Di tahun 70-an, kota ini penuh dengan kejahatan yang berkembang seperti lumut di sudut-sudut gedung tua. Di tengah semua kekacauan, ada sebuah perusahaan detektif swasta kecil tapi terkenal, "Red-Eye Detective Agency," yang dipimpin oleh Bagas Pratama — seorang jenius yang jarang bicara, namun sekali bicara, pasti menampar logika orang yang mendengarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Setahun telah berlalu sejak Bagas dan Siti bergabung dengan unit investigasi khusus. Banyak kasus besar dan kecil yang mereka hadapi, tetapi tidak ada satu pun yang mengusik ketenangan kota sebesar saat mereka melawan Bayangan. Mereka kini adalah sosok yang dihormati dan dikenali di kalangan kepolisian serta masyarakat sebagai simbol keteguhan hati dan keadilan.
Pada suatu hari yang cerah, saat Bagas dan Siti tengah menangani sebuah kasus kecil di kantor, seorang pemuda datang dengan gugup ke Red-Eye Detective Agency. Pemuda itu terlihat ragu-ragu, namun ada tekad di dalam tatapan matanya. Dengan lirih, ia memperkenalkan diri sebagai Armand, seorang mahasiswa yang terinspirasi oleh cerita Bagas dan Siti tentang perjuangan melawan Bayangan.
“Pak Bagas, Bu Siti, saya membaca semua yang telah kalian lakukan untuk kota ini. Saya ingin belajar, saya ingin tahu bagaimana caranya menjadi kuat seperti kalian,” ucap Armand dengan nada penuh semangat.
Siti tersenyum, lalu menatap Bagas. “Armand, perjuangan kami tidak mudah, dan ada banyak harga yang harus kami bayar. Tapi jika kau benar-benar yakin, maka kau bisa belajar banyak dari dunia ini.”
Bagas menambahkan, “Yang terpenting adalah keberanian untuk selalu memilih kebenaran, bahkan ketika semua tampak mustahil. Jika kau memiliki itu, kau sudah memiliki modal terbesar.”
---
Menginspirasi Generasi Baru
Beberapa bulan kemudian, Armand mulai datang ke Red-Eye Detective Agency lebih sering untuk belajar tentang dasar-dasar investigasi dari Bagas dan Siti. Mereka memberinya pelatihan ringan dalam melakukan pengamatan, mencatat detail, dan menyusun analisis dari setiap informasi yang didapat. Meski awalnya canggung, Armand menunjukkan ketekunan yang besar, dan hal itu membuat Bagas dan Siti merasa bahwa apa yang mereka mulai dahulu kini telah berkembang lebih besar dari diri mereka sendiri.
Siti melihat antusiasme Armand dan merasa harapan yang besar untuk masa depan. “Pak, sepertinya perjuangan kita tidak sia-sia. Orang-orang seperti Armand akan meneruskan apa yang telah kita mulai.”
Bagas mengangguk setuju. “Benar, Siti. Mungkin suatu hari nanti, Armand akan memiliki keberanian yang cukup untuk berdiri sendiri dan melindungi kota ini seperti yang kita lakukan.”
Melalui Armand, mereka menyadari bahwa setiap tindakan mereka, sekecil apa pun, dapat menciptakan dampak besar. Semangat mereka kini hidup dalam diri pemuda-pemuda yang ingin berjuang untuk keadilan, dan hal itu memberikan mereka keyakinan bahwa kota ini akan tetap memiliki pelindung, bahkan ketika mereka tidak lagi di sini.
---
Kenangan yang Tak Terlupakan
Pada suatu malam yang tenang, setelah menutup kantor, Bagas dan Siti berjalan menyusuri jalanan kota yang telah lama mereka lindungi. Masing-masing larut dalam pikirannya, tetapi keduanya tahu bahwa perjuangan ini telah mengubah mereka secara mendalam.
“Siti,” ujar Bagas tiba-tiba, memecah keheningan. “Apa kau pernah merasa lelah dengan semua ini? Semua yang telah kita lalui?”
Siti tersenyum kecil dan menggelengkan kepala. “Tidak, Pak. Semua ini, meskipun berat, memberi saya tujuan. Dan saya yakin, begitu pula dengan Anda. Kita mungkin lelah, tetapi kita tidak pernah menyesal, bukan?”
Bagas menatapnya dengan penuh rasa hormat. “Benar, Siti. Kau telah menjadi rekan yang luar biasa, lebih dari sekadar partner kerja. Aku bangga bisa berjuang bersama orang yang memiliki keteguhan seperti dirimu.”
Keduanya berhenti sejenak di bawah lampu jalan yang temaram, memandangi kota yang kini mereka kenal begitu baik. Mereka sadar bahwa apa pun yang terjadi ke depannya, mereka telah meninggalkan warisan tak kasat mata dalam bentuk keberanian dan harapan yang akan terus hidup di hati orang-orang.
---
Penutup: Cahaya yang Abadi
Suatu hari, Bagas dan Siti diundang ke universitas lokal untuk menghadiri acara peringatan keberhasilan mereka dalam melawan Bayangan. Kali ini, bukan mereka yang memberikan ceramah, melainkan para pemuda yang pernah mereka latih, termasuk Armand. Di depan para hadirin, Armand berdiri dengan tegar, menceritakan kisah-kisah Bagas dan Siti, dan bagaimana kedua detektif itu telah mengajarkan padanya keberanian dan ketekunan.
“Kita semua mungkin akan menghadapi bayangan dalam hidup kita,” ujar Armand dalam pidatonya. “Tetapi seperti Pak Bagas dan Bu Siti, kita bisa memilih untuk tidak mundur. Kita bisa memilih untuk melangkah, membawa sedikit cahaya ke dalam kegelapan.”
Bagas dan Siti duduk di barisan belakang, saling bertukar pandang dengan bangga dan penuh haru. Mereka tahu bahwa perjuangan mereka telah menciptakan perubahan yang nyata, dan warisan mereka akan hidup dalam diri setiap pemuda yang terinspirasi oleh kisah mereka.
Malam itu, saat mereka kembali ke kantor, Siti merasa bahwa perjalanan panjang mereka akhirnya mencapai titik akhir yang manis. Mereka tidak lagi sendirian dalam perjuangan ini. Mereka telah menciptakan cahaya yang tidak hanya menerangi jalan mereka, tetapi juga menyalakan api dalam diri orang lain.
“Pak, saya rasa kita bisa tenang sekarang,” kata Siti sambil menatap langit malam. “Kita telah melakukan bagian kita. Dan kini, kita bisa melangkah dengan damai.”
Bagas menatap kota yang mereka cintai, dengan perasaan damai yang dalam. “Ya, Siti. Kita telah meninggalkan warisan. Dan aku yakin, apa pun yang terjadi, cahaya itu akan terus bersinar.”
---
Semangat.