Selamat membaca, ini karya baru Mommy ya.
Aisha dan Dani adalah sahabat sejak dulu, bahkan mereka bersama sama hijrah ke ibu kota mengais rezeki disana. kebersamaan yang ternyata Dani menyembunyikan cintanya atas nama persahabatan.
Sementara Aisha yang jatuh cinta pertama kalinya dengan Atya, lelaki yang baru ditemuinya yang mempunyai masa lalu yang misterius.
Apakah hubungannya dengan Arya akan menjadi pasangan terwujud? Bagaimana dengan rasa cinta Dani untuk Aisha? Apa pilihan Aisha diantara Dani dan Arya?
Baca karya ini sampai selesai ya, happy reading!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Persiapan Pernikahan
Pagi itu, udara di kampung terasa berbeda. Setelah acara lamaran megah yang masih menjadi perbincangan hangat warga, Aisha dan Sintia bersiap kembali ke ibu kota. Ibra, yang kini menjadi pengganti kedua orang tua Aisha, berdiri di depan pintu, menatap keponakannya dengan raut serius tapi penuh kasih.
"Aisha, sebelum kamu pergi, ada sesuatu yang ingin Paman sampaikan," kata Ibra, memanggil Aisha mendekat.
Aisha menghentikan langkahnya, lalu menatap pamannya penuh perhatian. "Ada apa, Paman?" tanyanya lembut.
Ibra menarik napas dalam-dalam, lalu memegang kedua bahu Aisha. "Kamu tahu, Aisha, saat ayah dan ibumu menikah, mereka adalah pasangan yang sangat serasi. Mereka saling menghormati, saling mendukung, dan tidak pernah menunjukkan masalah mereka di depan orang lain. Itu sebabnya pernikahan mereka menjadi teladan bagi banyak orang di kampung ini. Aku ingin kamu mencontoh mereka, menjadi istri yang baik, sabar, dan selalu mendukung suamimu, apa pun keadaannya."
Aisha merasakan dadanya sesak mendengar kata-kata pamannya. Matanya mulai berkaca-kaca. "Paman, aku akan berusaha. Doakan aku agar bisa menjadi istri yang baik, seperti yang Paman harapkan."
Ibra tersenyum tipis, lalu mengusap kepala Aisha seperti anaknya sendiri. "Aku percaya padamu, Aisha. Dan ingat, pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu."
Sintia, yang mendengarkan dari jauh, ikut merasa haru. Ia tahu, Aisha tidak pernah mendapatkan wejangan seperti ini setelah kepergian orang tuanya.
***
Sementara itu, Ifa sibuk berusaha membujuk Ibra agar diizinkan ikut ke ibu kota. "Ayah, aku janji tidak akan merepotkan Kak Aisha. Lagipula, aku ingin membantu persiapan pernikahannya," rengek Ifa dengan nada manja.
Ibra menatap putrinya dengan tegas. "Ifa, kamu tahu sifatmu. Pergi ke ibu kota bukan untuk bermain-main. Lagi pula, kamu harus sekolah. Persiapan pernikahan Aisha tidak membutuhkan bantuanmu."
Ifa cemberut. "Tapi, Ayah—"
Ibra mengangkat tangannya, memotong ucapan Ifa. "Cukup, Ifa. Jangan membuat masalah. Nanti, satu minggu sebelum pernikahan, kita semua akan berangkat ke ibu kota. Itu sudah cukup."
Ifa mendengus kesal, tapi tidak berani membantah lagi. Aisha hanya tersenyum kecil, merasa lega pamannya bisa menangani Ifa dengan bijak.
***
Setibanya di ibu kota, Aisha dan Sintia langsung disibukkan dengan pekerjaan kantor. Proyek besar yang sedang mereka tangani menuntut perhatian penuh, meskipun pernikahan sudah di depan mata.
"Aisha, kamu yakin tidak mau ambil cuti lebih awal?" tanya Sintia saat mereka sedang mengecek dokumen di ruang meeting.
Aisha menggeleng sambil tersenyum. "Tidak bisa, Sintia. Kalau aku cuti sekarang, pekerjaan ini tidak akan selesai tepat waktu. Lagipula, aku masih punya waktu seminggu sebelum hari pernikahan."
Sintia menghela napas. "Baiklah, tapi jangan terlalu memaksakan diri. Kamu harus tetap sehat untuk hari besarmu."
Aisha mengangguk. "Iya, aku tahu. Aku akan jaga kesehatan."
Beberapa hari kemudian, Aisha mendapat kabar dari Arya bahwa calon ibu mertuanya, Amanda Rajendra, ingin mengajaknya ke butik untuk memilih gaun. Masalahnya, Aisha sedang tenggelam dalam pekerjaan di kantornya.
Saat sedang mengetik laporan di mejanya, tiba-tiba sekretarisnya mengetuk pintu. "Nona Aisha, ada tamu untuk Anda di lobi," lapor sekretaris itu.
Aisha mengernyit. "Siapa?"
"Ibu Amanda Rajendra," jawab sekretaris itu, membuat Aisha terkejut.
Dengan cepat, Aisha merapikan mejanya dan turun ke lobi. Di sana, Amanda sudah menunggunya dengan senyum ramah. "Aisha, maaf ya kalau kedatangan Mama mendadak. Tapi Mama pikir, kita bisa langsung ke butik sekarang," katanya.
Aisha menelan ludah, merasa tidak enak karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. "Mama, sebenarnya saya masih ada pekerjaan yang belum selesai. Tapi, kalau Mama sudah datang ke sini, saya akan menemani Mama," ujarnya dengan sopan.
Amanda tersenyum penuh pengertian. "Kamu tidak perlu khawatir, Aisha. Pekerjaan bisa ditunda sebentar. Ini untuk pernikahanmu. Mama janji tidak akan lama."
Akhirnya, Aisha mengalah dan mengikuti Amanda ke butik. Di dalam mobil, Amanda mulai berbicara tentang berbagai persiapan pernikahan.
"Aisha, Mama ingin kamu merasa bahagia di hari pernikahanmu nanti. Arya sudah mempersiapkan segalanya, dan Mama ingin memastikan semua berjalan sempurna. Kamu punya keinginan khusus untuk hari itu?" tanya Amanda.
Aisha tersenyum kecil. "Mama, saya hanya ingin semuanya berjalan lancar. Saya tidak membutuhkan sesuatu yang mewah, selama saya bisa bersama Arya."
Amanda mengangguk. "Kamu memang gadis yang sederhana, Aisha. Itu yang Mama suka dari kamu. Arya sangat beruntung mendapatkanmu."
Sesampainya di butik ternama yang telah dipesan khusus oleh Amanda Rajendra, Arya sudah menunggu keduanya disana, suasana terasa hangat namun elegan. Pelayan butik yang berpakaian rapi menyambut dengan senyum lebar, mempersilakan Aisha, Amanda, dan Arya masuk. Ruangan itu dipenuhi berbagai gaun mewah yang tergantung rapi, memancarkan aura eksklusivitas.
"Selamat datang, Nyonya Amanda dan Tuan Arya," sapa desainer butik itu dengan ramah. Ia adalah seorang perempuan anggun bernama Clara. "Kami sudah menyiapkan koleksi terbaik untuk calon pengantin Anda."
Aisha, yang mengenakan kemeja sederhana dengan celana bahan, merasa sedikit canggung berada di tempat semewah ini. Ia melirik Arya yang tampak santai namun tetap memancarkan wibawa, lalu pada Amanda yang terlihat antusias.
"Aisha, ayo kita lihat koleksinya," ujar Amanda sambil menggenggam tangan calon menantunya. "Mama yakin kamu akan menemukan gaun yang sempurna di sini."
Aisha hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. Namun, saat Arya tiba-tiba mendekat dan berbicara pelan di telinganya, wajahnya langsung memanas.
"Jangan gugup, aku di sini," bisik Arya dengan nada lembut, membuat Aisha tertegun.
Clara membawa mereka ke ruang tengah butik, di mana beberapa gaun putih dengan desain menawan sudah dipajang di manekin. Ia menjelaskan dengan detail setiap model gaun, tapi perhatian Arya tertuju sepenuhnya pada Aisha.
"Yang ini cocok untukmu," ujar Arya tiba-tiba, menunjuk sebuah gaun renda berpotongan klasik dengan ekor panjang.
Aisha melirik gaun itu, lalu menatap Arya dengan ragu. "Kamu yakin? Aku rasa ini terlalu... mewah."
Arya menggeleng sambil tersenyum. "Tidak ada yang terlalu mewah untukmu. Coba saja dulu. Aku ingin melihatmu memakainya."
Amanda setuju. "Ayo, Aisha. Kita coba dulu. Kalau tidak suka, masih ada pilihan lain."
Aisha akhirnya menyerah pada desakan mereka. Ia masuk ke ruang ganti, dibantu oleh seorang asisten butik yang dengan telaten memakaikan gaun itu. Ketika tirai ruang ganti terbuka, semua orang terdiam.
Arya menatap Aisha tanpa berkata-kata. Gaun itu membalut tubuh Aisha dengan sempurna, membuatnya terlihat seperti seorang putri dari negeri dongeng. Wajah Arya yang biasanya tenang kini menampakkan kekaguman yang jelas.
"Aisha, kamu... luar biasa," bisik Arya, matanya tidak lepas dari sosok tunangannya.
Aisha menunduk, mencoba menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah. "Jangan berlebihan, Arya," gumamnya pelan.
Arya tersenyum tipis, lalu mendekat. Ia membisikkan sesuatu yang hanya bisa didengar Aisha. "Aku tidak berlebihan. Kamu memang istimewa."
Setelah mencoba beberapa gaun lainnya, Aisha kembali ke ruang tunggu untuk beristirahat sejenak. Namun, Arya tidak membiarkannya begitu saja. Ia mendekati Aisha yang sedang duduk, lalu menyerahkan segelas air putih.
"Minum dulu. Aku tidak mau kamu kelelahan," katanya dengan nada perhatian.
Aisha menerimanya sambil tersenyum malu. "Terima kasih, Arya. Kamu tidak perlu repot-repot."
Arya mengangkat alis. "Repot untukmu? Tidak ada kata repot jika itu untuk kebahagiaanmu."
Amanda yang mendengar percakapan mereka hanya tersenyum puas. Ia tahu Arya bukan tipe pria yang mudah menunjukkan perasaan, tapi dengan Aisha, putranya tampak berbeda.
Ketika Aisha kembali mencoba gaun lain, Arya dengan santai berdiri di dekat ruang ganti. Ia berbicara kepada Amanda, namun matanya sesekali melirik tirai ruang ganti, menunggu Aisha keluar.
Begitu Aisha muncul dengan gaun baru yang memiliki detail mutiara di bagian dada, Arya langsung mendekat. "Gaun ini cocok sekali untukmu. Kamu terlihat... sempurna," ucapnya dengan nada serius.
Aisha tertawa kecil, meskipun wajahnya kembali memerah. "Kamu terus bilang sempurna. Nanti aku bisa besar kepala."
Arya menyentuh dagu Aisha dengan lembut, membuatnya menatap langsung ke matanya. "Tidak apa-apa. Kamu memang layak mendapatkan pujian, Aisha."
Aisha langsung menunduk, jantungnya berdegup kencang. Clara yang melihat interaksi itu tersenyum kecil. "Tuan Arya, Anda benar-benar romantis. Tidak heran Nona Aisha terlihat begitu bahagia," katanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bersambung.