Dalam hidup, cinta dan dendam sering kali berdampingan, membentuk benang merah yang rumit. Lagu Dendam dan Cinta adalah sebuah novel yang menggali kedalaman perasaan manusia melalui kisah Amara, seseorang yang menyamar menjadi pengasuh anak di sebuah keluarga yang telah membuatnya kehilangan ayahnya.
Sebagai misi balas dendamnya, ia pun berhasil menikah dengan pewaris keluarga Laurent. Namun ia sendiri terjebak dalam dilema antara cinta sejati dan dendam yang terpatri.
Melalui kisah ini, pembaca akan diajak merasakan bagaimana perjalanan emosional yang penuh liku dapat membentuk identitas seseorang, serta bagaimana cinta sejati dapat mengubah arah hidup meskipun di tengah kegelapan.
Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti sebenarnya dari cinta dan dampaknya terhadap kehidupan. Seiring dengan alunan suara biola Amara yang membuat pewaris keluarga Laurent jatuh hati, mari kita melangkah bersama ke dalam dunia yang pennuh dengan cinta, pengorbanan, dan kesempatan kedua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susri Yunita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14. Pesan Itu Dari Nyonya Laurent.
Amara menerima pesan gambar yang membuatnya terdiam. Di layar ponselnya, terpampang jelas wajah ibu dan adik perempuannya.
“Amara? Ada apa?” tanya Dante dengan ekpresi cemas melihat Amara yang tiba-tiba berubah, tangannya gemetar, seolah dunia di sekelilingnya sedang menghardiknya dengan begitu keras.
“Gak apa-apa, aku hanya … sedikit dingin,” jawabnya. Dante yang memegang kedua sisi bahunya, menarik tubuh Amara yang bergetar ke dalam dekapannya tanpa banyak bertanya lagi. Ia mencoba memahami bahwa saat itu bukanlah waktu yang yang tepat untuk penjelasan apapun, hingga akhirnya mereka beranjak pulang.
Selama di perjalanan, Amara lebih banyak diam, dan memejamkan mata serta menyandarkan kepalanya di daun pintu mobil. Dia masih belum percaya dengan pesan itu, serta kata-kata dingin yang dikirimkan Nyonya Laurent. kata-kata itu nampak jelas sebagai ancaman. Amara juga baru menyadari bahwa ternyata Nyonya Laurent sudah mengetahui identitasnya sejak awal dan semua ini adalah permainan yang sengaja dirancang untuk menjebaknya.
---
Tak lama setelah sampai di rumah, Amara dipanggil ke ruang pribadi Nyonya Lauren. Saat Amara masuk, Nyonya Lauren menyambutnya dengan tatapan dingin dan amarah yang tak tersembunyikan. Tanpa peringatan, Nyonya Lauren mulai meluapkan kemarahannya, menyudutkan Amara dengan kata-kata tajam dan merendahkan. Dia mencengkeram leher Amara dengan kasar, seolah ingin memastikan ancamannya sampai dengan jelas.
"Aku tahu siapa dirimu sejak pertama kali kau menginjakkan kaki di rumah ini, Amara. Dan kau sangat bodoh karena mengira bisa menyusup dan merusak keluargaku!" ujar Nyonya Lauren dengan nada penuh kebencian. “Kau pikir bisa mencuri hati Dante begitu saja? Kau hanya alat, hanya perawat yang kubutuhkan untuk Nico dan Alessia. Selebihnya? Kau tidak berarti apa-apa!”
Amara merasa sulit bernapas, baik karena cekikan Nyonya Lauren maupun kata-kata menyakitkan yang menghujam hatinya. Namun, dia mencoba mengumpulkan kekuatannya, tidak ingin terlihat lemah di depan wanita kejam itu.
“Lepaskan aku, wanita kejam! Kau pikir aku takut pada ancamanmu? Aku sudah kehilangan segalanya karena ulahmu. Ayahku mati karena kau hancurkan bisnisnya, dan keluarganya. Kau pikir aku ini Perempuan lemah yang bisa kau injak-injak?” Amara memaksa suara keluar dari tenggorokannya, matanya berkaca-kaca tapi tetap menantang.
Nyonya Lauren melepaskannya dengan kasar sambil tertawa terbahak-bahak, lalu mendorong Amara mundur beberapa langkah. “Pasti sudah lama sekali kau menahan kata-kata itu, akhirnya hari ini kau berani mengutukku. Asal kau tahu perempuan bodoh, ayahmu menghancurkan dirinya sendiri,” kata Nyonya Laurent dengan sangat menjijikkn di depan wajah Amara.
“Aku begitu penasaran pada Anda, Nyonya Laurent, kau ini terbuat dari tanah apa? Hatimu begitu dangkal dan mati,” maki Amara.
“Kau tidak perlu mencari tahu terbuat dari apa hatiku, anak bodoh. Yang ku mau sekarang, kau ajukan surat cerai kepada Dante. Katakan padanya bahwa kau tidak pernah mencintainya, bahwa ini semua hanya permainan bagimu. Dan setelah itu, kau menghilang lah dari hadapannya. Jika kau tidak melakukan itu, keluargamu akan membayar harga yang sangat mahal.”
Amara tersenyum sinis dan menjawa, “Apa Dante tahu kau adalah seorang nenek yang seperti ini, Nyonya Laurent? Kau bukan hanya menghancurkan hidup orang lain, tapi juga merenggut kehidupan keluargamu sendiri”
“Tutup mulutmu, perempuan hina! Dan hati-hati dengan nada bicaramu. Kau tahu aku bisa membuatmu keluar dari kehidupan ini secepat aku membawamu masuk. Aku tahu yang terbaik untuk anak cucuku. Kalau kau berani melawan, aku tak akan ragu membuat Dante menceraikanmu secara suka rela. Aku akan pastikan kau kehilangan segalanya."
Amara menatap langsung ke mata Nyonya Lauren, penuh keberanian, "Silakan, lakukan semua yang kau mau! Tapi ingat satu hal, Nyonya Lauren, aku bukan boneka yang bisa kau kendalikan. Kalau kau pikir aku hanya memanfaatkan Dante, kau salah besar. Justru karena aku mencintainya, aku tetap akan di sini, meski aku tahu betapa busuknya kau! Kau mungkin bisa menghancurkan hidupku lagi, tapi aku tidak akan berhenti melawan."
Nyonya Lauren berusaha menahan kemarahan, mengubah nada suaranya menjadi lebih dingin, "Kau naif, Amara. Kau tidak tahu apa yang kau hadapi. Jika kau benar-benar mencintai Dante, tinggalkan dia. Jika tidak, aku akan pastikan semua yang kau sayangi hancur. Aku tahu Dimana ibu dan adik perempuanmu berada."
Amara mengepalkan tangan, suaranya penuh ketegasan, "Aku tahu persis siapa yang aku hadapi, Nyonya Lauren. Kau adalah tipe orang yang bisanya hanya mengancam. Kau sudah mengambil segalanya dariku, tapi kau tidak akan bisa mengambil cinta yang aku dan Dante miliki. Kau boleh mencoba menghancurkan aku, tapi aku tidak akan pernah takut padamu lagi."
Ruangan terasa mencekam, udara tegang di antara mereka. Nyonya Lauren menyipitkan mata, merasa bahwa Amara mungkin bukan lawan yang semudah ia duga. Sementara itu, Amara berdiri tegak, menolak untuk tunduk pada intimidasi Nyonya Lauren.
Namun jauh di dalam hatinya, sebenarnya Amara sangat terguncang, hatinya bergejolak antara ketakutan akan ancaman terhadap keluarganya serta perasaan cinta yang dalam terhadap Dante. Amara tahu, Nyonya Lauren memanfaatkan cintanya yang tulus terhadap Dante, karena wanita itu tahu bahwa Amara akan melakukan apa saja demi kebahagiaan pria yang dicintainya.
“Aku... aku tidak ingin menyakiti Dante, Nyonya Laurent” ujar Amara pelan, suara dan tatapannya mulai redup oleh keputusasaan.
Nyonya Lauren tersenyum sinis. “Kau akan menyakiti dia dengan cara yang tepat, cara yang akan membuatnya memilih Mia dan melupakanmu secepat mungkin.”
Amara Kembali menatap Wanita itu bengis, “Berapa banyak yang telah kau habisi hidupnya Nyonya Laurent?”katanya bersungut-sungut.
“Ha … ha … anak kecil sepertimu, tahu apa tentang kehidupan ini, huh?! Kau tidak perlu menatapku dengan penuh kesucian seperti itu, anak bodoh. Cukup dengarkan dan ikuti perintahku dengan manis. Kau cukup tinggal di sini menjalankan tugas, karena kau masih berguna untuk Nico. Setelah tugasmu selesai, kau menghilanglah,” kata Nyonya Laurent penuh kemenangan.
“Kau tidak bisa mengaturku, Nyonya Laurent,”
“Aku bahkan bisa mengatur dunia ini, Nona Amara. Ke manapun kau pergi, dan keluargamu berada, tidak sulit bagiku untuk tahu. Kau paham maksudku?”
Amara sudah tak bisa lagi berkata-kata, sebelum Nyonya Laurent mengusirnya dari ruangan itu penuh kepuasan.
“Ku pikir kau cukup cerdas untuk tahu apa yang harus kau lakukan mulai sekarang, Amara. ingat, apa yang Dante perjuangkan mati-matian selama ini, bisa hancur ditanganmu sendiri, karena aku tidak akan segan-segan menyingkirkannya dari perusahaan sekalipun dia cucuku” katanya sebelum Amara benar-benar keluar dari ruangannya. Dengan langkah lemah, Amara berlalu dengan penuh kehancuran, hatinya kosong.
Sementara di sisi lain, di tempat berbeda, Dante sedang merasakan hati sedang mengembang oleh kebahagiaan. Hari itu, seluruh isi kantor terheran dengan sikapnya yang jauh berbeda dari sebelumnya. Dia menyapa setiap karyawan nya yang ia temui, ia juga banyak tersenyum dan berjanji akan memberi bonus lebih pada, Ben, asistennya, yang tiba-tiba dia bilang sangat keren hari itu.
“Bos, kakak ipar memberimu apa tadi malam?” goda Ben.
“kau tidak perlu tahu urusan pria beristri, Ben.Sudah, kau kerja yang benar” katanya tak mau di ganggu.
Dante memejamkan matanya sambil tersenyum di atas kursi kerja, sambil sekali-kali memutarnya. Ia masih mengingat semua yang terjadi malam itu. Saat Amara untuk pertama kalinya berani mendekatinya dengan senyum lembut, lalu mengusap puncak kepalanya seperti seorang ibu yang menyayangi anaknya, dan berkata, "Kamu tahu, kadang aku merasa kamu butuh lebih banyak kasih sayang seperti anak-anak di panti yang kita kunjungi tadi," kata Amara, dengan nada menggoda yang penuh kehangatan. "Boleh kah aku mendengar bagaimana masa kecilmu dulu bersama ibumu?" tanya Amara.
Dante lalu bercerita tentang kehidupan ibunya yang sulit dalam keluarga, lalu akhirnya punya hiburan tersendiri di panti asuhan saat mengunjungi anak-anak yang kurang beruntung di sana. Dia juga bercerita tentang hal-hal yang disukai ibunya, seperti bermain biola, memainkan lagu Canon in D, dll.
Amara mendengarkan dengan penuh perhatian, matanya berbinar-binar saat melihat sisi lain Dante yang penuh kenangan indah. Ia tak bisa menahan senyumnya ketika Dante menatapnya kembali dan bertanya, "Lalu, bagaimana denganmu, Amara? Bagaimana masa kecilmu? Aku selalu ingin tahu tentangmu, tapi …”
“Tapi apa?” sambung Amara.
“Tapi aku takut kau merasa tidak nyaman,” katanya kemudian.
Amara tersenyum tipis, namun ada kesedihan yang samar di balik matanya. " Masa keciku penuh warna, aku begitu dekat dengan ayahku, dia mengajariku banyak hal, bermain layang-layang, menangkap belalang di kebun bunga milik ibuku, bermain biola… tapi… ” Amara menghentikan ceritanya sejenak.
“Tapi apa?” tanya Dante pelan.
“Tapi setelah ayahku meninggal, semuanya berubah. Aku harus bekerja keras untuk keluargaku. Aku juga harus membayar hutang ayahku, karena dia mengalami kerugian dalam bisnisnya sebelum dia meninggal. Aku sering pingsan dulu karena memiliki 3 pekerjaan paruh waktu saat aku kuliah” lanjut Amara.
Mendengarkan hal itu, Dante menatap Amara dengan dalam, seolah merasakan betapa sulit kehidupan Amara di masa lalu. Ia meraih jemari Amara dan memberi akses pada Wanita di sampingnya itu agar menyandarkan kepalanya yang Lelah itu di bahunya.
“Bagaimana bisa tangan sekecil ini melakukan begitu banyak pekerjaan dalam sehari?” kata Dante sembari mengusap-usap lembut punggung tanganAmara.
“Dari jam 03.30, aku bekerja untuk tetanggaku. Di sana aku memasak, mencuci, dan menyiapkan sarapan. Setelah itu aku pulang, karena pagi hingga siang aku harus kuliah. Pulang kuliah, dari siang ke sore aku berjualan es jagung di Alun-alun kota, melanjutkan pekerjaan ibuku, lalu malamnya aku bekerja di sebuah restaurant” kata Amara Panjang lebar.
“Kau bisa bercerita seperti ini sebanyak yang kau mau, Amara. Aku akan mendengarkanmu”
Amara perlahan bangkit, dan menarik tubuhnya dari sisi Dante.
Aku mungkin tidak seberuntung kau," kata Amara perlahan.
Mereka saling bertukar pandang, di saat itu, Amara merasa bahwa mungkin Dante benar-benar layak tahu kebenaran.
----
Sampai di situ, masih di kursi Kerjanya, Dante teringat kata-kata Amara tentang, akan memberi tahunya sesuatu. ia berpikir Amara akan menyatakan perasaannya dan berharap Amara akan segera melakukannya. Dante masih tersenyum tipis saat Amara tiba-tiba menelponnya. Lalu secepat kilat, Dante menjawab panggilan itu, berharap akan mendengar suara lembut wanita yang terus mengisi kepalanya sepanjang hari ini.
“Halo, Amara...?!"
Bersambung