Mardo, pemuda yang dulu cuma hobi mancing, kini terpaksa 'mancing' makhluk gaib demi pekerjaan baru yang absurd. Kontrak kerjanya bersama Dea, seorang Ratu Kuntilanak Merah yang lebih sering dandan daripada tidur, mewajibkan Mardo untuk berlatih pedang, membaca buku tua, dan bertemu makhluk gaib yang kadang lebih aneh daripada teman-temannya sendiri.
Apa sebenarnya pekerjaan aneh yang membuat Mardo terjun ke dunia gaib penuh risiko ini? Yang pasti, pekerjaan ini mengajarkan Mardo satu hal: setiap pekerjaan harus dijalani dengan sepenuh hati, atau setidaknya dengan sedikit keberanian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riva Armis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10: Cara Kerja
Lokasi berikutnya gak begitu jauh dari rumah sebelumnya. Seperti yang sudah gue bilang, Alan ini hobi mengoleksi pacar dalam satu kawasan yang sama. Entah apa maksudnya. Di perjalanan, pedang gue yang di dalamnya ada Torgol sering banget bergetar. Gue khawatir nanti Sulay curiga. Gak lama, kami berhenti di depan rumah mewah yang terdapat dalam daftar pacar Alan berikutnya.
"Siapa namanya?" tanya Sulay.
"Nadia."
Sulay turun dari motor dan langsung menuju pintu depan yang dijaga seorang satpam. Pedang gue bergetar dan terdengar suara Torgol.
"Keluarkan saya, Mardo! Saya tidak bisa masuk ke rumah itu."
"Kenapa gak bisa, Pak?"
"Rumah itu dijaga oleh pagar gaib."
Gue memandangi pagar rumah itu yang emang kelihatan mewah. Dari sini, gue gak bisa mendengar Sulay lagi ngobrol apa sama satpamnya. Tiba-tiba dia dibolehin masuk aja. Sakti. Sulay berpaling, dan memanggil gue untuk ikutan masuk. Tepat ketika melewati pos satpamnya, gue mendengar Torgol teriak.
"Stop, Mardo! Jangan masuk atau keluarkan saya dulu!"
Melihat gue yang tiba-tiba berhenti, si satpam menanyai gue:
"Kenapa, Mas?"
"Enggak ... G-gak apa-apa, Pak."
Pedang gue menjadi semakin berat dan Torgol terus aja teriak-teriak.
"Stop, Mardo!"
Sulay berpaling karena gue belum juga berjalan. Takut Sulay curiga, gue memutuskan buat nitipin pedang gue ke satpam. Beres, kan?
"Nitip, ya, Pak. Jangan dibuka sarungnya, tajam."
"Oh, siap, Mas."
Gue melanjutkan berjalan menyusul Sulay dan berencana akan memberitahunya soal Torgol setelah ini. Sebelum itu, ada cewek bernama Nadia yang harus kami temui dulu.
"Lo punya rencana apa, Pak?" tanya gue.
"Lo diam aja. Ikutin aja gue."
Oke, gue paham. Di ruang tamunya yang gede dan indah banget, gue dan Sulay disuruh menunggu dia yang kata asisten rumah tangganya lagi berenang di belakang. Gue gak punya kolam renang di rumah dan gue juga gak bisa berenang. Jadinya gue gak tahu kalau orang berenang itu bisa hampir 2 jam.
Berbeda dengan gue yang sabar menunggu, Sulay kelihatan gak betah dan ngomel-ngomel sendiri. Dan sebagai rekan kerja yang baik, gue ikutan ngomel-ngomel juga.
"Iya, nih, Pak ... Udah 2 jam kita di sini belum juga dikasih makan! Parah emang! Sabar, ya, Pak. Lo habis ini mau makan gak? Traktir gue lagi, ya! Aduh kacau ... kacau!"
"Emang cuma makan, ya yang ada dalam kepala lo!? Udah, gue gak bisa nunggu lagi. Gue mau ketemu dia sekarang!"
Sulay berjalan cepat ninggalin gue. Gue ikut aja. Butuh 5 menit jalan cepat kayak Sulay buat sampai di kolam renangnya. Terlihatlah seorang cewek yang lagi ngambang di air pakai kacamata hitam. Yang bikin gue langsung ngambil kacamata hitam gue juga adalah pakaian renang cewek itu. Gue gak biasa melihat cewek gak pakai baju lengkap. Pemandangan ini bikin gue shock!
"Nadia!" panggil Sulay.
"Cappucino buatanmu ...!" sahut gue, entah ngomong apa.
"Apaan, sih, Do! Lo diam aja!"
Cewek itu kaget dan langsung teriak! Gue juga kaget, dong! Untung gue gak teriak. Dia langsung menepi dan ngambil handuk. Gue ngambil hikmahnya aja. Dia melepas kacamatanya ketika Sulay mendekatinya.
"Kalian siapa!?"
"Di mana Alan?"
"Ada perlu apa sama pacar gue!?"
"Gue musuhnya. Gue ke sini mau minta ganti rugi."
"Berapa!? Kalau gue kasih kalian langsung pergi dari sini, ya!"
Gue langsung ngambil HP dan buka kalkulator. Mencoba menghitung berapa uang kembalian dari 1 milyar ketika gue pakai beli nasi bungkus seharga 8 ribu rupiah 3 kali sehari. Anjir! Susah ternyata!
"Lo gak akan sanggup bayar. Udah bilang aja, di mana Alan sekarang?"
Air kolam renang berputar, muncul asap hitam ke permukaan.
"Di sini."
Secara ajaib, seorang cowok berdiri di atas kolam renang yang gue juga gak ngerti kenapa tiba-tiba datang dari asap hitam itu.
"Halo, Alan," kata Sulay.
"Sayang! Untung kamu datang! Hampir aja aku di apa-apain sama dua orang aneh ini!"
Orang aneh!? Sialan!
"Tenang, sayang. Emang banyak orang bego di sekitar sini. Aku urus mereka dulu, ya."
Sulay tersenyum dan mengepalkan tangan kanannya. Gue di belakang masih menghitung pakai kalkulator, jaga-jaga menghitung anggaran biaya rumah sakit. Bukannya apa, orang yang bernama Alan ini, yang ketika gue lihat di foto hanyalah anak bocah 17 tahun. Mana gue tahu badannya 2 kali lipat lebih gede dari badan gue! Ditambah sekarang dia berdiri di atas air! Di atas air, lho!
Alan melesat dari kolam renang ke arah Sulay dengan keras! Membuat cipratan air ke segala arah. Bukannya menghindar, Sulay malah beradu tinju dengannya. Gue percaya, Sulay punya tinju yang aneh dan kuat. Namun, ketika melihat Alan berhasil membuat Sulay terpental, gue jadi pengin kabur!
"Ada perlu apa lo nyariin gue!?"
Sulay langsung bangkit lagi dan meninju rahang Alan. Walau ada darah keluar dari hidung dan sela bibirnya, dia cuma tersenyum dan membersihkannya.
"Gue dapat perintah buat nyabut ilmu lo."
"Gak ada yang bisa merintah gue."
Alan menendang perut Sulay, yang untungnya bisa dia tahan. Dengan pukulan balasan, Sulay berhasil membuat Alan terdorong hingga ke tepi kolam renang.
"Mana pedang lo, Do!? Kenapa lo diam aja!?"
Sulay kembali menyerang Alan. Mereka berdua saling meninju satu sama lain. Gue memanfaatkan momen buat kabur keluar. Bukan mau ninggalin Sulay, tapi mau ngambil pedang gue. Kampretnya, gue malah kepeleset karena lantai licin! Nadia yang melihat gue terkapar mencoba memukul muka gue pake handuknya!
Karena gak pengin kena pukul, tentu aja gue menangkis, dong! Gue menangkap handuknya, dan gue gak tahu gimana ceritanya itu malah bikin dia terbuka lagi! Kampret! Dia teriak kencang banget! Gue shock lagi. Alan menoleh ke arah gue. Mukanya kelihatan kesal banget! Dia langsung memukul wajah Sulay dengan sangat keras! Membuat Sulay tercebur ke kolam renang!
Dia melesat ke arah gue! Gue sudah pasrah aja karena gue sudah punya anggaran pengobatan patah tulang.
"Mati lo!" kata Alan saat mau memukul gue.
Gak sakit. Dan gue mendengar suara orang kena pukul.
"Lho!? Kenapa pak satpam menghalangi saya!?"
Benar aja! Satpam itu menerima pukulan telak Alan di dahinya! Gak ada darah, gak ada memar, cuma ada senyum di sana ketika dia menoleh ke arah gue yang segera bangun.
"Lihat ini, Mardo."
Semacam ada asap hitam yang keluar dari tubuh satpam itu. Lalu, satpam itu jatuh pingsan. Asap hitam itu melayang ke udara dan membentuk wujud yang sebelumnya sudah pernah gue lihat.
"Saya tidak biasa menggunakan pedang, Mardo."
Dia melempar pedang gue dan untung bisa gue tangkap.
"Oh ... jadi lo main jin juga, ya!? Boleh juga lo!" kata Alan.
Asap hitam keluar dari tubuh Alan, melayang ke udara dan membentuk wujud macan hitam. Torgol dan macan itu saling menyerang. Walau Torgol lebih kecil, tapi dia lebih lincah dan seperti lebih punya banyak pengalaman bertarung. Gue takjub banget! Baru kali ini gue melihat ada makhluk kayak mereka.
Gue yang lengah tiba-tiba dipukul oleh Alan! Anehnya, walau kelihatan sama kerasnya waktu dia mukul Sulay, tapi gue gak sampai mental juga. Sakit sudah pasti, tapi gak bikin gue kesakitan banget. Gue gak tahu caranya mukul orang, jadinya gue langsung mengeluarkan pedang dan mencoba menebas telinga Alan.
"Banci lo! Tangan kosong, dong kalau berani!" katanya.
Gue menebasnya lagi, sekarang berhasil merobek bajunya.
"Mohon maaf ... Mas. Gue bukan pemberani. Yang pemberani itu dia."
Sulay keluar dari kolam renang dengan basah kuyup dan dengan cepat berlari meninju Alan. Alan terpental ke tembok dan bikin temboknya retak! Dia kelihatan kesakitan banget. Sulay mencekiknya, membuat banyak banget asap hitam keluar dari kepalanya.
"Lihat ini, Mardo!" teriak Torgol.
Dia berubah menjadi burung kecil, dengan cepat macan hitam itu menelannya dan segera berlari ke arah Alan. Dalam hitungan detik, macan itu meledak dan Torgol muncul di sana dari dalam! Alan yang berhenti mengeluarkan asap hitam tiba-tiba pingsan. Nadia juga ikutan pingsan yang untungnya bisa gue tangkap. Torgol turun dan berdiri di samping gue. Sulay menatapnya, tapi dia gak bersuara apa-apa.
"Saya suka wanita ini, Mardo," kata Torgol melihat Nadia yang gak pakai baju.
Setelah membaringkan mereka semua di ruang tamu, asisten rumah tangga yang tadinya bantuin malah ikutan pingsan waktu melihat Torgol lagi bongkar-bongkarin kulkas orang. Gue menahan Torgol dengan pedang gue. Dia langsung berhenti dan diam.
"Maaf, Mardo."
Sambil memegangi lengan kanannya, Sulay menendang Torgol tiba-tiba.
"Lo ngelakuin apa, Do!? Kenapa dia ada sini!?"
"B-bapak kenal dia?"
"Ya iya, lah! Semua orang di kantor kenal sama dia! Dan semua orang kenal dia di dalam ruangan khusus! Bukan keliaran kayak sekarang!"
"I-iya maaf, Pak ... Dia minta dikeluarin buat bantu kita. Sekarang gimana, Pak?"
"Alan udah gak punya ilmu lagi. Jin peninggalan ayahnya yang selama ini bikin dia sakti juga udah mati. Pengaruh peletnya otomatis hilang dari semua pacarnya, dan gue tebak semuanya lagi pingsan sekarang. Permasalahan kita sekarang adalah gimana caranya ngembaliin jin tua bangka ini ke kantor!?"
"Saya tidak mau dikurung lagi, Mardo. Saya ingin kebebasan."
"Kasihan dia, Pak ... mending biarin aja dia bebas."
"Kamu memang orang baik, Mardo."
Sulay menendang Torgol lagi.
"Eh, diam lo! Bukan dia yang mutusin! Lo sekarang masuk lagi ke pedang Mardo. Kita balik ke kantor."
Torgol menendang Sulay lalu berubah menjadi asap hitam dan masuk ke pedang gue.