Demi melanjutkan hidup, Hanum terpaksa melarikan diri keluar kota untuk menghindari niat buruk ayah dan ibu tiri yang ingin menjualnya demi memperbanyak kekayaan. Namun siapa sangka kedatangannya ke kota itu justru mempertemukannya dengan cinta masa kecilnya yang kini telah menjadi dosen. Perjalanan hidup yang penuh lika-liku justru membawa mereka ke ranah pernikahan yang membuat hidup mereka rumit. Perbedaan usia, masalah keluarga, status, masa lalu Abyan, dan cinta segitiga pun turut menjadi bumbu dalam setiap bab kisah mereka. Lalu gimana rasanya menikah dengan dosen? Rasanya seperti kamu menjadi Lidya Hanum.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Izzmi yuwandira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fourteen
Mario tengah sibuk memasukkan semua baju Hanum ke dalam koper.
"Kamu ngapain mas?" Tanya Ratna.
"Sebentar lagi kan Hanum bakalan menikah dengan Mario, jadi aku masukin aja semua pakaian nya kedalam koper"
"Mas?? Kamu gila ya? Kamu seakan-akan mengusir Hanum pergi dari rumah ini"
Mario menghentikan aktivitas nya, ia berdiri dihadapan Ratna.
"Aku hanya meringankan beban Hanum"
"Beban? Kamu yang beban"
"Ah udah lah Ratna, aku lagi malas berdebat dengan kamu. Lebih baik kamu masak aja, jangan sibuk ikut campur urusan ku" ucap Mario.
Ratna kembali menarik lengan Mario.
"Jangan sentuh barang-barang Hanum"
"Kamu ini apa-apaan sih? Minggir sana" Mario mendorong Ratna agar menjauh dari hadapannya.
"Aku nggak akan minggir. Kamu mau nyuruh Hanum pergi dari rumah ini kan?"
Mario ketangkap basah, namun itu memang benar. Ia memang memasukkan semua pakaian Hanum kedalam koper atas perintah Wijaya.
"Minggir Ratna, jangan ikut campur"
"Ikut campur? Aku berhak karena aku ibunya. Aku nggak tau ya mas, apa rencana kamu kali ini. Tapi yang jelas, Hanum nggak akan kemana-mana" ucap Ratna.
"Ratna? Kamu itu kolot banget, zaman sekarang udah biasa calon istri tinggal dirumah suaminya"
Mendengar itu Ratna semakin terkejut, entah dimana akal pikiran Mario di letak.
"Kamu mau nyuruh Hanum tinggal dirumah Wijaya?? Dimana otak kamu mas?? Kamu udah gila? Mereka belum menikah dan kamu suruh mereka tinggal dalam satu rumah? Aku nggak bakal izinkan"
"Aku memang gak perlu izin mu, karena aku bakal lakuin itu sendiri"
Ratna merampas koper yang di pegang Mario.
"Jangan ikut campur Ratna"
"Aku nggak bakal biarin Hanum pergi dari rumah ini" ucap Ratna.
"Minggir kamu Ratna, jangan sampai aku pakai kekerasan lagi"
"Aku nggak peduli" ucap Ratna dengan percaya diri.
Mario kesal, ia menjambak rambut Ratna.
"Aku bisa aja melakukan lebih dari ini Ratna" ucap Mario.
Ratna tetap menahan rasa sakitnya.
Mario semakin kuat menjambak rambut Ratna.
"Lepaskan kopernya Ratna" pinta Mario.
"Kalau kamu biarin Hanum pergi dari rumah ini mas, aku akan bawa Hanum pergi dari kota ini"
Mario melepas tangannya dari rambut Ratna.
Ia menarik nafas dan membuangnya perlahan.
"Jangan macam-macam kamu Ratna, jangan hancurkan impian ku"
"Hanum nggak akan tinggal dengan Wijaya sebelum pernikahan nya, kamu camkan itu"
Mario menggusar surainya kasar dan menumbuk dinding kamar Hanum.
"Ibu aku pulang" teriak Ratna dari luar.
"Sialan" umpat Mario.
Mario dengan segera keluar dari kamar Hanum.
Ratna segera menghapus air matanya.
"Eh anak ayah udah pulang sekolah" ucap Mario, menyambut kedatangan putrinya.
"Ayah barusan dari kamar aku?" Tanya Hanum.
"Emm... Ah ayah ada urusan sama calon suami kamu. Nanti ayah balik lagi" Mario mengalihkan topik.
Mario langsung pergi meninggalkan rumah, Hanum dengan segera memeriksa kamarnya. Ia melihat Ratna tengah memasukkan beberapa baju kedalam lemari Hanum pakaian Hanum.
"Buk? Ini kenapa?" Tanya Hanum.
"Ah nggak papa nak, ibuk cuman pengen ngerapihin lemari baju mu aja. Berantakan tadi" jawab Ratna.
Melihat mata ibunya sembab sudah pasti Ratna habis menangis dan kini wanita itu tengah berbohong.
Hanum memegang lengan ibunya yang tengah melipat pakaian.
"Kenapa lagi sama ayah buk? Hanum lihat tadi ayah keluar dari kamar Hanum. Ceritain buk ada apa?" Hanum begitu penasaran.
"Ahh nggak papa, tadi ayah mu baru ngasih uang belanja buat ibuk"
"Ibuk bohong ya sama Hanum? Hanum tau ibu bohong"
Ratna tersenyum dan memegang kedua pipi putrinya.
"Aduhh anak ibu cantiknya"
"Ibuk jangan ngalihin pembicaraan"
"Hanum, ibuk gapapa"
"Ayah mau nyuruh aku pergi dari rumah ini kan buk?" Tanya Hanum seraya memaksakan senyumnya.
Belum sempat ibunya menjawab Hanum kembali berbicara.
"Hanum tau buk, Hanum denger pembicaraan mereka kemarin. Pak Wijaya yang nyuruh ayah buat lakuin itu agar Hanum tinggal dirumahnya"
"Gapapa buk, Hanum bisa jaga diri" ucap Hanum.
"Eh ibu ada buat puding coklat kesukaan kamu loh, ganti baju gih terus ke dapur" Ratna terlihat mengabaikan perkataan Hanum.
"Ibuk??" Panggil Hanum.
"Ganti itu bajunya, nanti kotor. Besok kan masih di pakai" ucap Ratna.
Setelah membereskan semua pakaian Hanum, Ratna pergi keluar dari kamar Hanum.
Belum sempat lagi Hanum mengatakan alasannya, ibunya bahkan tidak ingin mendengar nya.
Hanum hanya bisa pasrah, namun ia juga tidak tega melihat ayahnya terus berbuat sesuka hati untuk menyakiti ibunya.
Hanum juga tidak ingin menikah dengan lelaki itu, namun ia tidak punya kuasa untuk menghentikan semuanya. Sekali lagi, ia hanya bisa pasrah. Menyerahkan semuanya kepada Tuhan.
***
"Bagaimana Mario? Apakah Hanum udah bisa tinggal dirumah ku?" Tanya Wijaya.
Mario menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia bingung bagaimana cara menjelaskan nya.
"Begini pak Wijaya, bapak kan tau bahwa saya sangat mendukung pernikahan ini. Tapi masalahnya Ratna ini sangat sulit disingkirkan, dia nggak memberi izin untuk Hanum tinggal dirumah bapak"
"Ah begitu ya, jadi istrimu gak setuju"
Mario hanya senyum canggung.
"Tapi bapak tenang aja, secepatnya pasti Hanum akan segera tinggal dirumah bapak" ucap Mario meyakinkan sumber kekayaan nya.
"Sudah sudah tidak masalah, kalau pun Hanum tidak bisa tinggal dirumah ku sebelum pernikahan tidak masalah Mario. Nggak perlu lah terlalu tegang begitu"
"Gimana saya nggak tegang pak, jelas-jelas bapak ini menantu idaman. Masa iya saya kasih harapan palsu"
"Sudah nggak apa-apa Mario, intinya saya masih boleh ketemu Hanum dan ngajak dia pergi jalan-jalan kan?"
"Iya pak, gapapa bawa aja Hanum pergi kemanapun. Dia kan calon istri bapak, gak masalah itu"
Wijaya tersenyum puas mendengarkan ucapan Mario, ia menuangkan minuman beralkohol ke gelas Mario.
***
"Siang pak Abyan" sapa Arumi.
Abyan yang hendak keluar dari ruangannya terkejut melihat Arumi berdiri di depan pintu. Abyan yang sedang berbicara dengan seseorang di telfon hanya membalasnya dengan sebuah senyuman tipis, lalu beranjak pergi meninggalkan Arumi.
"Gue hari ini gak ke kampus, nggak ada kelas soalnya" ucap Abyan.
Arumi mengikutinya dari belakang.
"Jemput gue nanti sore" ucap Abyan.
Abyan mematikan sambungan telfon.
"Arumi? Lo ngikutin gue dari tadi?" Tanya Abyan.
"Cuman mau kasih ini" Arumi memberikan paper bag berisi brownies coklat.
"Buat gue?" Tanya Abyan memastikan.
"Iya buat pak Abyan, spesial" Arumi nyengir bagai kuda.
"Tapi kenapa?" Tanya Abyan lagi.
Beberapa karyawan kantor memperhatikan interaksi mereka.
"Menurut Lo, Abyan terima atau tolak pemberian Arumi?" Tanya Dito.
"Mana gue tau" jawab Dimas.
"Gue nolak sih" tambah Ara.
"Gue juga sama, Abyan pasti bakal nolak. Secara Abyan gak pernah terima apapun pemberian orang lain" tambah Fio.
"Ya kita liat ajalah" ucap Dito.
"gue memang lagi bagi-bagi brownies pak Abyan, gue buat sendiri sekaligus icip-icip lah" jawab Arumi.
"Ah gitu" Abyan mengangguk singkat.
"Jadi Pak Abyan mau kan?" Tanya Arumi.
Abyan agak ragu menerima brownies tersebut, karena ia tidak menyukai hal-hal yang manis. Namun mungkin, Arumi sudah bersusah payah membuatnya jadi mau tidak mau Abyan harus menghargainya.
Arumi menatap Abyan penuh harap.
Abyan mengambil paper bag tersebut dari Arumi.
"Gue terima ya" ucap Abyan.
Arumi ingin sekali berteriak rasanya, untuk pertama kalinya Abyan menerima pemberiannya.
Sebenarnya juga ini bukan kali pertama Arumi memberikan Abyan sesuatu. Sudah sering, namun Abyan sering menolak. Jadi kali ini mungkin Arumi lagi hoki.
Sontak yang mengatakan bahwa Abyan akan menolak mendadak kecewa sekaligus tak percaya.
"Kok bisa?? Bukannya dia selalu nolak pemberian orang lain ya?" Tanya Ara.
"Tau tuh, jangankan orang lain. Pak bos yang ngasih aja dia juga selalu nolak"
"Yaelah, Abyan itu gak jahat - jahat banget lah. Gue yakin dia Nerima itu juga karena kasihan maybe" ucap Dito.
"Setuju" ucap Dimas.
"Kasihan?? Wahh parah, mending tolak aja sih kalau gitu"
"Kasihan Arumi juga kalau Abyan nolak lagi"
"Kalau Abyan nolak lagi, ini bakal jadi ke 25 kali nya Arumi di tolak" kekeh Dimas.
"Lo hitung?" Tanya Fio.
"Iya” jawab Dimas singkat
"Niat banget, Lo Pepet deh si Arumi. Butuh temen hidup dia" ejek Ara.
"Dito aja, gue ogah"
Mereka menahan tawa ketika mendengar jawaban Dimas.
"Emm... Thanks ya Rum" ucap Abyan.
"Iyah pak Abyan"
Arumi senyum-senyum sendiri melihat kepergian Abyan.
Andre menghampirinya.
"Katanya kamu habis buat brownies?" Tanya Andre.
Arumi kaget dan berbalik, Andre ada di belakangnya.
"Ihh pak Andre ngagetin aja"
"Minta dong Rum"
"Ih enak aja, itu tuh khusus buat pak Abyan aja"
"Kalian pacaran?" Tanya Andre lagi.
"Nggak, tapi pasti bakal terjadi"
"Terjadi apa?"
"Pacaran nya"
Andre terkekeh, ia menepuk bahu Arumi.
"Mimpi kamu Arumi" ucap Andre lalu pergi dari hadapan Arumi.
Pak Andre sangat menyebalkan, tau apa dia tentang Abyan? Pikir Arumi.
***
"Wih bawa apa tuh?" Tanya Darren.
"Tadi dikasih salah satu karyawan kantor" jawab Abyan.
"Maksud Lo temen kerja Lo dikantor?" Tanya Darren lagi.
"Kita gak sedekat itu untuk dikatakan temen, maksud gue rekan kerja gue"
"Ah sama aja itu pajul"
Darren mengambil sepotong brownies coklat tersebut.
"Emm ini enak, enak banget" puji Darren.
"Oh ya? Bagus deh"
"Kenalin dong ke gue"
"Dia gak akan mau sih sama Lo"
"Dih cewe mana yang gak mau sama gue njir?? Gue ganteng, pinter, Sholeh, kaya. Lo pasti kalau jadi cewe pasti doyan kan sama gue?"
"Najisss" ucap Abyan.
***
Lanjut lee
gue bolak balik check mana cuman 1 bab lagi Thor 😭😭 tegaaaaaa banget...
Btw gue suka banget kak, sama pemeran pendukung nya, dimas sama Arumi semoga jadian yaaa 🤣🤣🤣🤣