Putri Regina Prayoga, gadis berusia 28 tahun yang hendak menyerahkan diri kepada sang kekasih yang telah di pacari nya selama 3 tahun belakangan ini, harus menelan pahitnya pengkhianatan.
Tepat di hari jadi mereka yang ke 3, Regina yang akan memberi kejutan kepada sang kekasih, justru mendapatkan kejutan yang lebih besar. Ia mendapati Alvino, sang kekasih, tengah bergelut dengan sekretarisnya di ruang tamu apartemen pria itu.
Membanting pintu dengan kasar, gadis itu berlari meninggalkan dua manusia yang tengah sibuk berbagi peluh. Hari masih sore, Regina memutuskan mengunjungi salah satu klub malam di pusat kota untuk menenangkan dirinya.
Dan, hidup Regina pun berubah dari sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 18. Gara-Gara Mobil Baru.
Sebuah mobil sedan, generasi ke sepuluh, dari merk kendaraan yang sudah mendunia, William pilihkan untuk Regina.
Mobil mungil yang terlihat sangat mewah dengan tampilan warna abu-abu yang menyilaukan mata.
Sementara itu, Regina hanya mampu mendengus kesal. Kemarin William mengatakan jika ia boleh memilih jenis mobil sesuka hatinya.
Hari ini setelah Jimmy mentransfer sejumlah uang hasil dari menjual mobil lamanya, William mengajak sang sekretaris kesayangannya mengunjungi sebuah showroom mobil milik salah satu temannya.
Namun, alih-alih memilih mobil yang diinginkan, wanita itu bahkan tidak di mintai pendapat saat memilih kereta besi itu.
William membeli mobil seperti membeli kacang goreng, masuk ke dalam showroom, melihat sejenak, lantas menunjuk satu warna kemudian melakukan pembayaran.
Tak hanya kesal karena tidak di mintai pendapat, Regina juga kesal karena pria itu membelikannya mobil yang sangat mahal bagi wanita itu, setengah milyar lebih.
‘Uang sebanyak itu, Kalau di deposito kan, bunganya bisa untuk membeli tanah di kampung.’ Wanita itu membatin.
“Hon, tunggu. Kenapa marah? Mobilnya nanti di kirim ke apartemen. Surat-suratnya nanti menyusul. Kalau kamu tidak mau menggunakannya, karena belum ada STNK, kamu bisa menggunakan mobil ku.” Cerocos William di belakang Regina yang kini tengah merajuk, di lantai 20 gedung Sanjaya group.
Regina menoleh dengan tatapan horor ke arah atasannya itu. Jika tau begini, ia tidak akan menyetujui menjual mobil lamanya.
“Kenapa membeli mobil semahal itu? Kamu tau, uang sebanyak itu jika aku deposito kan, bunganya bisa untuk membeli tanah di kampung.” Ucap wanita itu menggebu.
“Hon, lagipula aku membeli menggunakan uang ku sendiri, bukan uang hasil korupsi. Uang hasil penjualan mobilmu juga tidak terpakai kan? Jimmy mentransfernya ke rekening pribadimu, bukan rekening yang aku berikan.” William tersenyum menggoda. “Kamu bisa mendepositokan uang mu sendiri.”
Regina merasa jengah.
“I-iya, aku tau itu memang uang mu, tetapi kenapa harus membelikan ku mobil semahal itu? Kemarin apa katamu? Aku bebas memilih mobil yang aku suka. Tapi nyatanya apa? Kamu bahkan tidak bertanya, pendapat ku!”
William mencebik, ia kemudian mendekat ke arah sang pujaan hati. Mendekap tubuh tinggi semampai itu dari belakang.
“Will, lepas. Nanti ada yang datang.” Ronta Regina. Namun pria itu tak perduli.
“Itu sudah mobil yang paling murah, Hon. Aku suka yang itu, dan aku yakin kamu juga suka. Mobilnya mungil namun elegan.” Ucap pria itu, dengan dagu yang menumpang pada bahu sekretarisnya.
“Apa kamu tidak suka?”
Regina berdecak sebal. Wanita mana yang tidak suka di belikan mobil semahal itu. Dia tidak munafik. Hanya saja, dia belum rela, melihat jumlah uang yang menjadi milik orang lain itu.
“Sudah jangan marah lagi, Hon. Aku hanya memberikan yang terbaik untukmu. Walau menurutku itu masih kurang. Aku ingin membelikan mu yang lebih dari itu, tetapi aku tau kamu pasti akan menolaknya.”
Regina mengusap tangan William yang sedang mendekap pinggangnya.
“Bukannya aku tidak bersyukur, tetapi aku merasa tidak rela saja, uang sebanyak itu untuk membeli mobil, padahal ada yang lebih murah. Toh, fungsinya juga sama. Untuk di kendarai.”
“Hon. Jika kamu ingin membuat deposito, gunakan uang di kartu yang aku berikan. Aku memikirkan kenyamanan mu dalam berkendara. Aku tidak perduli jika harus mengeluarkan banyak uang. Ingat Hon, itu uang pribadi ku, bukan uang perusahaan.”
Regina mengalah. Perdebatan ini tidak akan selesai jika tidak ada yang mengalah salah satu dari mereka.
“Baiklah. Terima kasih banyak. Aku akan menggunakan mobil itu dengan baik. Supaya tidak sampai lecet.” Ucap Regina sambil terkekeh.
“Lecet juga tidak apa-apa, namanya kita di jalan, tidak tau akan terjadi sesuatu.”
“Jika sampai lecet, nanti keluar uang lagi dong?”
“Astaga, Honey. Kenapa uang terus yang kamu permasalahkan? Aku bukan orang susah Hon. Please to be realistic”
“Ya ya ya… aku akan menguras semua uangmu, Will.” Ucap Regina mengalah.
“Habiskan lah, jika kamu bisa. Tetapi, sebelum itu. Kamu yang akan aku habiskan terlebih dulu.”
Setelah mengucapkan itu, William bersiap membawa tubuh sang sekretaris ke dalam ruangannya.
“Mau kemana?” Tanya Regina ketika pria itu menuntun tubuhnya.
“Menghabisimu.”
“Aku sedang datang bulan.”
“Apa? Sejak kapan?” Tanya William dengan mata yang membulat.
“Tadi pagi saat mandi.”
“Astaga. Pantas saja kamu merajuk tak jelas begini. Ternyata sedang datang bulan.” Gerutu William.
“Kenapa kamu bisa tau kalau wanita yang sedang datang bulan itu, suka merajuk?” Tanya Regina curiga.
“Willona sering begitu.”
“Willona apa Willona?” Goda Regina.
“Honey, jangan mulai lagi. Apa tidak cukup yang aku jelaskan kemarin itu?”
Regina mengulum bibirnya.
“Iya, iya. Ayo sana kembali ke ruangan. Aku mau bekerja. Kamu juga harus bekerja dan bisa menyelesaikan tugas tepat waktu.”
“Memangnya kenapa?”
“Kan aku mau dapat bonus tambahan dari pak Antony kalau kamu bisa bekerja dengan baik.” Ucap wanita itu tergelak.
“Astaga. Putri Regina Prayoga. Apa hanya ada uang, uang dan uang saja di dalam otak cantikmu itu?”
Regina semakin tergelak. Ia tak menyadari William mendekat, kemudian meraup kedua pipinya. Mata wanita itu membulat ketika bibir William telah menyatu dengan bibirnya.
Bagaimana bisa William melakukannya disini? Bagaimana jika ada orang yang datang?
“Asupan vitamin C. Supaya aku semangat bekerja.” Pria itu pun meninggalkan sang sekretaris yang sedang mengatur deru nafasnya.
****
Alvino merasa frustrasi, sudah dua hari Regina menghilang tanpa kabar. Tadi pagi, dia juga kembali mengunjungi rumah kontrakan Regina, namun masih saja kosong. Panggilan teleponnya selalu di abaikan oleh wanita itu.
“Kemana kamu sebenarnya, sayang?”
Saat sedang melamun, ponselnya di atas meja kerja berdering. Seketika Alvino meraih benda pipih itu, berharap ada kabar dari kekasih hatinya.
Namun, ia kembali tak bersemangat ketika melihat nama siapa yang tertera di layar ponsel.
“Halo, ma? Ada apa?” Ucapnya setelah benda pintar itu menempel di telinganya.
“Kamu kemana saja? Kenapa semalam tidak pulang?” Tanya sang mama.
“Aku semalam lembur, ma. Aku tidur di kantor.” Jawabnya berbohong.
“Oh, kamu sudah makan siang? Regina apa kabar? Sudah lama dia tidak datang ke rumah.”
Deg!!
Pertanyaan sang mama membuat Alvino gelagapan. Ia sendiri bahkan tidak tau bagaimana kabar kekasihnya itu.
“Re-Regina baik ma, kami baru saja bertemu saat makan siang.” Lagi-lagi Alvino berbohong kepada sang mama.
“Ya sudah, sampaikan salam mama padanya, kalau sempat, akhir pekan ini, ajak dia pulang ke rumah. Mama merindukannya.”
“Iya, ma.”
Panggilan pun berakhir. Alvino kembali menyimpan ponselnya.
“Jangankan mama, aku juga sangat merindukannya, ma.”
.
.
.
Bersambung.