Dinda, 24 tahun, baru saja mengalami patah hati karena gagal menikah. Kehadiran seorang murid yang bernama Chika, sedikit menguras pikirannya hingga dia bertemu dengan Papa Chika yang ternyata adalah seorang duda yang tidak percaya akan cinta, karena kepahitan kisah masa lalunya.
Akankah cinta hadir di antara dua hati yang pernah kecewa karena cinta? Mampukah Chika memberikan seorang pendamping untuk Papanya yang sangat dia sayangi itu?
Bila hujan tak mampu menghanyutkan cinta, bisakah derasnya menyampaikan rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada Yang Usil
Akhirnya setelah selesai sarapan pagi, Dio, Chika dan Dinda mulai naik ke dalam mobil, mereka akan segera berangkat ke Bandung.
Dinda tidak punya pilihan lain, sebenarnya dengan Dio dan Chika ikut bersamanya, itu membuatnya sangat risih dan tidak nyaman.
Namun Dinda juga tidak punya alasan yang kuat untuk menolak mereka.
Apalagi Chika yang terlihat sangat antusias untuk ikut Dinda pulang ke Bandung.
Dinda berpikir bahwa Chika hanya butuh refreshing dan perhatian, selama ini anak itu begitu kesepian, apalagi dengan papanya yang selalu mabuk-mabukan seperti itu.
Rasa belas kasih Dinda terhadap Chika mengalahkan rasa tidak sukanya pada Dio. Apalagi Dio telah melecehkannya semalam, walaupun itu tidak di sengaja.
"Papa, kita akan naik apa ke Bandung Nanti? Apakah kita akan naik mobil? Lalu kapan sampainya?" tanya Chika.
"Kita naik mobil saja, lagipula Bandung juga tidak terlalu jauh dari Jakarta!" sahut Dio sambil matanya tetap menatap lurus ke depan.
Dinda yang duduk di jok tengah mobil itu, nampak diam saja sedaritadi. Dia juga enggan berbicara apapun, apalagi di situ ada Dio, kalau dengan Chika, Dinda bisa bicara lepas, tanpa ada beban apapun.
Dinda juga Sedang berpikir, apa yang harus dia katakan pada Bu Lilis ibunya, saat dia melihat kehadiran Dio dan Chika.
Dinda tidak ingin ibunya itu berpikir macam-macam, apalagi Belum lama ini, Dinda baru mengalami hal yang sangat memalukan dalam keluarganya.
Dia gagal menikah, pihak laki-laki memutuskan sepihak, Padahal semua undangan dan lain-lain sudah tersebar dan hanya tinggal menunggu hari H saja.
"Bu Dinda kok diam saja dari tadi? Ayo dong Bu, bicara apa kek! Apa karena di sini ada Papa, jadi Bu Dinda malu-malu?" tanya Chika sedikit menggoda.
"Eh, siapa yang malu-malu? Bu Dinda malas saja bicara dengan ... " Dinda menghentikan ucapannya.
"Dengan siapa Bu?" tanya Chika penasaran.
'Dengan singa kurang ajar!' batin Dinda.
Setelah menempuh perjalanan selama beberapa lama, Dio kemudian menepikan mobilnya di rest area yang ada di jalan tol yang menuju ke Bandung itu.
"Lho kok mampir ke sini sih Pa? kalau mampir Kapan kita sampainya?!" tanya Chika saat Dio memarkirkan mobilnya di rest area tersebut.
"Papa kebelet mau pipis!" sahut Dio yang kemudian langsung membuka pintu mobilnya dan berjalan kearah toilet yang tidak jauh dari situ.
Setelah Dio keluar dari mobilnya, Chika kemudian menoleh kebelakang, kearah Dinda yang masih terlihat asyik memainkan ponselnya.
"Bu Dinda!" panggil Chika.
"Ya?"
"Bu Dinda belum menjawab pertanyaanku yang waktu itu lho!" ujar Chika.
"Pertanyaan yang mana?!"
"Papa aku ganteng tidak?" tanya Chika.
"Kok itu terus yang di tanya?"
"Bu Dinda tinggal jawab saja, ganteng atau tidak? Gitu aja kok repot!" cetus Chika cemberut.
Dinda tertawa mendengar Pertanyaan Chika yang agak konyol itu.
Kalau dilihat secara jeli, Dio itu memang memiliki wajah yang menawan dan tampan, dengan sorot mata yang tajam dan bulu mata yang lentik dengan sepasang alis yang tebal.
"Memangnya kalau Bu Dinda bilang Papa Chika ganteng kenapa?" tanya Dinda balik.
"Bilang gitu kek dari tadi! Papaku itu banyak yang suka tau, Tante Brenda, dan teman-teman Papa dulu!" jawab Chika.
"Tante Brenda? Tante Brenda siapa?" tanya Dinda.
"Tante Brenda itu sekertaris papa! Dulu dia suka datang kerumah, antar berkas lah, antar laporan lah, tapi belakangan ini dia tidak datang lagi, gara-gara waktu dia duduk, kursinya aku pasang lem tikus, akhirnya dia harus merobek roknya supaya dia bisa terlepas dari kursi itu! Lucu kan Bu!" ungkap Chika.
"Eh! itu namanya tidak sopan tahu! Chika tidak boleh berbuat itu lagi ya!" kata Dinda.
"Habisnya aku sebel sih Bu, tante Brenda itu selalu seksi kalau berpakaian, Aku tidak suka!" sahut Chika.
"Tapi tetap saja itu salah, Chika tidak boleh seperti itu!" sergah Dinda.
"Maaf deh Bu, Tante Brenda itu genit sama Papa, makanya aku kesal!" sungut Chika.
"Siapa tau tante Brenda itu sayang sama Chika!" ujar Dinda.
"Dia tidak sayang padaku! mukanya selalu jutek kalau ketemu aku! Papa juga tidak suka sama Tante Brenda, Papa tidak suka sama semua wanita!" ucap Chika.
"Tidak suka semua wanita?" tanya Dinda kepo.
"Iya, padahal Oma dan Opa sering menjodohkan Papa sama banyak wanita, tapi Papa tidak pernah mau, satu-satunya wanita yang ada di hati papa cuma aku!" jawab Chika.
Tiba-tiba Dio sudah terlihat berjalan ke arah mobil, cepat-cepat Chika membalikkan tubuhnya kembali ke depan.
"Kalian tidak ada yang mau ke toilet?" tanya Dio.
Chika dan Dinda menggelengkan kepalanya bersamaan.
Kemudian Dio kembali melajukan mobilnya itu keluar dari Rest Area, dan melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Bandung.
Drrrt ... Drrrt ... Drrt
Tiba-tiba ponsel Dinda bergetar, Dinda kemudian mengeluarkan ponselnya itu dari dalam tas tangannya.
Ternyata Bu Ribka, guru matematika yang meneleponnya, Dinda lalu mengusap layar ponselnya itu untuk menjawab panggilan dari Bu Ribka.
"Halo, Bu Ribka? Ada kabar apa?" tanya Dinda.
"Bu Dinda, jawab aku jujur ya, memangnya semalam Bu Dinda menginap di rumah Chika?" tanya Bu Ribka. Dinda terkejut mendengarnya.
"Lho, Bu Ribka tau dari mana?" tanya Dinda bingung.
"Ada yang mengirim foto Bu Dinda di ponsel kami para guru Bu, bahkan sekarang, Bu Dinda sedang melakukan perjalanan dengan Chika dan Papanya ke Bandung kan?" ujar Bu Ribka.
Dinda makin bingung, wajahnya mendadak pucat.
"Si-siapa yang melakukan itu Bu?" tanya Dinda dengan suara sedikit bergetar.
"Aku tidak tau, tapi ini akan membahayakan reputasimu sebagai seorang guru Bu!" sahut Bu Ribka.
Dinda terdiam, kepalanya mendadak pusing, dia lalu menutup panggilan dari Bu Ribka begitu saja.
"Ada apa Bu Dinda?" tanya Dio yang melihat ada perubahan di wajah Dinda.
"Pak Dio, kita kembali ke Jakarta sekarang! Saya tidak jadi pergi ke Bandung!" ucap Dinda lirih.
"Tapi kenapa Bu?" tanya Dio.
"Ada yang memata-matai kita!" jawab Dinda.
"Kenapa Bu Dinda jadi mempersoalkan itu? Biarkan saja orang lain, persetan dengan gosip atau apapun itu!" dengus Dio.
"Saya bilang kembali ke Jakarta! Saya tidak jadi pergi ke Bandung!!" sengit Dinda dengan suara meninggi.
"Oke oke! Kita keluar tol dulu untuk putar balik, kau tenang saja!" ujar Dio yang terlihat begitu tenang.
"Bu Dinda, kalau ada orang yang jahat dan usil sama Bu Dinda, serahkan saja padaku! Aku akan mengerjainya sampai kapok!" cetus Chika.
"Ini tidak sesederhana itu Chika, ini menyangkut reputasiku sebagai seorang guru!" ucap Dinda lirih.
Bersambung...
****