Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Bukan Bryan namanya kalau punya kata sabar dan bisa tahan emosi. Padahal belum ada 5 menit Bryan memarkirkan mobilnya di depan rumah Annelise, tapi dia sudah berkali-kali telfon Annelise sambil mengomel tidak jelas. Dengan nada tegas dan memaksa, Bryan meminta Annelise agar segera keluar menemuinya.
Didalam rumah, Annelise berjalan cepat dengan high heel setinggi 7 cm di kakinya. Untung saja Annelise sedikit mahir berjalan menggunakan high heel. Jika tidak, bisa dipastikan dia akan tersungkur ke lantai.
"Beruang kutub itu minta di musnahkan.!!" Gerutu Annelise jengkel. Dia terus berjalan cepat ke arah pintu, namun langkahnya di hentikan oleh Neni yang melihat Annelise pergi terburu-buru dengan dress mewah.
"Anne, kamu mau kemana.?" Neni tiba-tiba sudah di depan Annelise, matanya mengamati barang-barang yang melekat di tubuh Annelise dari kaki sampai ujung kepala.
"Dress ini, tas, sepatu dan perhiasan kamu semuanya baru ya.? Ini keliatan barang branded, pasti mahal-mahal semua." Cecar Neni sambil memegang dress Annelise.
Annelise memutar bola matanya malas. Sifat Bibinya membuat Annelise muak. Baru lihat barang mahal saja sudah melotot seperti itu matanya, sebentar lagi mulut Neni mungkin meneteskan air liur.
"Kamu dapat darimana.?" Tatapan Neni tampak curiga.
"Kenapa memangnya.? Bibi mau juga punya barang mahal.?" Tanya Annelise dengan pembawaan yang tenang. Hal itu membuat Neni berfikir kalau Annelise akan memberi barang branded juga untuknya.
Neni mengangguk penuh semangat. "Mau banget Anne, siapa yang nggak mau barang-barang mahal seperti itu." Senyum di wajah Neni merekah.
"Mona kan sebentar lagi bisa menghasilkan uang, nanti Bibi minta dibelikan saja barang-barang branded sama Mona. Biasanya lulusan luar negeri dapat kerjaan yang gajinya besar, nggak kaya aku." Ujar Annelise lalu tersenyum di akhir kalimat. Senyum yang sengaja Annelise tunjukkan untuk mengejek Bibinya.
"Anne.!" Tegur Neni geram.
Annelise hanya tersenyum santai. "Aku pergi dulu Bi," Setelah mengatakan itu, Annelise pergi begitu saja.
Neni kelihatan kesal, dia kemudian mengintip dari jendela karna penasaran.
...*****...
"Pak,, Pak Bryan.!!" Seru Annelise sambil melambaikan tangannya. Bryan kedapatan bengong sejak Annelise keluar gerbang rumah dan berjalan menghampiri mobilnya.
Bryan yang tersadar segera mengubah ekspresinya menjadi datar.
"Ngapain masih di luar. Cepat masuk." Ketusnya. Bryan tampak jengkel. Dia sudah menunggu Annelise 10 menit, tapi sekalinya Annelise datang, malah wanita itu hanya berdiri saja di samping mobilnya.
"Pak Bryan nyuruh aku masuk lewat jendela.?!" Sindir Annelise dengan tatapan malas.
Untung saja otak Bryan cukup encer, dia langsung paham maksud sindiran Annelise dan buru-buru menekan tombol door lock untuk membuka pintu mobil yang dikunci.
Annelise membuka pintu dengan wajah cemberut. Jelas-jelas Bryan salah karna pintu mobilnya terkunci, tapi malah menyuruh Annelise masuk dengan nada membentak. Siapa yang tidak kesal.
Begitu masuk mobil dan duduk di sebelah Bryan, Annelise menutup pintu dengan sedikit membantingnya. Hitung-hitung balas dendam karna tidak akan bisa menyalahkan Bryan meski bosnya itu salah.
Aksi Annelise membuat Bryan mata Bryan menyipit tajam.
"Punya dendam apa kamu.?" Sindiran Bryan. Sebenarnya dia tidak mempermasalahkan mobilnya, uangnya tidak akan habis kalau harus beli mobil sport lagi. Hanya saja Bryan tidak suka melihat Annelise membanting pintu mobil.
"Banyak, kalau di sebutin satu-satu bisa sampai pagi." Jawab Annelise acuh. Annelise terlihat tidak takut sama sekali dengan perkataan yang dia lontarkan pada Bryan. Kenyataan memang dia punya banyak dendam terpendam pada Bryan yang tidak mungkin di luapkan. Annelise tidak punya kuasa sama sekali.
Sementara itu Bryan hanya berdecih dan segera melajukan mobil mahalnya menuju hotel bintang 5. Dimana tempat resepsi pernikahan teman kuliahnyai gelar.
Usia 26 tahun bisa menikah di hotel bintang 5, tentu saja teman kuliah Bryan bukan orang sembarangan. Dia salah satu pewaris perusahaan besar seperti Bryan juga.
...******...
Annelise tampak tidak nyaman ketika memasuki area hotel. Meski barang-barang branded melekat di tubuhnya, hal itu tidak bisa membuat Annelise percaya diri berada di antara kerumunan orang-orang kaya raya. Dia minder, apalagi datang bersama Bryan. Annelise yakin dia akan menjadi pusat perhatian dan banyak yang penasaran dengan latar belakang keluarganya karna bisa pergi bersama Bryan.
"Mukanya biasa saja, nggak usah tegang. Kita mau masuk ke hotel, bukan ke rumah hantu.!" Lidah Bryan begitu lihat melontarkan kalimat pedas. Titisan Shaka benar-benar ajaib.
"Di samping ku jauh lebih seram dari rumah hantu." Ucap Annelise, tapi hanya bisa membatin karna malas berdebat lagi.
"Acaranya sampai jam berapa Pak.?" Tanya Annelise pelan. Bryan melirik tajam dan membuat Annelise merasa kalau dia baru saja melakukan kesalahan, tapi tidak tau salahnya dimana.
"Disini kamu jadi pacar pura-pura, mana ada perempuan manggil pacarnya dengan sebutan Pak.! selama di hotel, panggil nama saja.!" Seru mengingatkan.
Annelise hanya mengiyakan singkat dan tidak bersuara lagi. Dia berjalan di samping Bryan memasuki gedung hotel untuk menuju ke ballroom.
Sebelum sampai di pintu ballroom, Bryan semakin merapatkan tubuhnya dan meletakan satu tangannya di pinggang Annelise.
Annelise tampak terkejut dengan gerakan tiba-tiba itu. Dia kemudian menatap pinggangnya yang di rangkul mesra oleh Bryan., lalu mengalihkan tatapannya pada Bryan. Ekspresi wajah Bryan terlihat datar-datar saja, padahal posisi mereka terbilang cukup intim dan mesra.
"Dasar kulkas.!" Batin Annelise mencibir. Julukan yang dia sematkan untuk Bryan cukup beragam.
...*****...
Bryan tidak melepaskan rengkuhannya di pinggang Annelise sampai memasuki ballroom dan bergabung dengan beberapa teman satu sekolahnya, kebetulan mereka kuliah di universitas yang sama di LN. Kedatangan Bryan benar-benar menjadi pusat perhatian, sesuai prediksi Annelise sebelumnya. Banyak pasang mata yang menatap heran ataupun penasaran.
"Wahh, bawa siapa nih Bos kita." Pria bermata sipit itu menepuk bahu Bryan.
Bryan dengan wajah datarnya menarik kursi kosong dan mempersilahkan Annelise untuk duduk.
"Menurut mu.?" Jawab Bryan cuek.
"Akhirnya seorang Bryan punya cewek juga." Ujar teman yang lain. Annelise hanya bisa tersenyum kikuk melihat reaksi Koko speak sultan yang meledek Bryan.
Annelise masih ingat dengan wajah-wajah mereka, tapi sudah lupa namanya. Dia merasa heran karna seniornya tidak mengenalinya. Apa iya wajahnya berubah drastis dari waktu SMA sampai sekarang. Annelise jadi bertanya-tanya sendiri.
"Giselle sama Viona pasti bakal sakit hati sih liat kamu bawa cewek." Seloroh pria bernama Frans.
Mendengar nama Giselle di sebut, raut wajah berubah seketika. Ada trauma, kesedihan dan amarah bercampur jadi satu. Bahkan tanpa sadar Annelise meremas tangan Bryan yang sejak tadi menggenggamnya.
Bryan cukup paham dengan situasinya, dia kemudian memperingatkan temannya untuk tidak lagi menyebut nama Giselle atau wanita manapun.
Teman-teman Bryan sampai menggeleng heran karna melihat Bryan seperti sosok yang sangat menjaga perasaan pasangannya. Mereka tidak tau saja kalau Annelise setiap hari di ajak berdebat.