NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Billionaire

Jerat Cinta Sang Billionaire

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: DENAMZKIN

Sekar Arum (27) ikut andil dalam perjanjian kontrak yang melibatkan ibunya dengan seorang pengusaha muda yang arogan dan penuh daya tarik bernama Panji Raksa Pradipta (30). Demi menyelamatkan restoran peninggalan mendiang suaminya, Ratna, ibu Sekar, terpaksa meminta bantuan Panji. Pemuda itu setuju memberikan bantuan finansial, tetapi dengan beberapa syarat salah satunya adalah Sekar harus menikah dengannya dalam sebuah pernikahan kontrak selama dua tahun.
Sekar awalnya menganggap pernikahan ini sebagai formalitas, tetapi ia mulai merasakan sesuatu yang membingungkan terhadap Panji. Di sisi lain, ia masih dihantui kenangan masa lalunya bersama Damar, mantan kekasih yang meninggalkan perasaan sedih yang mendalam.
Keadaan semakin rumit saat rahasia besar yang disembunyikan Panji dan adik Sekar muncul kepermukaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENAMZKIN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KENANGAN AYAH

Panji memperhatikan jari-jari Sekar dengan cekatan memotong daging, bekerja cepat untuk memotongnya menjadi bagian-bagian kecil. "Kamu benar-benar cepat."

"Saat waktu makan malam tiba, kamu memang harus seperti ini," jawab Sekar sambil terus fokus pada tugasnya.

Panji berusaha sebaik mungkin untuk mengikuti kecepatan Sekar, tetapi tangannya mulai terasa lengket dan basah, membuatnya semakin sulit untuk memotong daging menjadi potongan-potongan kecil.

"Di mana tulang-tulangnya?" tanya Panji, merasa hanya ada daging.

"Tidak ada. Aku membelinya dari pemasok dalam keadaan tanpa tulang," jawab Sekar sambil menjatuhkan potongan daging terakhir ke dalam mangkuk dan menyerahkan daging terakhir kepada Panji. Sekar mengelap tangannya di apron dan menuju ke tumpukan panci dan wajan.

"Kamu mau kemana?" tanya Panji penasaran, sambil terus memotong.

Sekar memutar matanya sambil mengambil panci dan menuju ke wastafel untuk mengisinya dengan air. "Kita harus merebus daging ini dengan banyak air selama sekitar empat puluh lima menit."

"Jadi daging ini mentah?" tanya Panji sambil melihat kekacauan yang menempel di jarinya.

“kamu pikir semua makanan yang kamu makan selama ini tidak berasal dari bahan mentah?” tanya Sekar mengejek.

“Bukan begitu, maksudku..”

"Kenapa? Kamu tidak suka daging?" Sekar bertanya kembali sambil mengangkat panci berisi air dari wastafel.

"Perlu bantuan dengan itu?" Panji mengalihkan pembicaraan dan bergerak mendekat, namun berhenti saat melihat Sekar dengan mudah mengangkat panci dan membawanya ke kompor.

"Jika sudah selasai cuci dagingnya di wastafel, cuci hingga bersih." perintah Sekar sambil menyalakan api.

Panji membawa mangkuk berisi daging dan mulai mencucinya, setelah mendapatkan persetujuan dari Sekar, dia mulai memasukkan daging ke dalam panci. Setelah itu, Sekar mengambil mangkuknya dan membawanya ke wastafel besar untuk dibilas. Setelah mencucinya, dia meletakkannya di samping dan kembali dengan mangkuk yang lebih kecil. "Sambil menunggu kita bisa mengupas kentang dan memotongnya."

Sekar menyerahkan mangkuk itu kepada Panji, yang menerimanya sambil melihat kembali semua bahan yang ada. Sekar menghirup aroma baru yang mulai memenuhi dapurnya. Dia selalu menyukai bau makanan yang hangat, perpaduan aroma yang menghadirkan sesuatu yang luar biasa. Namun, aroma baru ini berbeda, sebuah aroma maskulin yang hangat, seperti kayu cendana, yang melayang seperti awan bahagia di sekitar Panji.

Aroma itu mengingatkannya pada ayahnya. Saat masih kecil, Sekar selalu tahu kapan ayahnya pulang dan kapan ayahnya akan pergi. Datang dan perginya aroma cendana itulah yang selalu ia kenali.

Sekar mengangkat sekantong kentang dan menyerahkannya kepada Panji. "Kupas tiga buah saja," katanya sambil mendorong kantong kentang ke arah Panji dengan bercanda.

Panji menatapnya sambil tersenyum. "Memasak sepertinya membuatmu lebih ceria."

Sekar mengangkat bahu. "Hanya mengingatkanku pada saat memasak bersama ayah," katanya sambil mengambil bawang merah. "Kita iris tipis enam siung bawang merah," tambahnya.

Panji tetap melanjutkan kegiatannya "Kamu sering memasak dengan ayahmu?"

"Ya," jawab Sekar sambil meletakkan irisan bawang merah ke dalam mangkuk kecil. "Kita lanjutkan memotong satu buah tomat."

"Kamu tidak suka mengobrol denganku?" tanya Panji sambil tetap berkutat dengan kentangnya..

"Kalau aku diam, itu tidak selalu berarti aku sedang kesal. Mungkin aku hanya sedang tidak ingin bicara," katanya sambil mengangkat bahu. "Aku tidak wajib menceritakan hubunganku dengan ayahku kepadamu."

Panji mengangkat tangannya dengan isyarat menyerah kecil. "Maaf kalau aku bertanya."

"Kita haluskan bawang putih dan kemiri yang sudah disangrai," Sekar melanjutkan instruksinya.

"Kamu tahu, aku mungkin lebih memahami perasaanmu tentang ayahmu daripada yang kamu pikirkan," kata Panji sambil meletakkan bawang putih dan kemiri ke dalam chopper. "Ibuku meninggal saat melahirkanku."

"Dengan segala hormat, itu tidak sama," jawab Sekar sambil membawa potongan kentang yang sudah selesai dipotong ke wastafel untuk dicuci dan direndam.

"Ya, setidaknya kamu sempat mengenal ayahmu," gumam Panji pelan. "Kamu tidak pernah menghabiskan malam panjang mencoba mengingat seperti apa suara ayahmu, atau apakah wajahmu mirip dengannya."

Sekar memejamkan matanya, membayangkan dirinya seperti memasukkan kakinya sendiri ke dalam mulut.

"Maaf," katanya pelan sambil meletakkan tangan di lengan Panji. "Aku hanya... aku jarang membicarakan ini. Tapi aku benar-benar turut berduka atas kehilanganmu."

Panji menarik napas panjang, menatap tangan kecil Sekar yang menyentuh lengannya. Ekspresi muramnya sedikit melunak, dan dia kembali melihat chopper berisi bawang putih dan kemiri yang sudah halus. "Apakah sudah cukup halus?"

"Ya," jawab Sekar memberikan mangkuk kecil dan memperhatikan Panji menuangkan bawang putih itu ke dalam mangkuk. Dia mengambil mangkuk tersebut, untuk meletakannya bersama bahan lain.

"Terima kasih," kata Panji sambil memandangi sekar yang pergi ke arah kulkas untuk mengambil sesuatu.

"Sambil menunggu kita akan membuat adonan untuk membuat pisang goreng juga," kata Sekar dan memberikan Panji sebuah whisk "Adonannya harus halus." Dia kemudian berjalan menjauh.

"Aku harus apa?" tanya Panji, menatap Sekar, lalu melihat whisk di tangannya.

"Kamu hanya harus mengaduknya dengan benar, setelah aku memasukkan beberapa bahan untuk membuat adonanya" jawab Sekar sambil memberikan senyum.

Sekar memasukkan tepung terigu dan tepung beras mencampurnya dengan beberapa sendok gula dan sedikit garam, tidak lupa menambahkan sedikit vanili dan mulai menuangkan air secukupnya.

“Sekarang aduklah, aduk hingga tidak ada tepung yang masih menggumpal”

Panji mengangguk dan mulai mengaduk adonan, sementara Sekar pergi ke ruang belakang, tempat Ratna duduk di meja kecil sambil menekan-nekan tombol kalkulator.

Sekar menutup pintu di belakangnya dan duduk di salah satu kursi. Dia memijat pelipisnya dengan kedua tangan sambil menghela napas panjang.

"Ada apa?" tanya Ratna, menatap putrinya.

"Berjanjilah padaku, lain kali jika ibu punya ide cemerlang lain, ibu nikahkan saja Laras, jangan aku," ujar Sekar, menatap ibunya dengan mata lelah.

"Matamu memiliki kantong mata hitam," komentar Ratna dengan dahi berkerut.

"Itu karena aku lelah, Bu," jawab Sekar, bersandar di kursinya. "Aku akan mengambil cuti seminggu."

"Seminggu?" Ratna menatap Sekar dengan terkejut. "Aku harus memohon-mohon agar kamu mengambil cuti di malam pernikahanmu, dan sekarang kamu ingin libur seminggu?"

"Pernikahan palsuku bu," koreksi Sekar dengan tajam.

"Itu tetap saja pernikahanmu. Serius, tidak setiap hari ada pria kaya yang mau menikahi perempuan di bawah standarnya," kata Ratna dengan suara pelan. "Kamu harus bersyukur dia setidaknya pria yang baik."

Sekar mengerutkan alisnya, memikirkan ucapan ibunya. "Dia ingin aku tidur dengannya."

"Kenapa tidak?" jawab Ratna sambil berdiri. "Kalau kamu hamil, itu artinya delapan belas tahun komitmen. Kamu akan aman bahkan setelah kesepakatan ini selesai."

"Bisakah, walau hanya sebentar, ibu ingat kalau aku ini anak perempuanmu, bukan salah satu teman aneh ibu?" pinta Sekar dengan nada memohon.

"Kamu anakku, dan aku hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu. Kapan terakhir kali kamu berkencan dengan pria baik-baik?" tanya Ratna.

"Bagaimana dengan Damar?" Sekar menatap ibunya.

1
sSabila
ceritanya keren, semangat kak
jangan lupa mampir di novel baru aku
'bertahan luka'
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!