Ini kisah yang terinspirasi dari kisah nyata seseorang, namun di kemas dalam versi yang berbeda sesuai pandangan author dan ada tambahan dari cerita yang lain.
Tentang Seorang Mutia ibu empat anak yang begitu totalitas dalam menjadi istri sekaligus orangtua.
Namun ternyata sikap itu saja tidak cukup untuk mempertahankan kesetiaan suaminya setelah puluhan tahun merangkai rumah tangga.
Kering sudah air mata Mutia, untuk yang kesekian kalinya, pengorbanan, keikhlasan, ketulusan yang luar biasa besarnya tak terbalas justru berakhir penghianatan.
Akan kah cinta suci itu Ada untuk Mutia??? Akankah bahagia bisa kembali dia genggam???
Bisakah rumah tangga berikutnya menuai kebahagiaan???
yuk simak cerita lebih lengkapnya.
Tentang akhir ceritanya adalah harapan Author pribadi ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meja Makan
Subuh sudah berlalu, Mutia sibuk di Kamar bawah menata pakaiannya ke dalam lemari. Setelah usai semua pakaian di tata di keluar kamar dan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan anak-anaknya karena sebentar lagi akan berangkat sekolah.
Mutia menyiapkan susu coklat untuk si bungsu dan menyiapkan jus Apel untuk si kakak dan si kembar, tak lupa dia menyeduh kopi susu untuk suami yang sudah menyakitinya, meski hati berontak untuk membuatnya tapi dia tetap membuatnya.
Setelah semua makanan yang di masak selesai dia menata meja makan. Mutia sarapan terlebih dahulu agar tak bertemu Haris.
Intan turun sambil membawa tas di susul Zea dan Zia yang masih saja selalu ribut masalah pakaian, di belakang ada Kean yang belum selesai mengancingkan seragamnya.
Mutia menghampiri Kean dan merapikan pakaian putra bungsunya itu sambil mencium pipinya.
"Kak... Bunda siap-siap dulu ya, kalian sarapan dulu..." Ucap Mutia.
"Bunda ndak ikut sarapan?" Tanya Intan.
"Bunda udah tadi ..." Jawab Mutia lalu masuk ke kamar.
"Bunda kenapa sih Kak?" Tanya Zia.
"Auk...." Jawab Intan malas, namun dalam hati bertanya-tanya kenapa Bundanya tidur di Kamar bawah.
Haris turun langsung menuju meja makan berharap Mutia di sana, namun ternyata tidak ada.
"Kak Bunda mana?" Tanya Haris.
"Mandi Yah..." Jawab Intan sambil mengambil lauk.
"Yah... Ayah berantem lagi sama Bunda?" Tanya Kean polos.
"Uhuk... " Haris tersedak saat minum karena terkejut dengan pertanyaan Si bungsu.
Intan dan si kembar memandang Ayahnya tajam meminta pertanggung jawaban seolah ada sesuatu antara Ayah dan Bundanya.
"Yah..." Intan menatap Haris penuh ancaman.
"Ayah ada rapat pagi ini... kalian hati-hati nanti berangkat sekolahnya." Katanya buru-buru berdiri dan mengambil kunci mobilnya.
Anak-anak semakin yakin bila ada sesuatu di kedua orang tuanya itu. Mereka menyelesaikan makan lalu bersiap-siap berangkat sekolah. Zea dan Zia bareng Intan naik mobil sementara Kean nanti di antar Bundanya.
Mutia keluar dari kamar membereskan meja makan, lalu menaruhnya di wastafel. Dari belakang Intan datang menatap Bundanya dalam, rupanya barusan dia masuk ke kamar bawah tempat Bundanya tidur dan melihat lemari penuh pakaian Bundanya itu.
"Bun..." Kata Intan sambil duduk di kursi.
"Kenapa Bunda pindah kamar di bawah tidak sama Ayah di atas?" Tanya Intan.
"Bunda kalau di atas capek naik turun mberesin rumah belum lagi kalau masak Kak... " Bohong Mutia.
"Bunda Udah tua Kak, Kamu juga udah sebesar itu, tak terasa ya... " Mutia mengalihkan pembicaraan.
"Jangan bohong Bun... Ayah kumat lagi ya???" Intan mulai tersungut menahan emosinya.
"Heran... Apa sih kurangnya Bunda??? Kenapa Ayah dari dulu ndak berubah!!!" Intan mulai marah.
"Kak... nanti adek-adekmu dengar... jangan teriak-triak gitu..." Mutia menenangkan Intan meski matanya sudah berkaca-kaca.
Mutia paham betul sikap Intan yang keras dan tempramen itu jika sudah menyangkut sikap Ayahnya itu. Karena Intan sudah besar dan masih ingat kala Bundanya dan si kembar masih kecil keluar dari rumah gara-gara Ayahnya selingkuh dan memilih selingkuhanya di banding mereka.
Ingatan sikap buruk Ayahnya yang dulu selalu terputar di kepalanya, membuat dia tidak punya rasa takut pada Ayahnya dan mengeraskan hatinya.
"Bunda tidak apa-apa Kak..." Kata Mutia memeluk Intan.
"Jangan Bunda pendam sendiri rasa sakit itu. Intan ndak Mau kalau Bunda sakit." Kata Intan parau.
"Bunda kuat Kak... Udah gih... tu di tungguin Zea sama Zia." Kata Mutia.
Dan benar saja suara cemreng si kembar sudah terdengar memanggil Kakaknya.
"Kakkkkk Buruannnn." Triak mereka bareng.
memang benar kita akan merasakan sakitnya dan kehilangan ketika semua sdh pergi.
senang bacanya, sllu penasaran di setiap episode, banyak pembelajaran yg diambil,,,,Mksih yaa thor...🙏🥰
senang bacanya, sllu penasaran di setiap episode, banyak pembelajaran yg diambil,,,,Mksih yaa thor...🙏🥰