Abei yang sedari tadi menunggu Priyo diluar ruangan.
“Baik.”
“Alhamdulillah. Berarti tidak ada masalah. Tetapi kenapa mukamu seperti dunia akan runtuh?”
“Aku hanya bahagia sampai tidak bisa berkata-kata.”
“Dasar!” Abei memukul lengan Priyo.
Priyo akan menyembunyikan kenyataannya. Baik dari Azmi ataupun dari Abei. Walaupun ia harus berbohong. Sebelum pulang, Abei mengajak Priyo singgah di pasar Senaken untuk berbelanja. Tetapi Priyo terkejut dengan stand yang didatangi Abei.
“Gila!” Seru Priyo.
“Siapa?”
“Kamu!” Priyo berjalan menjauh dari stand tersebut.
“Hey! Membelikan istri pakaian dinas itu tidak gila. Justru melengkapi keharmonisan rumah tangga.” Abei menarik tangan Priyo dan memberikan beberapa pilihan untuknya.
Mau tak mau, Priyo memilih beberapa dengan ukuran standar. Entah kapan Azmi bisa mengenakan untuknya, yang penting ia bisa membungkam mulut Abei.
Setelah membeli pakaian dinas, keduanya kembali ke Batukajang. Priyo berdiri sejenak didepan pintu. Tidak ada Azmi yang biasanya menyambut kedatangannya. Tidak ada senyum Azmi, rumah terasa sepi. Ia menghela nafas dalam. Padahal ia tahu istrinya sedang berada di rumah orang tuanya, tetapi ia seperti sedang ditinggal pergi jauh.
Di sisi lain.
Azmi mengisi waktunya dengan membantu kedua orang tuanya menjaga warung dan mengerjakan pekerjaan rumah. Ia juga memperlihatkan skil memasaknya, walaupun Egi masih mengejeknya karena masakannya terlalu simpel. Akhirnya Azmi belajar memasak bersama Egi.
“Bagus juga Kakak belajar memasak seperti ini. Ada pepatah mengatakan, kalau mau menarik hati suami itu dengan mengenyangkan perutnya.”
“Kamu dengar darimana?”
“Entah! Aku juga lupa. Intinya, kalau mau dicintai suami harus bisa membuatnya puas dengan makanan yang dimasak.”
“Mana ada pepatah seperti itu? Kamu salah dengar mungkin.”
“Bisa jadi.” Egi jadi meragukan ingatannya.
“Habis ini, apalagi yang dimasukkan?”
“Daun bawang, Kak.”
Mereka sedang membuat soto. Walaupun sedikit ribet, Azmi mengingat semua step-step yang diajarkan Egi. Siapa tahu peribahasa yang dikatakan Egi sebelumnya ada benarnya. Dalam hati Azmi berharap seperti itu, agar suaminya mau menganggap dirinya ada.
“Mi, kenapa suami kamu belum jemput?” Tanya Ayah Azmi.
“Mas belum ada mengabari, Yah. Mungkin urusannya belum selesai.”
“Urusan apa sebenarnya?”
“Bukankah Ayah kemarin sempat mengobrol?”
“Iya. Tapi dia tidak ada cerita, hanya mengatakan ada urusan di Grogot dengan temannya yang bernama Abei.”
“Azmi juga tahunya itu, Yah.”
“Ya sudah, tunggu saja.”
Azmi melanjutkan masakannya. Sebenarnya ia juga khawatir Priyo belum ada mengabarinya sama sekali karena walau bagaimana pun, Priyo adalah suaminya.
Pukul 9 tepat, Priyo datang kerumah kedua orang tua Azmi. Ia mengobrol bersama Ayah Azmi sampai pukul 11. Azmi bertekad menunggu suaminya masuk ke kamar, sehingga ia menahan kantuknya.
“Kenapa belum tidur?” Tanya Priyo yang baru saja masuk ke dalam kamar.
“Aku sengaja menunggu, Mas.”
“Ayo tidur, kamu sudah mengantuk!”
“Tapi aku ingin tahu urusan apa yang kamu lakukan sampai tidak mengabariku.”
“Besok saja, ya? Priyo memeluk Azmi dan menarik tubuhnya hingga tidur sejajar.
Azmi yang mendapatkan perlakuan baru, merasa sangat bahagia sehingga melupakan apa yang ingin ia tanyakan. Malam itu mereka pun tidur sambil berpelukan untuk pertama kalinya. Priyo terbangun pukul 3 pagi saat merasa ada yang aneh diantara kakinya.
Ia mendapati dirinya tegak tetapi bingung mau apa. Akhirnya Priyo membangunkan Azmi.
“Mi..” bisik Priyo.
“Mi..”
“Iya, Mas?” Jawab Azmi dengan suara parau.
Priyo menarik dagu Azmi dan menyatukan bibir mereka. Azmi membelalakkan mata mendapati perlakuan suaminya, tetapi ia mulai bisa mengikuti saat Priyo mulai menerobos masuk. Keduanya yang sama-sama awam saling melepaskan saat kehabisan oksigen.
“Bolehkah?” Tanya Priyo yang mendapatkan anggukan Azmi.
Dalam hati Priyo ingin membuktikan dirinya, sementara Azmi yang sudah siap memberikannya sejak lama memasrahkan diri. Priyo mulai bermain dengan area tubuh Azmi, mengikuti instingnya.
Sampai saat Azmi sudah sangat sensitif, Priyo mulai mencoba mengetuk pintu. Akan tetapi, baru beberapa kali berusaha Priyo sudah keluar lebih dulu. Harga dirinya sangat terluka.
“Maafkan aku, Mi.” Bisik Priyo.
Azmi mencoba mengatur nafasnya yang memburu dan beristigfar dalam hati. Ia tahu cairan apa yang mengenainya. Jika dari yang ia tahu, biasanya akan perlu waktu baginya untuk bisa dimasuki. Kini suaminya yang lebih dulu bahkan sebelum bisa mengetuk pintu, membuatnya berpikir mungkin tidak semua yang dikatakan orang sama.
“Tidak apa-apa, Mas. Kita masih bisa mencobanya lain kali.” Azmi tidak ingin menyinggung perasaan suaminya.
“Maaf..” Priyo memeluk Azmi dan memejamkan mata.
Azmi juga memejamkan matanya, berharap lain kali mereka bisa saling memenuhi.
Tetapi harapan Azmi tak sejalan dengan kenyataan, karena sebulan kemudian Priyo melayangkan talak kepadanya tepat di 3 bulan pernikahan mereka.