Embun tak pernah menyangka bahwa kejutan makan malam romantis yang dipersembahkan oleh sang suami di malam pertama pernikahan, akan menjadi kejutan paling menyakitkan sepanjang hidupnya.
Di restoran mewah nan romantis itu, Aby mengutarakan keinginannya untuk bercerai sekaligus mengenalkan kekasih lamanya.
"Aku terpaksa menerima permintaan ayah menggantikan Kak Galang menikahi kamu demi menjaga nama baik keluarga." -Aby
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 : HILANG
Embun melangkah menyusuri pepohonan tinggi menjulang nan kokoh. Bersama beberapa teman lain, ia mendapat tugas mengumpulkan kayu bakar. Di tangannya sudah ada banyak ranting pohon kering, yang kemudian ia kumpulkan di satu tempat.
"Embun, aku kumpul kayu sebelah sini, kamu di sebelah sana, ya." Seorang teman wanita menunjuk ke arah ujung pegunungan.
"Iya. Tapi nanti kumpulnya di sini, kan?" balas Embun.
"Oke ... tapi Kak Dewa bilang jangan jauh-jauh. Sebentar lagi gelap," sarannya sambil melirik ke sekitar yang mulai terlihat gelap.
"Sip!"
Embun meneruskan langkahnya memunguti ranting pohon kering yang berjatuhan.
Setelah beberapa menit berlalu, perhatiannya teralihkan pada pemandangan yang tersaji. Bukit tempat mereka berkemah memang menyajikan pemandangan indah yang tak pernah mereka temui di perkotaan, dan ini adalah pengalaman pertama bagi wanita itu.
"Wah bagus sekali. Aku foto ah, buat kenang-kenangan."
Tak ingin kehilangan kesempatan, Embun mengeluarkan ponsel dari saku jaket. Beberapa pemandangan menarik ia abadikan dengan kamera ponselnya. Begitu indah, hingga Embun seperti terhipnotis.
Ketika melihat sang mentari hendak terbenam, Embun menuju ke tepi bukit. Mengarahkan kamera ponsel pada pemandangan senja yang menakjubkan sambil berdecak kagum.
Embun masih terdiam di tempatnya berdiri, ketika tiba-tiba ia merasakan tubuhnya mendapat dorongan kuat dari arah belakang.
Embun menjerit, tubuhnya terperosok ke tebing yang curam.
****
Dewa menjadi sangat panik saat salah satu mahasiswi datang dengan tergesa-gesa dan memberitahu tentang Embun yang tiba-tiba menghilang. Semua yang ikut dalam perkemahan pun berbondong-bondong menuju tempat di mana terakhir kali Embun berada.
Beberapa pria termasuk Dewa menyisiri tebing yang curam. Sementara yang lain berkeliling ke sekitar hutan. Hampir setengah jam mereka mencari, namun tanda-tanda keberadaan Embun belum terlihat.
"Kamu yakin tadi Embun di sini?" Dewa setengah berteriak kepada salah satu mahasiswi yang tadi satu tim dengan Embun.
"Yakin, Kak. Aku dengar suara Embun teriak, tapi aku pikir lagi bercanda sama Mega." Ia melirik salah satu temannya dengan bola mata berkaca-kaca.
"Tadi aku sama Embun sama-sama cari kayu di sini. Terus kita berpencar. Tapi aku nggak tahu Embunnya ke mana setelah itu."
Jawaban itu menciptakan rasa frustrasi bagi Dewa. Pandangannya berkeliling ke sekitar tebing. Pikirannya sangat kalut sekarang. Entah untuk alasan apa, ia merasa dadanya penuh sesak.
"Embun!" Untuk ke sekian kali ia meneriakkan nama itu, namun tak ada sahutan sama sekali. Ia melirik beberapa pria yang berdiri di belakang. "Semua berpencar dan cari Embun sampai ketemu!"
***
Mobil yang dikemudikan Aby melesat cepat di jalan yang lengang sore itu. Setelah mendapat kiriman foto kedekatan Embun dan Dewa, Aby memutuskan untuk segera menyusul. Selain itu keberadaan Vania di perkemahan juga membuatnya mengkhawatirkan sang istri.
Aby tidak tahu perasaan aneh apa yang menyergapnya, yang pasti interaksi antara Embun dengan Dewa membuat pria itu merasakan sensasi seperti tubuhnya tengah dilahap api.
Membara!
Jika bisa akan ia bawa pulang Embun sekarang juga demi menjauhkannya dari Dewa.
Setelah menempuh perjalanan selama hampir dua jam, Aby pun tiba. Sebelum turun dari mobil, ia memeriksa ponsel terlebih dahulu. Ada banyak panggilan tak terjawab, salah satunya dari Dewa, yang menciptakan kerutan tipis di keningnya.
"Mau apa si Dewa telepon?" gumamnya. Namun, Aby mengabaikan sejumlah panggilan itu dan segera turun dari mobil.
Perjalanan belum usai. Karena untuk mencapai lokasi perkemahan, Aby masih harus menempuh jalan berbatu yang tentu saja tak dapat dilalui oleh mobilnya. Alhasil, ia harus menyewa jasa pengendara motor yang selalu standby di parkiran.
"Ada apa rame-rame di sana?" tanya Aby sesaat setelah motor terhenti di depan lokasi perkemahan.
"Itu, Mas. Katanya ada mahasiswi yang hilang."
Informasi yang diberikan sang pengendara motor membuat Aby mengernyit. "Hilang gimana maksudnya?"
"Saya nggak tahu info detailnya, Mas. Katanya sih lagi mengumpulkan kayu, lalu tiba-tiba hilang." Pria itu mengedikkan bahu sambil berdecak. "Kawasan ini memang angker, Mas. Makanya harus hati-hati dan jangan bicara sembarangan."
Aby mengangguk saja mendengar penjelasan panjang pengendara motor tersebut. Kemudian mengeluarkan pecahan uang lima puluh ribuan dari dompet.
"Ambil aja kembaliannya, Pak."
Pria itu memulas senyum senang. "Wah, yang benar, Mas. Makasih loh, Mas. Semoga liburannya menyenangkan."
"Sama-sama, Pak. Hati-hati di jalan. Sudah gelap soalnya."
"Siap, Mas."
Aby melirik ke arah perkemahan setelah kepergian pria yang mengantarnya. Dari tempatnya berdiri ia dapat melihat rombongan mahasiswa saling berpencar sambil menyalakan senter dan menyorot ke arah tebing.
Samar-samar, Aby dapat mendengar sebagian dari mereka meneriakkan nama Embun.
Tunggu! Apakah mahasiswi hilang yang dimaksud pria tadi adalah Embun? Apa karena itu tadi Dewa menghubunginya berulang-ulang.
"Embun ...." Aby merasakan seluruh tubuhnya tiba-tiba lemas. Firasat yang sempat terlintas di benaknya ternyata benar.
***
benar knp hrs nunggu 6 bln klo hrs cerai lebih baik skrng sama saja mlh buang2 wkt dan energi, bersyukur Embun ga oon🤭