John Ailil, pria bule yang pernah mengalami trauma mendalam dalam hubungan asmara, mendapati dirinya terjerat dalam hubungan tak terduga dengan seorang gadis muda yang polos. Pada malam yang tak terkendali, Nadira dalam pengaruh obat, mendatangi John yang berada di bawah pengaruh alkohol. Mereka terlibat one night stand.
Sejak kejadian itu, Nadira terus memburu dan menyatakan keinginannya untuk menikah dengan John, sedangkan John tak ingin berkomitmen menjalin hubungan romantis, apalagi menikah. Saat Nadira berhenti mengejar, menjauh darinya dan membuka hati untuk pria lain, John malah tak terima dan bertekad memiliki Nadira.
Namun, kenyataan mengejutkan terungkap, ternyata Nadira adalah putri dari pria yang pernah hampir menghancurkan perusahaan John. Situasi semakin rumit ketika diketahui bahwa Nadira sedang mengandung anak John.
Bagaimanakah akhir dari kisah cinta mereka? Akankah mereka tetap bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Pria Misterius
John duduk di ruang tamu, mengaduk kopi di cangkirnya sambil memikirkan percakapan terakhir mereka. Tak sengaja, pikirannya kembali pada pengakuan Nadira tentang pekerjaannya di kafe hingga larut malam. Rasa penasaran muncul begitu saja, mengganggu logikanya yang biasanya tegas. Tanpa sadar, ia meraih ponsel di meja.
“Ya, ini John,” katanya pada suara di ujung telepon. “Aku ingin kau...mengawasi seseorang untuk sementara waktu. Hanya sekadar memastikan dia aman dan...tidak ada masalah. Namanya Nadira, dia bekerja di sebuah kafe, aku akan kirimkan detailnya nanti.”
John menghela napas panjang, menatap layar ponselnya setelah menutup telepon dengan seseorang yang ia percayai. Tak ada maksud awal untuk mencampuri hidup Nadira sedalam ini, tapi entah mengapa rasa penasaran itu begitu sulit ia abaikan.
“Apa yang sebenarnya kupikirkan?” gumamnya pelan, merutuki tindakannya sendiri. “Kenapa aku sampai sejauh ini?” gumamnya pelan, memandang kosong ke depan. “Padahal tak ada alasan bagi dia untuk jadi urusanku...Tapi, ya sudahlah. Sudah terlanjur,” tambahnya, seolah berusaha mencari pembenaran. John mengusap wajahnya kasar, merasa geram pada dirinya sendiri.
Ia menggelengkan kepala, berusaha menepis perasaan yang mulai melibatkan dirinya terlalu jauh. Namun, dalam hati ia tahu, sebagian dirinya ingin memastikan Nadira aman di luar apartemennya. Membayangkan gadis itu bekerja sampai larut malam tanpa ada yang mengawasinya, membuatnya merasa gelisah.
***
John duduk di restoran dengan anggun, mengenakan setelan rapi yang mencerminkan statusnya sebagai pemimpin perusahaan dan investor yang disegani. Di seberangnya, seorang pria yang ia percayai untuk mengawasi kegiatan Nadira duduk dengan tenang. John menyantap makan siangnya dengan perlahan, meskipun pikirannya terusik oleh laporan yang akan segera ia dengar.
"Bagaimana?" tanya John tanpa basa-basi, menatap pria itu dengan tatapan tajam. Pria tersebut meneguk kopinya sebelum menjawab.
"Sesuai perintah Anda, saya sudah mengawasi Nadira di luar apartemen. Dia cukup sibuk, terutama dengan kuliah dan pekerjaan paruh waktunya di kafe. Sepertinya dia serius dan disiplin dengan semua rutinitasnya, tidak menunjukkan tanda-tanda berperilaku yang mencurigakan."
John mengangguk perlahan, meskipun tidak terlalu puas dengan informasi yang terkesan biasa saja. Ada sesuatu yang membuatnya terus penasaran dengan Nadira, sesuatu yang bahkan dirinya sulit jelaskan.
"Apakah dia terlihat kesulitan secara finansial?" tanya John lagi, seolah mencari alasan untuk tetap memperhatikan gadis itu.
Pria itu berpikir sejenak sebelum menjawab, "Dari pengamatan sejauh ini, dia tampaknya cukup mandiri. Beasiswa, menjadi asisten dosen dan pekerjaan paruh waktunya cukup untuk menopang kebutuhan sehari-harinya."
John menghela napas dalam, mencoba menutupi kekesalannya atas kepeduliannya yang terus menguat pada Nadira. "Baiklah," katanya akhirnya. "Tetap amati dia untuk sementara waktu. Laporkan jika ada hal yang tidak biasa."
Pria itu mengangguk, sementara John berusaha mengabaikan perasaan aneh yang perlahan menguasai dirinya, sebuah rasa ingin melindungi Nadira yang entah bagaimana muncul begitu saja.
***
Nadira baru saja melangkah keluar dari kampusnya, menghela napas lega setelah menyelesaikan jam kuliah yang padat. Namun, tak jauh dari gerbang, seorang pria dengan postur tegap menghadangnya, berdiri di tengah jalan, memblokir langkahnya. Wajahnya serius, dan tatapan dinginnya membuat Nadira mengernyit.
“Permisi,” Nadira mencoba melewatinya, tetapi pria itu tetap diam di tempatnya, tak membiarkan Nadira lewat.
“Maaf, Nona Nadira,” ucap pria itu datar, “saya diperintahkan oleh Tuan Beno untuk menjemput Anda. Anda harus pulang sekarang.”
Nadira membeku sejenak, perasaan tak nyaman muncul di dadanya. "Tidak. Saya tidak mau pulang. Tolong sampaikan pada mereka, mereka tak berhak atas hidupku," jawab Nadira dengan tegas, mencoba memutar langkahnya ke arah lain.
Namun pria itu tiba-tiba meraih lengannya, mencengkeram kuat sehingga Nadira tak bisa bergerak. “Maaf, Nona. Ini perintah langsung, saya tak bisa membiarkan Anda pergi begitu saja.”
Nadira tersentak, mencoba melepaskan cengkeraman pria itu. "Lepaskan aku! Apa yang kamu lakukan ini salah! Lepaskan!" serunya, mulai panik. Sekelompok mahasiswa yang melintas mulai melirik ke arah mereka, namun tak ada yang benar-benar turun tangan.
Di tengah kegaduhan itu, seseorang bergegas mendekat, pria lain yang lebih muda, yang diam-diam diperintahkan John untuk menjaga Nadira. Melihat situasi yang tak terkendali, dia langsung mengambil tindakan.
“Hei, apa yang kamu lakukan?” Pria itu mendekati mereka dengan ekspresi serius, menatap pria yang mencengkeram Nadira. "Lepaskan dia sekarang juga!"
Pria yang membawa Nadira menatapnya tajam, tak ingin melepaskan cengkeramannya. “Ini bukan urusan kamu. Aku hanya menjalankan perintah.”
“Kalau begitu, kamu harus menjalankan perintah di tempat yang lebih aman. Kamu membuat kegaduhan di sini,” pria yang diperintahkan John bersikeras, menahan tatapan tajam dari pria tersebut. Tanpa basa-basi lagi, dia meraih tangan pria itu, mencoba memisahkan cengkeraman pada Nadira dengan tegas.
Sekelompok mahasiswa dan dosen yang kebetulan lewat mulai berhenti dan memperhatikan situasi yang semakin ramai. Tak ingin menarik perhatian lebih jauh, pria yang diperintahkan ayah Nadira melepaskan tangannya, menatap Nadira dengan wajah kesal.
“Kita akan bertemu lagi, Nona Nadira. Ini belum selesai.” Ia berbalik, melangkah pergi di antara kerumunan orang yang memandangnya dengan penasaran.
Nadira yang masih terguncang menatap pria yang menyelamatkannya dengan napas tersengal. “Terima kasih…” ucapnya pelan, mencoba mengatur napas.
Pria itu hanya mengangguk singkat dan tersenyum tipis saat Nadira mengucapkan terima kasih, lalu berbalik meninggalkan Nadira tanpa sepatah kata lagi. Nadira menatap punggungnya yang menjauh, hatinya dipenuhi rasa syukur sekaligus penasaran. Pria itu datang di saat yang tepat, melindunginya dari kejadian yang tak ia inginkan. Namun, baru beberapa langkah, Nadira tersadar dan merutuki dirinya sendiri.
“Ah, aku bahkan belum tahu siapa namanya!” gumamnya kesal, merasa bodoh karena tidak langsung menanyakannya. Nadira cepat-cepat mengayunkan langkah, berniat mengejar pria itu untuk sekadar mengucapkan terima kasih yang lebih pantas dan, kalau bisa, mengetahui namanya.
Namun, tepat saat ia hendak berlari mengejarnya, ponsel di dalam tasnya berdering keras. Nadira berhenti sejenak, menatap ponselnya yang terus berdering. Dengan ragu, ia akhirnya mengangkat panggilan tersebut. Nadira menghela napas pelan, lalu menjawab.
“Halo?”
Suara dari seberang membuyarkan fokusnya, dan ketika ia kembali mengangkat pandangan, pria itu sudah menghilang di antara kerumunan.
Setelah mengangkat telepon, Nadira mendengar suara dosennya, yang dengan nada mendesak, memintanya segera menghadap di kampus. Permintaan itu membuat Nadira mengesampingkan rasa penasaran tentang pria yang baru saja menolongnya. Ia mengangguk kecil, meskipun dosennya tentu tak bisa melihatnya, dan mengiyakan panggilan itu sebelum akhirnya menutup telepon.
Di sepanjang perjalanan kembali ke kampus, pikirannya tetap mengawang pada sosok misterius itu. "Siapa dia? Mengapa dia muncul begitu tepat waktu?" batinnya. Terlepas dari rasa penasaran, ada rasa tenang yang samar karena tahu ada seseorang yang, entah kenapa, peduli padanya.
Sesampainya di ruangan dosen, Nadira disambut dengan ekspresi serius dosennya yang segera memintanya duduk.
“Begini, Nadira. Saya baru saja mendapatkan kabar dari rektorat mengenai beasiswamu. Ada beberapa dokumen yang perlu segera kamu lengkapi agar tidak bermasalah,” jelas dosennya sambil menyodorkan beberapa lembar kertas.
Mendengar kabar itu, Nadira sedikit cemas namun ia tetap berusaha tenang. Ia menerima dokumen-dokumen itu dengan penuh perhatian dan mencatat semua persyaratan yang harus ia urus. Setelah selesai, ia keluar dari ruangan dengan langkah mantap, bertekad untuk segera mengurusnya.
Begitu keluar dari gedung fakultas, Nadira langsung menyadari bahwa hari mulai beranjak sore. Ia menengok arlojinya dan memutuskan untuk mampir sebentar ke kafe tempat ia bekerja sebelum pulang, mengabari manajernya mengenai jadwal yang mungkin terganggu akibat urusan beasiswanya.
Di dalam kafe, ia tersenyum menyapa beberapa teman kerjanya yang langsung menyambut hangat. Namun, rasa lelah tak bisa sepenuhnya ia abaikan. Di sela-sela kesibukannya, benaknya kembali dihantui oleh sosok pria yang menolongnya tadi. "Siapa pria itu?" batinnya. Meski tak tahu siapa dia, Nadira menyimpan harapan agar suatu saat bisa bertemu lagi dengannya dan berterima kasih dengan lebih baik.
Namun sesaat kemudian nampak resah. "Apa ayah akan terus mengejar aku? Bagaimana jika ayah menyeret aku pulang dan... memberikan aku pada Om-om botak berperut buncit itu?" gumam Nadira mulai khawatir.
...🍁💦🍁...
.
To be continued
beno Sandra dan sasa merasa ketar-ketir takut nadira mengambil haknya dan beno Sandra dan sasa jatuh jatuh miskin....
mampus org suruhan beno dihajar sampai babak belur sampai patah tulang masuk rmh sakit....
Akhirnya menyerah org suruhan beno resikonya sangat besar mematai2 nadira dan dihajar abis2an sm anak buahnya pm john....
belajarlah membuka hatimu tuk nadira dan nadira walaupun msh polos dan lugu sangat cocok john sangat patuh n penurut.....
Sampai kapan john akan hidup bayang2 masalalu dan belajar melangkah masa depan bersama nadira....
masak selamanya akan menjadi jomblo abadi/perjaka tuwiiiir🤣🤣🤣😂