Novel ini menceritakan kisah seorang Naila Shababa, santri di pondok pesantren Darunnajah yang di cap sebagai santri bar-bar karena selalu membuat ulah.
Namun, siapa sangka nyatanya Gus An, putra dari pemilik pesantren justru diam-diam menyukai tingkah Naila yang aneh-aneh.
Simak selalu di novel yang berjudul “GUS NACKAL VS SANTRI BARBAR.” Happy reading🥰🥰...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Umi Azizah keluar saat mendengar suara ramai-ramai di halaman pesantrennya. Seluruh santri yang menyaksikan adegan tersebut langsung menunduk memberikan penghormatan saat beliau ikut merapat.
“Ada apa ini kok ramai-ramai...?”
“Anu...”
“Anu apa Mbak...?” Neng Aufa ikut menyusul di belakang Uminya karena ikut penasaran dengan keramaian itu.
“Astaghfirullah, Mbak Naila mi...” Neng Aufa heboh saat melihat Naila dan Fatma yang rambutanya acak-acakan tanpa mengenakan hijab. Pakaiannya pun ikut berantakan.
“Kalian ini apa-apaan sih, main berantem. Siapa yang ngajarin kalian seperti ini...? Umi’ nggak suka.”
“Naila mi yang mulai duluan.” Tuduh Fatma kepada Naila untuk cari muka di hadapan Umi’. Naila tidak terima, Dia mencakar wajah Fatma lagi. Naila tidak peduli akan di beri hukuman seberat apapun oleh Umi’. Dia paling benci dengan orang yang suka cari muka.
“Hentikan Naila...!!!” Umi Azizah berteriak dengan sangat keras. Beliau saat ini benar-benar marah.
“Kalian berdua berdiri di tengah lapangan putra.” Naila dan Fatma terlihat mengeluh tidak terima.
“Umi’, Dia yang mulai duluan. Dia harus dikasih hukuman yang lebih berat.” Naila berlutut di kaki Umi Azizah.
“Tidak ada negoisasi, lakukan sekarang. Umi’ tidak suka mendengar kalian banyak bicara. Mbak Santi, tolong kawal mereka.” Perintah Umi kepada Mbak Santi yang barusaja datang tidak tau menahu tragedi sesungguhnya. Dengan berat hati Naila dan Fatma melangkah menuju lapangan putra. Baru sampai di gerbang saja, mereka sudah tidak berani mengangkat wajah. Malunya sampai ke ubun-ubun. Karena hanya pelanggaran besar yang mengharuskan santri di hukum ke pesantren putra.
Suit... suit... suara santri putra membuat Naila bergidik campur malu menjadi satu. Senakal-nakalnya Dia Baru kali ini mendapat hukuman seperti ini.
“Baca istighfar sepuluh ribu kali.” Suara Mbak Santi dengan lantang mengalihkan perhatian para santri putra yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. “Please, jangan banyak-banyak Mbak...” Fatma memohon.
“Mau saya tambah jadi dua puluh ribu kali...?”
“Hah... jangan Mbak, jangan...” mereka berdua mulai membaca istighfar dan saling menyalahkan.
“Gara-gara kamu Naila, Aku nggak terima. Tunggu pembalasanku selanjutnya.” Naila bersungut-sungut mendengar ancaman dari fatma.
“Seharusnya yang bilang begitu itu Aku, buka kamu. Enak aja, yang mulai duluan siapa. Hah...?”
“Berisik di tambah sepuluh ribu lagi.” Teriak Mbak Santi dari kejauhan sambil mengawasi keduanya.
...****************...
Malam harinya, Gus An selepas pulang dari pengajian memanggil Naila. Si empunya yang sangat kecapekan akibat seharian mendapatkan hukuman sudah terlelap dalam mimpi. Laras mengguncang tubuh Naila dengan keras. Anak itu, masih sama saja. Sulit untuk di bangunkan.
“Naila, di panggil Gus An...” tidak ada respon sama sekali meskipun berkali-kali di bangunkan oleh orang yang berbeda. Gus An yang tidak sabaran turun sendiri ke asrama putri.
“Awas, ada Gus An...” teriak para santri putri akan kehadiran Si Gus. Entah baru akhir-akhir ini, Gus An seringkali masuk ke asrama putri. Tujuannya hanya untuk mencari Naila. “Tidur beneran anak ini.” Batin Gus An saat mendapati Naila yang tidur dengan nyenyak.
“Naila sudah makan apa belum Mbak...?” tanya Gus An kepada beberapa teman sekamar Naila yang posisinya terjebak didalam tidak bisa keluar karena Gus An berada di ambang pintu.
“Kayaknya sih belum Gus.” Gus An menepuk jidatnya. “Bisa-bisanya Naila belum makan padahal baru aja sembuh. Bahaya kalau dibiarkan begini terus, bisa-bisanya saya di marahi Pak Said.” Gus An kembali ke Ndalem untuk mengambil makanan, lantas tak lama kemudian beliau ke kamar Naila lagi.
“Tolong bangunkan Naila ya Mbak, suruh Dia makan.” Gus An berpesan kepada Laras untuk sunggguh-sungguh membangunkan Naila. Namun sampai Laras sendiri mengantuk, Naila tak kunjung bangun.