Damarius Argus Eugene (22 tahun), seorang Ilmuwan Jenius asli Roma-Italia pada tahun 2030, meledak bersama Laboratorium pribadinya, pada saat mengembangkan sebuah 'Bom Nano' yang berkekuatan dasyat untuk sebuah organisasi rahasia di sana.
Bukannya kembali pada Sang Pencipta, jiwanya malah berkelana ke masa tahun 317 sebelum masehi dan masuk ke dalam tubuh seorang prajurit Roma yang terlihat lemah dan namanya sama dengannya. Tiba-tiba dia mendapatkan sebuah sistem bernama "The Kill System", yang mana untuk mendapatkan poin agar bisa ditukarkan dengan uang nyata, dia harus....MEMBUNUH!
Bagaimanakah nasib Damarius di dalam kisah ini?
Apakah dia akan berhasil memenangkan peperangan bersama prajurit di jaman itu?
Ikuti kisahnya hanya di NT....
FYI:
Cerita ini hanyalah imajinasi Author.... Jangan dibully yak...😀✌
LIKE-KOMEN-GIFT-RATE
Jika berkenan... Dan JANGAN memberikan RATE BURUK, oke? Terima kasih...🙏🤗🌺
🌺 Aurora79 🌺
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora79, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
R.K.N-25 : BERBURU BERSAMA...
...----------------...
Kebersamaan mereka semakin lekat, sejak beberapa kali pada musim panas dan musim gugur itu, mereka berburu bersama Eudocia-si Lembing.
Pada suatu pagi di akhir musim gugur, mereka membawa lembing-lembing berburu dan keluar lewat pintu Gerbang Utara.
Damarius dan Gildas mendapati Eudocia sedang menunggu mereka bersama dengan beberapa 4njing pemburu dan tiga ekor kuda poni dewasa yang bulunya acak-acakan, di tempat pertemuan biasa-lereng curam utara.
"Haaaahhh!.... Hari yang indah untuk pergi berburu!" seru Gildas dengan nada riang.
Gildas menghirup dengan rakus udara pagi itu, ketika mereka bergabung dengan Eudocia yang sudah menanti mereka.
"Benar.... Aromanya akan bertahan lama dan tajam di dalam kabut ini!" sahut Eudocia.
KETUPLAK!
KETUPLAK!
KETUPLAK!
Saat mereka sudah menunggangi kuda poni mereka masing-masing, Damarius bisa merasakan jika Eudocia sedang memikirkan 'sesuatu' yang lain dari perburuan hari itu.
Dan sekejap...rasa dingin yang aneh mengancam...menguasainya, seperti sebuah bayang-bayang yang melintasi jalan setapak.
Akan tetapi, ketika mereka bergerak di sepanjang bantaran anak-sungai bersama 4njing-4njing yang berlarian di sekitar mereka, Damarius segera melupakan perasaan itu di dalam hari yang menjanjikan ini.
DRAP!
DRAP!
DRAP!
Mereka langsung mengikuti jejak seekor serigala tua yang tercium oleh hidung-hidung 4njing pemburu itu.
Setelah perburuan yang seru dan memacu adrenalin tersebut, mereka akhirnya tiba di sebuah teluk yang berada jauh diantara perbatasan pegunungan yang menghampar luas.
HAP!
Gildas segera turun dari kudanya dan menyelinap rendah diantara 4njing-4njing pemburu yang menyalak keras.
GUK...GUK!
GUK...GUK!
GUK...GUK!
Dengan membawa lembing pendeknya, Gildas melakukan pembunuhan terhadap serigala tersebut.
SREET!
SYUUT!
JLEEB!
Ketika mereka sudah selesai menguliti hewan besar berwarna kelabu itu sesuai arahan dari Eudocia, hari sudah menjelang siang dan cacing di perut mereka masing-masing sudah berdemo kencang.
KRUYUUUK!
KRUYUUUK!
"Arrrggh! Ayo, kita makan di sini! Perutku sudah kelaparan...!" seru Gildas kepada Damarius dan Eudocia.
JLEB!
Gildas menancapkan pisau itu ke dalam tanah untuk membersihkannya, sedangkan Eudocia sedang menggulung kulit mentah serigala itu.
GRRRR!
GRRRR!
Suara geraman 4njing-4njing pemburu terdengar, ketika mereka berebut untuk mencabik-cabik bangkai tidak berkulit itu.
"Memang akan terasa nikmat, ketika makan dalam keadaan perut yang kosong! Tapi, kita akan langsung pergi sedikit lebih jauh dari sini...ke arah selatan!" ujar Eudocia pada Gildas dan Damarius.
Gildas mengerutkan keningnya, saat mendengar ucapan Eudocia.
"Kenapa harus kesana?! Kita sudah membunuhnya, dan aku ingin makan sekarang!" seru Gildas pada Eudocia.
"Begitu juga, aku...! Tempat ini sama baiknya dengan tempat-tempat yang lain. Di sini saja, Eudocia...!" ujar Damarius setuju dengan Gildas.
"Aku mau menunjukkan sesuatu kepada kalian, dan letaknya agak jauh ke Selatan..." jawab Eudocia datar.
Eudocia langsung bangkit berdiri bersama dengan gulungan kulit serigala itu.
HAP!
BRUK!
"Dasar, to-lol! Apakah kamu tidak pernah membawa segulung kulit serigala, hah?!" maki Eudocia kepada kuda poni itu.
BRRRR!
HUUUFFF!
Kuda poni yang dimaki itu mendengus dan melengos ke arah samping, untuk menjawab makian Eudocia.
"Hey! Tidak bisakah itu menunggu sampai kita kenyang dulu?" tanya Gildas pada Eudocia.
BRUUUK!
Eudocia menghempaskan gulungan kulit serigala itu di atas kuda poninya, lalu dia berkata...
"Bukankah sudah aku katakan pada kalian saat pertama kali kita akan berburu? Bahwa di antara semak heater, kalian harus mematuhiku dalam segala hal! Karena di antara semak heater ini, akulah pemburu dan lelaki yang tahu! Kalian tidak lebih dari sekedar bocah kecil..." jawab Eudocia dengan nada tegas.
TAP!
Gildas menyentuhkan telapak tangannya di kening, bersikap seperti memberi hormat.
"Ya, seperti itulah janjinya! Baiklah kalau begitu, wahai pemburu yang bijak! Kami akan mengikutimu..." ujar Gildas dengan nada bercanda.
"HAHAHAHAHAHA..."
Damarius dan Eudocia terbahak melihat sikap Gildas itu.
HUSH!
HUSH!
Lalu mereka mengusir 4njing-4njing pemburu itu dari bangkai serigala, dan meninggalkan bangkai serigala itu untuk para gagak hitam yang sudah berkerumun.
GOAAAK!
GOAAAK!
...💨💨💨...
KETUPLAK!
KETUPLAK!
KETUPLAK!
Mereka langsung berjalan ke arah Selatan, tidak lama kemudian Eudocia membawa mereka menuruni bahu tandus perbukitan.
Mereka terus berjalan ke sebuah anak sungai berair putih yang mengalir bergemuruh melewati bebatuan yang landai.
Ketika mereka turun lebih jauh lagi, lembah itu menyempit dan berselimutkan semak dedalu yang kasar.
Perbukitan di sini menjulang tandus di kedua sisi, tidak berselimutkan semak heater melainkan rerumputan yang pendek.
Lembah di perbukitan itu seperti sebuah mangkuk kuning kecokelatan yang besar menjulang ke langit musim gugur yang membentang.
Sunyi....hanya ada seekor burung elang yang berayun-ayun di sepanjang lereng-lereng perbukitan yang jauh.
TRAAAK!
Eudocia menghentikan kuda poninya di samping anak sungai, dan yang lainnya mengikuti.
Ketika suara-suara gerakan mereka sendiri menghilang...Damarius merasa seakan-akan keheningan dan kesendirian perbukitan tinggi itu datang membanjiri mereka.
"Lihat...! Ini dia...!" seru Eudocia memecah kesunyian.
Damarius dan Gildas mengikuti arah telunjuk Eudocia.
Mereka melihat gundukkan batu berwarna gelap yang menjulang kaku dan menantang dengan anehnya dari dalam rerumputan kuning kecokelatan di bantaran anak sungai itu.
"Apa...? Batu...itu?" tanya Gildas dengan raut wajah kebingungan.
"Ya! Batu itu...! Mendekatlah lagi dan lihatlah dengan seksama! Aku akan menyiapkan makanan..." jawab Eudocia santai.
HAP!
Mereka berdua turun dari masing-masing kuda poninya. Setelah mengikat kuda poni itu di sebuah batang pohon mati dekat mereka, mereka langsung berjalan untuk mendekati gundukan batu itu.
TAP!
TAP!
TAP!
Sementara Eudocia disibukkan dengan kantong-kantong makanan yang mereka bawa, Damarius dan Gildas mengalihkan perhatian mereka pada 'benda' yang harus mereka lihat itu.
SREET!
SREET!
Sepertinya itu semacam bagian dari sebuah batu besar, karena tonjolan-tonjolan dan lereng-lereng dari batu yang sama memanjang sampai ke bantaran yang ada di bawahnya, setengah tersembunyi di dalam rerumputan.
Ketika Damarius dan Gildas mengamati secara seksama, batu itu ternyata dibentuk persegi empat dengan kasar. Dan setelah diteliti dengan tajam, terlihat semacam ukiran pada batu tersebut.
"Aku yakin...ini adalah sebuah...ALTAR!" seru Damarius takjub.
Damarius langsung berlutut di depan batu itu, sementara Gildas membungkuk di dekatnya dengan kedua tangan di atas lututnya.
"Lihatlah! Ada ukiran tiga sosok...!" seru Damarius kembali.
"Kamu benar! Itu adalah ukiran Dewi-Dewi Kemarahan atau di sebut juga Dewi-Dewi Takdir...atau, bisa juga di sebut sebagai Bunda-Bunda Agung! Ukirannya terlihat kasar dan tergerus cuaca, sehingga tidak dapat dilihat dengan jelas. Keruklah sebagian lumut yang ada di bawah ini, Damarius! Sepertinya ada sesuatu yang tertulis di sana!" ujar Gildas dengan nada antusias.
KREET!
KREET!
KREET!
...****************...
mampir juga ya dikarya aku jika berkenan/Smile//Pray/