Aleena Salmaira Prasetyo adalah anak sulung dari keluarga Prasetyo. Dia harus selalu mengalah pada adiknya yang bernama Diana Alaika Prasetyo. Semua yang dimiliki Aleena harus dia relakan untuk sang adik, bahkan kekasih yang hendak menikah dengannya pun harus dia relakan untuk sang adik. "Aleena, bukankah kamu menyayangi Mama? Jika memang kamu sayang pada Mama dan adikmu, maka biarkan Diana menikah dengan Angga". "Biarkan saja mereka menikah. Sebagai gantinya, aku akan menikahimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percakapan Sebelum Tidur
Dev dan Aleen sudah berada di kamar Dev setelah mereka makan malam.
"Dev, apa kamu marah?".
Aleen bertanya karena melihat Dev tidak terlalu banyak bicara sejak makan malam keluarga tadi.
"Tidak, kenapa aku harus marah?".
Dev menanggapi dengan sikap yang tenang sambil bersiap untuk tidur.
"Aku pikir kamu marah karena tadi aku mengikuti ajakan kakakmu kemari tanpa memberitahumu lebih dulu".
Aleen bicara dengan nada sedikit mengeluh.
"Aku tidak marah. Aku hanya merasa khawatir kalau kamu akan merasa canggung jika berada ditengah keluargaku. Mereka itu selalu banyak bicara sedangkan kamu tidak terlalu terbiasa dengan keramaian keluarga seperti itu"
Dev bicara dengan lembut dan raut wajah yang terlihat khawatir.
"Aku tidak papa. Justru aku merasa senang karena akhirnya aku bisa merasakan kehangatan keluarga seperti ini"
Aleen menanggapi dengan senyum yang lembut.
"Apa kamu yakin? Kamu tidak harus memaksakan dirimu. Kita bisa melakukannya perlahan"
Dev bicara sambil memegang lembut tangan Aleen
"Terima kasih Dev karena kamu selalu peduli padaku, tapi aku benar-benar tidak papa"
"Bukankah sudah seharusnya aku peduli padamu? Kamu itu istriku, tentu aku akan melakukan semua yang terbaik untukmu"
Aleen menatap Dev lembut. Mendengar ucapannya membuat hati Aleen tersentuh seakan ada yang menggelitik hatinya.
"Kenapa jantungku berdebar kencang ya? Apa ada yang salah denganku?"
Aleen bicara dalam hatinya sambil memegangi dadanya.
"Ini sudah malam. Sebaiknya kamu istirahat. Besok kita harus berangkat kerja lebih pagi"
Aleen mengangguk lembut dengan ucapan Dev. Mereka pun berbaring bersama ditempat tidur yang sama dengan sedikit jarak diantara mereka.
Lampu kamar pun dimatikan, hanya ada cahaya lampu tidur yang redup. Aleen dan Dev memejamkan mata masing-masing dalam keheningan.
"Leen, apa kamu sudah tidur?", tanya Dev setelah cukup lama mereka saling diam membisu.
"Belum. Kamu juga belum tidur, Dev?"
Aleen balik bertanya pada Dev.
"Ya, aku tidak bisa tidur. Leen, boleh aku bertanya sesuatu padamu?"
Aleen dan Dev kini berbaring dengan saling berhadapan dan menatap satu sama lain.
"Tanya apa? Katakan saja!"
Aleen tersenyum dengan lembut.
"Leen, sejak kapan kamu mendapat perlakuan kasar dari keluargamu?"
Senyum diwajah Aleen seketika menghilang setelah mendengar pertanyaan dari Dev. Dia terdiam dengan mata menatap ke langit-langit kamar Dev.
"Sejak aku mulai menginjak bangku sekolah. Aku harus selalu melakukan semuanya dengan sempurna. Baik itu dalam pelajaran sekolah maupun dalam bersosialisasi. Jika sedikit saja melakukan kesalahan, maka aku akan mendapatkan hukuman dari papa"
Aleen bercerita dengan raut wajah sedih.
"Apa tidak ada yang membelamu?", sambung Dev lagi penasaran.
"Ada. Dulu kakek dan nenek selalu melindungiku. Nenek meninggal saat aku masih kecil, setelah itu hanya kakek yang menyayangiku. tapi setelah kakek juga meninggal … tidak ada lagi yang melindungiku dan papa juga semakin sering melakukan kekerasan padaku"
Aleen bercerita dengan raut wajah sedih. Dev yang selalu bersikap dingin dan tenang kini terlihat marah dan kesal setelah mendengar apa yang telah dialami Aleena.
"Bagaimana bisa tidak ada seorang pun yang berani menolongmu dirumah yang besar itu? Tidakkah ada seseorang disana yang memiliki hati nurani?!"
Aleena menoleh pada Dev dan tersenyum lembut.
"Tenanglah Dev. Itu sudah berlalu. Dulu aku selalu berpikir bagaimana caranya keluar dari rumah itu. Sampai akhirnya aku bertemu dengan Angga dikampus. Setelah menjalin hubungan kurang lebih 3 tahun, kami memutuskan untuk meresmikan hubungan kami. Aku pikir dialah pahlawan yang akan membebaskanku dari sana. Ternyata dia bukanlah pria yang tepat untukku. Dia sama sekali tidak percaya padaku. Beruntungnya aku bertemu denganmu. Terima kasih"
Aleen bercerita dengan mata berkaca-kaca, namun saat dia berterima kasih pada Dev ada ketulusan dan senyum indah dibibirnya.
"Sama-sama. Aku juga beruntung bisa bertemu denganmu dan menjadikan kamu sebagai istriku"
Dev dan Aleen saling menatap dengan tatapan yang tulus. Ada benih-benih cinta yang terpancar dari sorot mata mereka.
...****************...
Sementara itu pak Bastian masih disibukkan dengan pekerjaannya hingga saat ini. Dia tengah mencari investor yang bersedia mendanai proyek pembangunan yang tengah dikelola perusahaannya.
Tuut tuut
Saat pak Bastian sedang pusing memikirkan investor. Sekretarisnya menghubunginya.
"Halo, Pak. Ada kabar baik!"
Sekretaris pak Bastian langsung bicara dengan antusias saat telponnya diangkat.
"Kabar baik, apa?"
Pak Bastian menanggapi dengan acuh tak acuh.
"Ada seorang investor yang mau berinvestasi dengan proyek kita. Dia bilang akan memberikan investasi sebesar 2 milyar!"
Pak Bastian langsung berdiri dari duduknya karena terkejut.
"Apa? Apa kamu serius?", tanya pak Bastian memastikan.
"Betul, Pak. Ada seorang pengusaha asing yang ingin menjadi investor kita. Saya sudah memeriksa datanya. Dia cukup kompeten dan saya yakin kalau dia juga tidak main-main dengan nominal investasinya"
Sekretarisnya terus meyakinkan pak Bastian kalau investor baru mereka ini bisa dipercaya.
"Kamu yakin sudah memeriksa semua informasi tentangnya?"
Pak Bastian masih belum sepenuhnya yakin dengan ucapan sekretarisnya.
"Saya yakin, Pak. Saya akan kirimkan informasi detailnya melalui email anda"
"Baik, saya tunggu sekarang".
Pak Bastian pun langsung menutup teleponnya dan menunggu email dari sekretarisnya.
Tring
Begitu ada notifikasi tentang email yang masuk, pak Bastian langsung membukanya. Dia membaca semua informasi yang tertera disana dengan seksama tanpa melewatkan satu baris pun.
"Bagus"
Bastian pun kembali menghubungi sekretarisnya.
"Halo, hubungi orang ini untuk meeting dan kita akan segera tanda tangan kontrak"
"Baik, Pak!"
"Akhirnya proyekku bisa diteruskan. Aku yakin kalau pembuatan bangunan kali ini akan sangat menguntungkan"
Pak Bastian tertawa ceria membayangkan kesuksesannya yang belum pasti. Dia pun meninggalkan ruang kerjanya dan berjalan dengan wajah ceria menuju ruang keluarga dimana Diana dan ibunya sedang berada.
"Papa, sepertinya sedang senang sekali?"
Diana bertanya setelah melihat sang ayah datang dengan wajah ceria.
"Ya, Papa sedang senang. Papa sudah dapatkan investor baru yang akan berinvestasi untuk proyek pembangunan kita. Dia bilang bersedia menginvestasikan 2 milyar untuk proyek ini"
Pak Bastian bercerita dengan sangat antusias.
"Benarkah Pah? Berarti pembangunan gedung mall itu bisa segera dilakukan dong, Pah?"
Diana pun terlihat bahagia mendengar cerita sang ayah.
"Iya. Kita akan segera membangun gedung mall itu"
Pak Bastian menanggapi dengan antusias.
"Pah, siapa investor baru itu?Bukankah Papa bilang tidak ada yang mau berinvestasi pada lahan sengketa itu?"
Bu Dona bertanya karena penasaran dengan cerita sang suami.
"Investor baru kita ini merupakan investor asing, jadi tidak banyak riwayat kerjanya disini, tapi berdasarkan daftar aset yang dia miliki, tidak mungkin kalau dia berniat menipu kita"
Pak Bastian menjelaskan dengan detail pada sang istri.
"Oh begitu. Ku harap proyek ini berjalan lancar dan keuntungan perusahaan bisa meningkat karena ini"
Bu Dona mengatakan harapannya pada sang suami dan juga putrinya.
"Ya semoga saja. Jika proyek ini berhasil, maka kita tidak perlu melakukan penangguhan pinjaman dan bisa melunasi semua pinjaman kita di bank. Jadi kalian tidak perlu khawatir lagi dan pertunangan Diana dan Angga bisa kita adakan dengan sangat meriah"
"Benarkah Pah? Jadi aku bisa mengadakan pesta pertunangan yang meriah?"
Diana bertanya dengan antusias untuk memastikan ucapan sang ayah.
"Tentu saja. Jika ini berhasil kalian bisa melakukan apapun yang kalian inginkan. Papa pastikan itu"
"Terima kasih, Pah. Aku sayang Papa"