Hidup Nicho Javariel benar-benar berubah dalam sekejap. Ketenaran dan kekayaan yang dia dapatkan selama berkarir lenyap seketika akibat kecanduan obat-obatan terlarang. Satu per satu orang terdekatnya langsung berpaling darinya. Bukannya bertobat selepas dari rehabilitas, dia malah kecanduan berjudi hingga uangnya habis tak tersisa. Dia yang dulunya tinggal Apartemen mewah, kini terpaksa tinggal di rumah susun lengkap dengan segala problematika bertetangga. Di rumah susun itu juga, ia mencoba menarik perhatian dari seorang perempuan tanpa garis senyum yang pernah menjadi butler-nya. Dapatkah ia menemukan tempat pulang yang tepat?
"Naklukin kamu itu bangganya kek abis jinakin bom."
Novel dengan alur santai, penuh komedi sehari-hari yang bakal bikin ketawa-ketawa gak jelas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yu aotian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Di seberang unit sana, ada sesosok wanita bersurai panjang yang wajahnya tampak familiar. Saat itu juga, Nicho kembali menutup pintu dan bersandar di belakangnya dengan wajah yang terperangah kaget. Beberapa detik yang berlalu sukses membuatnya membeku seperti patung.
"Gak! Gak! Gua salah lihat, kan? Gak mungkin cewek itu ...."
Saking syok, Nicho tak mampu menyelesaikan kalimatnya. Dengan gerakan waspada, ia mengintip melalui celah gorden jendela samping pintu. Posisi rumah mereka yang saling berhadapan, memudahkan Nicho untuk kembali melihat wanita itu. .
Wanita yang tengah memakai kaus rumahan itu juga terlihat baru saja keluar dari rumahnya dan tengah menjemur beberapa potong pakaian di balkon. Nicho memperhatikan wanita itu seraya mengingat-ingat kembali, sekadar mencocokkan wajahnya dengan sosok yang tengah terlintas di otaknya saat ini. Lama mengamati, ia semakin yakin kalau perempuan itu adalah mantan butler-nya, Sera Alia.
"Astaga, napa Jakarta jadi sekecil ini?" gumam Nicho yang air muka yang keruh.
Nicho mengintip sekali lagi untuk memastikan penglihatannya tak salah. Ia tampak ragu-ragu karena penampilan Sera saat ini tak seformal saat berada di hotel. Perempuan itu hanya memakai kaus rumahan dengan wajah polos tanpa polesan makeup. Namun, justru membuat kecantikannya semakin mencolok bahkan menjadi daya tarik yang memancar kuat. Rambut panjangnya yang sering tersanggul rapi, kini terurai indah berayun seirama dengan gerakan lembutnya yang begitu feminin.
Nicho bergegas mencari Ucup untuk menanyakan tentang Sera. Sayangnya pria bertubuh sedikit gempal itu tak ada dalam rumah. Sepertinya ia sudah pergi bekerja sepagi ini.
Nicho kini mondar-mandir di depan ruang tamu mini yang bersambung dengan dapur. Apa jadinya jika perempuan yang pernah menjadi pelayannya itu melihatnya di sini? Sungguh menjatuhkan harga dirinya, bukan?
Di saat pikirannya tengah berkecamuk, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara ketukan pintu di rumah itu. Kelabakan, pria itu refleks bersembunyi bagai maling tertangkap basah. Namun, karena ketukan pintu itu terdengar terus menerus dan amat berisik, ia pun segera ke kamar untuk mengambil topi dan maskernya agar wajahnya tak terlihat. Sayangnya, ia justru tidak menemukan dua benda penyelamatnya itu.
Bagaimana ini? Sekarang mantan butler-nya ada di depan sana. Sebagai orang yang memiliki gengsi tinggi, tentu sangat memalukan jika pria sekelas dirinya yang pernah menjadi tamu di kamar presidential suite, kini tinggal di lingkungan rusun dan menjadi tetangganya.
Di tengah kepanikan Nicho yang belum juga menemukan topi dan maskernya, matanya malah terarah pada rambut palsu yang diletakkan di atas lemari dengan model kribo, mirip wig yang sering dipakai badut-badut.
Saat hendak mengambil rambut palsu tersebut, ia juga menemukan kumis palsu tipis seperti asli yang masih terbungkus plastik. Berdiri di depan cermin, ia yang telah memakai kaus, langsung memasang wig kribo dan kumis tipis palsu agar tak ada yang mengenali wajah aslinya. Terutama Sera yang pernah menjadi pelayan pribadinya.
"Kalo kek gini kira-kira dia masih ngenalin gua gak, ya?" pikir Nicho sesaat sembari menatap bayang wajahnya di cermin.
Karena pintu rumah masih terus digedor, Nicho pun memberanikan diri membuka pintu. Saat pintu setengah terbuka, matanya menangkap seorang remaja laki-laki langsung tersenyum lebar.
"Bang, mau beli kue gak, Bang?"
Nicho merasa lega dan geram di waktu yang bersamaan. "Lu gedor-gedor pintu rumah orang udah kek dept collector cuma buat nawarin dagangan?"
Pedagang itu malah menyengir tanpa dosa setelah sukses membuat Nicho kalang-kabut. "Jadi mau beli gak, Bang?"
"Gak!"
Wajah pedagang itu memberengut seketika, diikuti mulut yang berceletuk kecil, "Nambah lagi Rojali di rusun ini!"
"Apa lo bilang? Rojali?"
"Iya, Bang. Rombongan jarang beli alias kaum medit," cetus pedagang itu sambil memanggul jualannya.
Nicho mengeronyotkan bibirnya. Begitu pedagang itu pergi, perhatiannya teralihkan pada Sera yang masih menjemur beberapa potong pakaian. Wajah tanpa ekspresi itu tampak sudah menjadi ciri khasnya. Ia pun tampak tak memedulikan keadaan sekitar dan tetap fokus melakukan aktivitasnya.
"Jaka!"
Panggilan seseorang membuat sepasang bahu Nicho refleks terangkat. Ia menoleh ke samping dan melihat pak Ngadimin sedang berjalan ke arahnya.
"Eh, Pak RT!" Nicho membalas sapaan pak Ngadimin sambil melirik was-was ke arah Sera. Khawatir perempuan itu langsung menengok ke arahnya.
"Mana Ucup?"
"Gak tahu, Pak. Mungkin dah pergi kerja,"
"Rambut Lo kenapa tiba-tiba jadi brekele gitu? Perasaan semalam kagak," celetuk pak Ngadimin sambil melihat rambut Nicho yang mengembang bulat sempurna.
"Semalam kan karena ketutup topi, Pak," elak Nicho.
"Eh, itu Ucup!"
Nicho segera menoleh ke arah pandangan pak RT saat ini. Benar, ternyata Ucup tengah berjalan menuju ke arah mereka sambil menenteng tas kresek berisi dua nasi bungkus.
"Dari mana lu, Cup?"
"Beli nasi uduk di bawah, Pak RT!"
Kedatangan Ucup, membuat Nicho tak sabar untuk segera menanyakan tentang Sera. Saat menoleh ke seberang unit, dia sudah tak mendapati Sera di sana. Pintu rumahnya pun telah tertutup.
Nicho segera menarik Ucup masuk ke dalam rumah. Ucup lantas terbengong melihat penampilan Nicho saat ini.
"Abang kayak gini apa mau syuting film atau gimana? Ini kan wig gua pas mau ikut lomba stand up comedy. Hampir aja gak ngenalin, Abang, sumpah!"
"Sstt ... gua panik, Cup. Ternyata ada yg gua kenal di sini."
"Siapa?"
Nicho melihat ke arah jendela. "Lo tahu gak sama penghuni itu?"
Ucup ikut melihat ke arah jendela, tepatnya unit yang berhadapan dengan rumah mereka.
"Maksud Abang ... Neng Sera?"
"Lu kenal dia?" tanya Nicho cepat.
"Kagak sih."
"Terus dari mana lu tahu namanya?" selidik Nicho.
"Tahu dari pak RT-lah. Kan pak RT suka nyapa-nyapa. Tapi orangnya agak jutek, Bang. Disapa sering gak nyapa balik. Cuma diam."
Nicho menyembulkan tawa yang tertahan. Ternyata memasang ekspresi datar sudah menjadi pembawaan perempuan itu.
"Udah lama gak dia di sini?" tanya Nicho lagi.
"Kayaknya dia baru sebulanan di rusun ini. Tadinya sih dia jarang banget pulang, sampai-sampai emak-emak julid pada ngira dia ani-ani simpanan bos," bisik Ucup.
"Mana ada! Itu karena dia kerja di hotel. Kalo ada tamu VVIP, pasti gak pulanglah!" Nicho langsung membelanya dengan nada keras hingga Ucup tersentak kaget.
"Kok Bang Nicho tahu? Apa jangan-jangan ...."
"Dia pernah jadi butler gua, sebelum gua ke sini."
"Oh, jadi Abang nyamar kek gini biar gak ketahuan dia gitu?"
"Lo bayangin aja, dari tamu VVIP di hotel bintang 5 sekarang jadi tetangga rusun. Mau taruh di mana muka gua, Cup?"
"Taruh di muka gua aja, Bang. Ucup pengen rasain punya muka ganteng," celetuk Ucup sambil menyengir.
"Untung aja ada wig lu sama kumis palsu ini."
"Tapi Abang cakep juga kumisan kek gini. Jadi mirip penyanyi internasional, Buronan Mars, eh maksud gua Bruno Mars."
Nicho menipiskan bibir seraya mengembuskan napas kasar. "Ada lagi gak yang lo tahu tentang dia? Kek tinggal bareng siapa gitu dia di sini." Nicho kembali mengaktifkan mode kepo-nya.
"Sendiri kayaknya, Bang. Gak pernah lihat siapa-siapa keluar dari rumah itu selain dia. Tapi ... beberapa hari ini gua lihat dia gak ke mana-mana."
Nicho tertegun sejenak. Jika sampai hari ini dia tidak pergi bekerja. Lantas, apa yang menjadi alasannya? Sejujurnya, entah disadari atau tidak, hati Nicho merasa senang karena kembali dipertemukan dengan perempuan tanpa garis senyum itu.
Nicho lalu menatap bayang dirinya dalam cermin yang ujungnya retak seperti petir. "Ternyata wajah orang ganteng emang sulit disamarkan," gumam Nicho memuji dirinya sendiri, "Mulai sekarang, lo adalah Jaka. Ingat, lo Jaka bukan Nicho. Anggap aja Nicho lagi liburan ke Dubai."
.
.
.
Ini gua edit buru-buru ya karena kejar up dulu sebelum perjalanan, kalo ada tipo atau kalimat berulang komeng aja, ntar gua revisi.
Like dan komeng
itu mah gagap kali
setidaknya kali ini Sera nanya keadaan Nicho, berarti Nicho terlihat dimatanya🤭