SUN MATEK AJIKU SI JARAN GOYANG, TAK GOYANG ING TENGAH LATAR. UPET-UPETKU LAWE BENANG, PET SABETAKE GUNUNG GUGUR, PET SABETAKE LEMAH BANGKA, PET SABETAKE OMBAK GEDE SIREP, PET SABETAKE ATINE SI Wati BIN Sarno.... terdengar suara mantra dengan sangat sayup didalam sebuah rumah gubuk dikeheningan sebuah malam.
Adjie, seorang pemuda berusia 37 tahun yang terus melajang karena tidak menemukan satu wanita pun yang mau ia ajak menikah karena kemiskinannya merasa paling sial hidup di muka bumi.
Bahkan kerap kali ia mendapat bullyan dari teman sebaya bahkan para paruh baya karena ke jombloannya.
Dibalik itu semua, dalam diam ia menyimpan dendam pada setiap orang yang sudah merendahkannya dan akan membalaskannya pada suatu saat nanti.
Hingga suatu saat nasibnya berubah karena bertemu dengan seseorang yang memurunkan ajian Jaran Goyang dan membuat wanita mana saja yang ia kehendaki bertekuk lutut dan mengejarnya.
Bagaimana kelanjutan kisah Adjie yang berpetualang dengan banyak wanita...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demam Tinggi
Tarno sudah hilang kendali, bahkan ia ak habis fikir mengapa puterinya sampai menggilai pria tersebut.
Jarum infus terpasang dipergelangan tangannya. Matanya terbuka memandang ke atas. Seharian ini ia tak.juga makan dan minum, sehingga dibantu oleh tenaga infus untuk menggantikan asupan energinya.
Tatapannya begitu nanar, dan ia merasakan relung hatinya begitu kosong.
"Cintya, tolonglah Nak... Makanlah sedikit saja, jangan buat ibu tersiksa begini," Sarni mengusap ujung matanya yang sembab karena ikut menangis melihat kondisi puterinya yang sangat memperihatinkan.
"Kang Adjie, Kang Adjie, aku mau kang Adjie," rintih Cintya lirih. Sungguh ia tak inginkan apapun, hanya Adjie yang dapat menyembuhkannya saat ini.
Hatinya begitu kosong. Relung jiwanya seakan separuh pergi dan meninggalkan kehampaan yang membuatnya ingin berlari saat ini.
Tarno mengacak rambutnya dengan kasar. Ia masih belum berani untuk keluar rumah, sebab wajahnya seolah tebal karena menahan rasa malu.
"Kenapa kamu tidak mati saja, Cintya! Mengapa harus menyebut nama Adjie! Kamu benar-benar membuat malu keluarga!" hardiknya dengan kasar demi untuk menyadarkan puterinya.
"Kang Adjie, kang Adjie," panggil Cintya dan tak memperdulikan omelan dari ayahnya yang meradang.
Sesaat tubuh wanita muda itu mengejang dab demamnya semakin tinggi, membuat Sarni semakin panik. "Kang, tolonglah, panggilkan Mbah Kasim, minta air penawar," pinta wanita itu dengan kebingungan.
Tarno yang kesal, tetapi akhirnya menurut dengan apa yang diperintahkan oleh istrinya, meskipun dengan berat hati.
Ia menggunakan helm untuk menutupi wajahnya agar tiidak terlihat warga dan mengendarai motor menuju kediaman rumah sesepuh desa yang biasanya dimintai obat penawar penyakit diluar metafisis.
Cintya terus saja menggaungkan nama Adjie dan ia tak perduli dengan tangisan dan kepanikan sang ibu.
Suasana rumah semakin mencekam dan membuat Sarni semakin panik dengan kondisi yang dialami puterinya.
Tak berselang lama. Tarno kembali pulang dengan membawa seorang pria berambut putih dan kopiah dikepalanya.
Ia berjalan memasuki rumah dan dipersilahkan untuk memeriksa kondisi Cintya yang sangat memperihatinkan.
Pria sepuh itu menghampiri Cintya yang saat ini terus menyebutkan nama Adjie. Ia memejamkan kedua matanya, dsn mencoba menerawang dialam lain untuk menemukan penyakit apa yang sedang diderita wanita muda itu.
Tangan keriput itu menyentuh kening Cintya yang terasa sangat panas dan ia tersentak kaget.
"Carikan saya daun bidara dan juga buahnya," pinta pria itu dengan nada yang lirih, namun, penuh penegasan.
Tarno kembali keluar rumah dan mencari tumbuhan yang diminta oleh pria tersebut.
Para tetangga yang kepo mulai berdatangan dan mencoba melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Sang pria sepuh berkomat-kamit membacakan rapalan mantra yang membuat seseorang yang ditujunya tergerak untuk datang.
Adjie, ya... Dia pria yang sering kerap.kali dibully karena kejombloannya itu, merasakan sebuah panggilan untuk menggerakkan kakinya melangkah menemui Cintya.
Sekeras apapun ia mencoba melawan keinginan hatinya, namun kakinya terus saja membawanya pergi ke rumah itu.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jaih, ia akhirnya tiba dirumah Cintya.
Terlihat orang-orang banyak berkumpul untuk melihat kondisi wanita itu.
Mbah Kasim menyelinap keluar dan ia menemui Adjie. Keduanya saling bertatapan dan pria sepuh itu mengeluarkan ajian bungkam untuk menundukkan pria didepannya.
Adjie yang datang dengan wajah lebam karena mendapatkan bogem mentah malam tadi, tampak sedikit ketir dengan tatapan pria sepuh yang penuh kharisma.
"Aku ingatkan padamu, jangan pernah berbuat macam-macam pada wanita bersuami, karena dosa yang kau tanggung akan berlipat ganda dan suatu saat menjadi karma yang menyakitkan untukmu!" pria itu terlihat mengancam.
Adjie menatap tajam dan sesaat ia tersenyum menyeringai. "Jangan campuri urusanku!" jawabnya dengan kesal, lalu melawan gertakan lawannya dan beranjak pergi.
Jujur saja sebenarnya ia sangat takut menghadapi Mbah Kasim, namun ia tak ingin terlihat lemah.
Tubuhnya gemetar saat tadi berlawanan tatapan mata, dan ia tahu jika sesepuh itu memiliki banyak kelebihan ilmu kanuragan, dan ia harus waspada.
Rasa takut dibogem Tarno lagi, membuatnya cepat-cepat pergi dan ia ingin menjauh sejauhnya.
Mbah Kasim menghela nafasnya dengan berat. Dar8 kejauhan terlihat Tarno setengah berlari menghampirinya. "Mbah, ini daun bidara dan juga buah bidara yang diminta." ia menyerahkannya kepada pria sepuh itu.
Kasim menerimanya. Lalu berjalan membelah kerumunan tetangga yang kepo dengan kejadian tersebut.
Tangan pria berada diatas sebuah wadah plastik berukuran cukup besar dengan berisikan air dan juga dau bidara yang sudah dire-mas didalamnya.
Mulutnya komat-kamit merapalkan mantra penyembuhan untuk wanita muda yang mengalami cinta gila tanpa logika.
"Sun Matek Ajiku Si Jaran Goyang, Kaki Danyang Nyai Danyang, Kompi Jenggot sing Nempel Neng Nggone si Cintya binti Tarno Balia Nang Asalmu. Assalammualikum, Wetan Kulon, Lor Kidul Dalanmu Mulih" a story by Radar Seluma
Pria itu mengakhiri mantranya. Lalu mengambil segelas air dari dalam wadah plastik dan meminta Sarni meminumkannya pada Cintya yang sedang kejang dengan mata membeliak ke atas dan mulutnya terus saja mengumandangkan nama Adjue tanpa henti.
Hasil pemaksaan itu membuat Cintya meminumnya meskipun tidak habis seluruhnya.
"Tarno, mandikan air pada puterimu, dan lakukan dengan segera sebelum ia mengalami kegilaan!" titah mbah Kasim dengan menegaskan.
Seketika orang-orang saling pandang. Peristiwa malam tadi merubah suasana menjadi hening dan iba yang muncul dibenaknya.
Ditempat lain, Rama yang mendengar istrinya mengalami kejang dan sedang ditangani oleh mbah Kasim mulai sedikit luluh, bagaimanapun ia mencintai wanita yang sudah dinikahinya itu.
Dengan mengendarai sepeda motornya, ia melaju menembus jalanan berbatu dengan perasaan campur aduk.
Ketika melewati kediaman Adjie, rasanya ingin ia runtuhkan rumah gubuk tersebut.
Akan tetapi, ia tanpa sengaja melihat Wati berada didalam rumah itu bersama dengan pria yang telah merusak hari bahagianya.
Ia mengerutkan keningnya, dan berfikir.dalam benaknya sejak kapan janda muda nan cantik itu tinggal dirumah Adjie?
Bukankah selama ini Wati orang yang pemilih?
Berbagai pertanyaan berkecamuk, namun ia menepisnya sejenak, sebab ia harus kembali ke rumah mertuanya.
Setelah beberapa menit kemudian, Rama tiba disana. Rumah itu tampak ramai karena beberapa tetangga berkumpul disana.
Melihat kehadiran Rama, hati Tarno sedikit lega, setidaknya pria memperlihatkan rasa kepeduliannya.
Cintya yang baru saja selesai meminum air ramuan mantra dari Mbah Kasim dan juga selesai dimandikan, duduk terdiam dan merasa bingung dengan kerumunan para tetangga.
"Ada apa, Bu, Pak?" ia terlihat menatap penuh kebingungan.
"Alhamdulillah, ya Allah, Nak... Kamu akhirnya sadar." dekap Sarni dengan rasa penuh kelegaan.
Rama yang meliht kejadian itu tampak penasaran, sebenarnya apa yang terjadi.
"Rama, mbah Kasim mau bicara denganmu," pria sepuh itu menarik pergelangan tangan pengantin baru yang saat ini sedang galau ke sebuah ruangan kosong dirumah itu. Saat bersamaan, kedua orangtua Rama baru saja tiba. Mereka akan mendamaikan sepasang pengantin yang sedang berselisih faham.
pindah judul nya dg bab cerita yg nanggung dan gantung