Sehat itu mahal harganya! Dan itu memang benar, keluarga Giovani Mahardika rela membayar seorang gadis untuk menikah dengan putra bungsu mereka demi menyembuhkan gangguan mentalnya.
Dialah Alleta Rindiani, setelah melewati beberapa pertimbangan dan penilaian akhirnya gadis inilah yang dipilih oleh keluarga Gio.
Di tengah usaha keras Alleta, secercah harapan akhirnya muncul, namun Gio nyatanya jatuh cinta pada Alleta.
Akankah Alleta membalas cinta Gio di akhir masa perjanjian? Terlebih sesuatu telah tumbuh di dalam sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bungee~ Bab 4
Leta dipaksa pulang oleh Rangga dan Tama. Bersama Rangga yang membonceng gadis itu di motor Leta.
"Awas loh mas, kalo ngga penting. Kerkomku jadi gagal ini gara-gara mas Rangga sama mas Tama." Ocehnya sembari meminum thai tea.
"Penting Ta, genting...menyangkut bangsa dan negara." Jawab Rangga.
Leta tertawa, "lebay."
Thai tea tadi? Ya ujung-ujungnya Tama yang mbayarin atas permintaan gadis itu, siapa suruh disusulin pas lagi jajan, mana minta tiga cup pula!
"Bu, assalamu'alaikum!"
Wulan yang memang sedang membuat kue-kue jajanan pasar tak begitu mendengar salam Leta, hanya sayup-sayup suara motor terdengar dari luar.
Leta langsung nyelonong masuk ke dalam rumah, membiarkan pintu rumahnya terbuka begitu saja sementara dua kakak Gio itu di luar.
"Mas, aku ngga akan nawarin masuk loh ya..." ucapnya menyebalkan.
"Siapa juga yang mau..." tak mau kalah gengsi Rangga ikut menyambit. Namun Leta tertawa bersama Tama yang justru ikut masuk, "ndak malu Tam, ngga ditawarin masuk?"
Leta tertawa, "bercanda mas, selera humor mas Rangga nih jelek banget kaya sendal jepit burik!"
Tama langsung duduk sementara Rangga, ia memilih meneliti dahulu isian rumah bulek Wulan ini.
"Eh," Wulan masih mencerna situasi ini dimana ia menyongsong arah depan yang disana putrinya sudah masuk disusul Tama, yang itu artinya..Tama dan Rangga----
"Mas Tama sama mas Rangga nyusulin aku..." ucap Leta sembari melengos ke dapur. Bu Wulan tertawa kecil, rupanya ini yang dilihat Rahma dan Aul, yang katanya Leta ditangkep karena razia tuh pasti penjemputan Leta oleh Tama dan Rangga.
Gadis itu, meski terlihat slengean, tengil, namun dilihat dari gelagatnya cukup membuat Tama menyimpulkan jika Leta pribadi yang bersih dan rapi, buktinya ia tidak menaruh sepatu di sembarang tempat, begitu pun tas, ia gantung di tempat yang sudah disediakan. Leta juga langsung melengos ke belakang untuk mencuci kaki dan cuci muka.
Meski tak langsung mengganti seragamnya, gadis itu tak berniat langsung rebahan.
"Wah jiwel! Ada yang pesen to bu?"
Wulan hanya mengangguk saja, "ganti bajumu dulu, baru makan." ia kembali bermaksud membawakan beberapa penganan dan dua cangkir teh manis ke ruang depan dimana Rangga dan Tama berada.
**
"Tam, Ga...dicicip dulu.."
"Makasih bulek..."
Wulan langsung menemani keduanya duduk disana sebagai tuan rumah, sementara Leta baru saja bergabung dengan menjiwir jiwel di tangannya lalu memakannya.
"Sepenting apa sih urusannya sampe mas Tama sama mas Rangga nyusulin aku?" tanya Leta masih santai melahap jiwel, bahkan ia bertanya tanpa melihat dua rahwana di depannya dan memilih fokus saja pada setiap gigitan jiwel.
"Ta, tolong menikahlah dengan Gio..." tanpa aba-aba atau salam pembuka Rangga langsung to the point.
Gleuk!
Kunyahan lembut dan penuh perasaan itu belum sepenuhnya menghaluskan si jiwel, namun terpaksa langsung meluncur bebas ke dalam tenggorokan sehingga membuat si empunya tersedak bukan kepalang.
"Ta, eh...makanya to nok, makan jangan dimainin gitu!" ibu menepuk-nepuk tengkuk Leta, sementara Leta langsung berlari mencari minum, meninggalkan sisa jiwel di atas meja tergeletak begitu saja.
°°°°
Dan benar dugaan Rangga, Leta memang seberisik dan secerewet itu, ia sudah menyiapkan kepalanya agar tak meledak menghadapi gadis itu. Ibu dan bapak bahkan sudah bergabung disusul Tama.
"Kenapa aku mesti nikah sama si Gio?"
"Kenapa mesti aku,"
"Gimana bisa, aku masih sekolah?"
"Aku sama Gio ngga akur.."
"Kenapa mesti nikahhhhh!"
"Bu, kalo ibu marah sama aku, bilang salahnya Leta dimana, tapi jangan kutuk Leta punya nasib jelek gini...."
/
"Padhe nyuwun tulung karo Leta."
Melihat wajah memelas budhe Gendis, padhe, dan wajah sangar mas Rangga membuat hati Leta berkecamuk.
"Gio disinyalir, hmmm," Tama menghela nafas sejenak, "menyukai sejenis.."
"Monyeddd!" umpat Leta refleks tak percaya sembari melemparkan mata yang hampir jatuh dari tempatnya, namun ia segera meralat, "aduh, ngapunten padhe, budhe, mas...keceplosan."
Rangga tertawa akan itu.
Ia menatap ibu yang hanya tersenyum getir seolah sedang bertanya, dan seperti sudah tau ibu Wulan angkat bicara, "dipikirkan dulu, nok. Semuanya terserah Leta."
Melihat wajah ketidakpastian dan tentu saja syok dunia akhirat dari Leta, Rangga bergegas membujuknya, "tidak perlu nikah negara kalau kamu mau, jadi jika nanti setelah dirasa tak mau, maka Leta bisa pergi begitu saja tanpa takut status di ktp jadi janda. Mas harap Leta mau menolong, untuk tanggung jawab biaya sekolah, hidup Leta biar jadi urusan mas Rangga dan mas Tama...dicoba ya...tak apa, hanya sampai Gio sembuh pun, itu terserah Leta."
"Kali ini budhe benar-benar meminta tolong sama Leta..." budhe Gendis bahkan sudah berurai air mata, Leta paham jika ibu satu ini begitu menggantungkan harapannya pada Leta.
"Kenapa mesti status nikah, mas, budhe, padhe?" tanya Leta masih tak mengerti.
"Agar kamu punya posisi kuat untuk melakukan apapun pada Gio, biar Gio ndak bisa ngelak kalo kamu paksa-paksa."
Ia semakin bingung, kenapa juga mesti menikahkan si anak luthung dengannya? Kenapa ngga setrum aja sekalian si anak luthung, dah tau bikin malu, bikin aib mestinya mas Rangga dan mas Tama langsung saja mencelupkannya ke kawah belerang yang mendidih.
"Jangan kuatir, Ta. Untuk keamananmu, meskipun dari jauh...mas Tama sama mas Rangga insyaAllah pantau, demi mencegah hal tidak diinginkan."
Namun sejak tadi mereka sibuk membicarakan dan mengupayakan untuk Gio, sementara tersangka utamanya sendiri tak ada disini.
"Dari tadi kita membicarakan tentang Gio, terus Gio sendiri kemana?" tanya bu Wulan sama halnya dengan Leta yang mempertanyakan si anak luthung.
"Gio kabur. Tapi mas Rangga sudah melacak keberadaannya dimana..."
Rangga dengan segala koneksinya meminta bantuan rekan satu kepolisiannya mencari Gio.
Hari ini, tepat 3 hari Gio tak pulang. Namun menurut penuturan anggota brigade mobile rekan Rangga, Gio tetap kuliah, jadi tak susah untuk mereka mencari keberadaan Gio.
Leta sudah siap dengan stelan casualnya, ia tak terkantuk-kantuk pagi ini mengingat Leta terbiasa bangun pagi.
"Hati-hati," ucap ibu Wulan pada Leta yang mengeratkan pegangannya di tali tas selempangnya. Rambut yang sengaja ia gerai dan hanya memasangkan jepitan saja bergerak tersapu angin pagi yang hanya bertiup manja.
"Iya bu. Leta pergi dulu jemput calon mantu ibu.." kekehnya tertawa, dimana Rangga sudah siap di atas motornya bersama beberapa motor lain rekannya saat bertugas disini dulu.
"Iya." Dengus ibu sumbang.
"Assalamu'alaikum." ia berdadah ria untuk kemudian memakai helm dan naik di boncengan Rangga. Sementara Tama di rumah saja mengurus persiapan pernikahan keduanya.
\*\*\*
"Disana, bang." Tunjuk Jamal pada Rangga, dimana weekend pagi ini rencananya ia akan menggusur Gio pulang bersama Leta.
Terlihat rumah kost-kostan di depannya, sepertinya kost'an itu kost-kostan khusus laki-laki terlihat dari aktivitas yang terjadi, meski tak begitu banyak yang keluar, para pemuda mendominasi berseliweran.
"Itu kost cowok kan bang? Leta tunggu aja disini lah..." ucapnya ragu.
"Yakin ngga mau nonton acara buser secara live?" tanya Rangga yang memang pagi ini memakai pakaian premannya polisi, entah pembawaan para aparat memang tak bisa terbantahkan lagi, kharisma dan hawa gagah mereka selalu bisa tertebak meski baju apapun yang dipakai, selain dari kafan.
"Iya ya...mestinya ku rekam tuh..tapi ndak usah deh mas, aku nunggu disini aja..." kekehnya, padahal Leta sangat suka sekali acara tv yang menayangkan para aparat menindak para kriminal terlebih-lebih ketika penggerebekan, adegan yang paling ia sukai adalah saat si pelaku terciduk dan dimaki-maki, bibirnya suka ikutan memaki televisi.
Ia yang semula santai mirip di pantai, kalem mirip lagi nyelem entah kenapa ketika mulai dihadapkan dengan keberadaan Gio mulai merasa gugup.
Apa karena ia tau sebentar lagi si anak lutung akan digusur mas Rangga. Ataukah justru karena alasan lain? Ia tau jika si anak lutung yang tak pernah akur dengannya itu kini akan ia temui setiap saat, baik itu sejak membukakan matanya ataupun akan kembali tertidur, hufftt! Rasanya deg-degan tak jelas. Hidup memang se-semprul ini!
Label suami itu jelas mengusik otak waras Leta, ia menggeleng mengusir bayangan-bayangan tak terduga di otaknya, entah itu rasa geli seandainya jika pernikahan ini justru berakhir ia yang jatuh cinta pada Gio dan berujung dengan adegan *oaaa.. oeee*..atau mungkin kegagalan dan kehancuran yang akan terjadi.
Gio memang orang yang paling tidak ia inginkan, namun secara tak sadar, jika ada pemuda yang paling ia hafal detail hidupnya sampai kapan ia boke3rr, ya si anak lutung itu.
*Buk---bek---blughhh*!
Bentakan Rangga yang menjadi ciri khas aparat saat sedang melakukan penggerebekan membuyarkan lamunan Leta.
Ia mendongak dan melihat dari sebrang jika 4 orang aparat termasuk Rangga sudah mengobrak-abrik kost-kost'an laki-laki itu bersama si pemilik kost'an berpeci yang dikenal dengan sebutan pak haji itu dalam waktu sekejap, meskipun Leta tak tau benarkah lelaki itu sudah berhaji?
Para pemuda penghuni kost'an nampak cukup terkejut dengan kehadiran para aparat, banyak diantara mereka yang masih mengumpulkan nyawa sebab weekend memang waktunya berleye-leye dan mereka masih berada di atas kasurnya menguap cantik dengan geliat manja.
Leta tertawa melihatnya, "asik banget jadi mas Rangga...kerjaannya gangguin orang! Jadi pengen jadi polisi..." gumamnya masih tertawa geli hingga lambat laun ia penasaran juga dengan apa yang terjadi membawa langkahnya lebih mendekat ke arah kost'an.
Gio berada di kamar sepetak paling ujung, tidur bersama dua teman lelakinya.
"Ada apa ribut-ribut diluar?" tanya Mustofa berusaha membuka matanya diantara jiwa yang masih melayang-layang sembari melirik jam dinding.
"Ndak tau..." Rompis memilih tak peduli, tangannya ia lingkarkan jatuh di perut Gio, yap! Ketiganya tidur dalam satu kasur matras milik Rompis.
"Coba liat Mus." pinta Gio parau.
Mustofa yang masih mengantuk sebenarnya enggan, namun rasa penasarannya jauh lebih besar. Ditambah ketika pintu kamar itu diketuk dari luar, jelas ia harus segera bangkit.
*Ceklek*..
*Brakk*!
Baru saja ia memutar gagang kunci, dan hendak membuka, pintu tiba-tiba sudah terbuka dari luar secara kasar hingga ia sendiri terjengkang jatuh.
"Mana Gio?!" langsung saja tanpa basa-basi Rangga melesak masuk tanpa harus repot-repot membuka sepatunya dan meninggalkan pemuda cungkring nan bau neraka di bawah dekat pintu.
Rangga masuk dengan tujuan yang langsung melesak kamar.
"Bocah saravvvv!" umpatnya melihat Gio masih tertidur di pelukan Rompis.
Seketika Gio membuka matanya selebar dunia, bersama Rompis yang membuka matanya perlahan.
"Balikk! Calon istrimu nungguin, kamu enak-enakan tidur sama pisang!"
.
.
.
.
mana enak menikmati sendiri
tunggu Sampek kalian bener2 siap lahir batin dan ikhlas melakukannya bersama, atas kesadaran masing2, pasti rasanya jauh LBH maknyus 👌
tapi ga enak yo, kalau lagi pas ga sadar...
kelakon di kubur hidup" Karo Hanoman we ngko😂😂😂
eh dah kangen aja sama ngoceh nya duo sejoli leta-gio pas leta sadar 😍
tapi ingat konsekuensinya bisa dihajar sama orang rumah kamu...😁
semoga apa yang diucapkan Mus tidak kejadian.....si gentong mau menerima apa yang terjadi pada dirinya.....
mkasih kak sin update nya 👍👍🤗🤗
semoga saja rompis jera nggak dendam sama Gio dan Letta
mkasih kak sin update nya 👍
moga aja si rompis cepet sembuh