Di tengah kota yang selalu bising, ada sebuah arena rahasia tempat para petarung dari berbagai latar belakang berkumpul untuk menguji kemampuan mereka dalam pertarungan tanpa aturan. Riko, seorang pemuda biasa dengan masa lalu yang penuh dengan kesulitan, tiba-tiba terjun ke dunia yang keras ini setelah menerima tantangan yang tak bisa ditolak. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Riko siap menghadapi musuh-musuh terberatnya, termasuk Kuro, legenda petarung yang namanya sudah terkenal di seluruh arena.
Namun, hidupnya tak semudah itu. Selain fisik yang harus terus dilatih, Riko harus belajar bagaimana mengendalikan emosinya, memahami strategi pertarungan, dan yang terpenting—mengenal dirinya sendiri. Dalam dunia yang keras ini, setiap kekalahan bisa menjadi pukulan besar, tapi setiap kemenangan juga membawa tantangan yang lebih berat.
Dengan dukungan sahabat sejati, Tatsu, dan berbagai teman baru yang ditemuinya di sepanjang jalan, Riko berusaha untuk bertahan hidup, mengatasi rasa t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Dimulai, Pizza Menjadi Senjata
Hari-hari setelah pertemuan itu terasa berbeda. Tidak ada lagi waktu santai untuk menikmati pizza tanpa khawatir. Tatsu dan Riko, yang biasa menghabiskan waktu dengan cara yang santai dan penuh tawa, kini merasa ketegangan mulai menghampiri mereka. Meskipun begitu, Tatsu tetap berusaha menjaga suasana hati yang ceria. “Mungkin kita nggak bisa mengandalkan pizza untuk melawan mereka, tapi… apa sih yang lebih menyenangkan daripada memulai misi dengan pizza?”
Riko menatapnya dengan tatapan bingung. “Lo serius, Tas? Ini misi hidup dan mati, dan lo masih mikir pizza?”
Tatsu mengangkat bahu dengan ekspresi tak acuh. “Gue yakin pizza bisa jadi senjata yang efektif dalam keadaan darurat, bro. Ini udah kayak filosofi hidup gue.”
Riko hanya bisa tertawa lemah. “Oke, lo memang nggak ada habisnya, ya?”
Ryo yang sudah lebih dulu serius, mengetuk meja untuk mengingatkan mereka. “Kalian nggak usah mikirin pizza dulu, karena yang bakal kita hadapi nanti jauh lebih berat. Gue udah dapat info lebih lanjut soal X-Nation. Mereka bukan cuma punya kekuatan fisik, tapi juga jaringan intelijen yang sangat luas.”
Tatsu berhenti tertawa dan menatap Ryo dengan serius. “Intelijen? Jadi mereka bisa tahu semua gerakan kita?”
Ryo mengangguk. “Betul. Mereka tahu ke mana kita pergi, apa yang kita lakukan, dan siapa yang ada di sekitar kita. Jadi, mulai sekarang, kita harus hati-hati setiap langkah kita.”
“Ayo, bro, kita kan udah pernah mengalahkan musuh yang lebih gila dari ini. Kalau mereka punya intelijen, kita juga punya Pizza Luar Biasa!” Tatsu berkata dengan penuh semangat. “Gue yakin mereka nggak siap sama yang satu ini!”
Riko mendekap wajahnya dengan tangan. “Lo itu, Tas, emang nggak ada habisnya. Tapi lo bener, kita perlu strategi yang lebih matang.”
Ryo kemudian menyodorkan sebuah tablet ke Tatsu dan Riko. “Ini informasi lebih lanjut tentang X-Nation. Gue udah dapat data tentang pemimpin mereka, seorang pria bernama Darius. Dia punya kekuatan yang luar biasa, dan dia dikenal sangat pintar. Kalian harus waspada.”
“Darius, ya?” Tatsu menyeringai. “Sounds like a villain name, kan? Semoga dia nggak suka pizza.”
Riko menggelengkan kepala sambil mengakses data di tablet. “Menurut catatan, Darius bukan cuma pemimpin, tapi juga ahli strategi. Kalo kita nggak hati-hati, bisa jadi dia udah mempersiapkan perang besar.”
Tatsu yang biasanya santai kini mulai serius. “Oke, kita harus mulai mengatur strategi. Tapi, kita harus pastikan satu hal: Pizza tetap ada!”
Riko memutar bola matanya. “Tatsu, ini serius!”
Tatsu mengangkat tangan. “Serius, serius! Kita butuh motivasi. Kalau kita nggak punya pizza sebagai senjata pamungkas, apa gunanya kita bertarung?”
Ryo yang sudah mulai merasa frustrasi hanya bisa menggelengkan kepala. “Lo emang nggak bisa serius, ya? Tapi… gue rasa Tatsu ada benarnya juga. Kita butuh semangat, dan pizza itu bisa jadi simbolnya.”
Malam yang Menegangkan
Malam itu, Tatsu, Riko, dan Ryo berkumpul di markas mereka yang terletak di sebuah tempat yang aman, jauh dari sorotan. Mereka duduk di sekitar meja, mempersiapkan diri untuk misi besar yang akan datang. Ryo memulai briefing. “Kita harus mengunjungi beberapa lokasi yang mungkin terkait dengan X-Nation. Darius kemungkinan besar berada di salah satu tempat ini.”
“Jadi, kita bakal jalan-jalan di kota tengah malam? Harusnya kita bawa pizza buat persediaan,” kata Tatsu, meraih sepotong pizza dari tasnya yang selalu siap sedia.
Riko menepuk dahi. “Tas, lo serius nggak sih? Ini bukan saatnya makan pizza.”
Tatsu hanya mengangkat bahu. “Gue makan pizza bukan cuma buat kenyang, bro. Ini buat mood. Kalau lo nggak makan pizza, lo nggak bakal punya energi positif buat menghadapi apa pun!”
Ryo menghela napas panjang. “Kita cuma butuh informasi, bukan perang yang berlarut-larut. Jadi, setiap langkah kita harus dihitung. Jangan sampai kita ceroboh.”
Mereka berempat, termasuk Ryo yang akhirnya menyerah pada logika Tatsu, memulai misi mereka. Masing-masing membawa perlengkapan dan berpakaian sederhana agar tidak mencolok perhatian. Mereka menuju sebuah gedung tua di pinggiran kota, tempat yang menurut intelijen Ryo sering dikunjungi oleh anggota X-Nation.
Tatsu, yang membawa pizza di tasnya, tak bisa berhenti berbicara. “Lo tahu nggak sih, bro, gedung ini kayaknya tempat yang bagus buat bikin pesta pizza! Cuma bayangin, kita di sini makan pizza sambil nungguin musuh datang. Gimana tuh?”
Riko menahan tawa. “Lo bener-bener nggak bisa serius, ya?”
Tatsu hanya mengedipkan mata. “Lo nggak bisa nemuin pizza yang lebih enak dari ini, bro. Ngomong-ngomong, lo pikir mereka bakal bawa apa buat ngelawan kita? Pasti bukan pizza!”
Saat mereka tiba di gedung tersebut, mereka merasakan atmosfer yang berbeda. Ada sesuatu yang janggal di udara, seperti ada yang mengawasi mereka. Ryo mendekati pintu dan mengetuk perlahan, memberi sinyal kepada timnya untuk bersiap.
“Ini dia,” kata Ryo, dengan ekspresi serius. “Kita harus masuk dan cari tahu apa yang mereka sembunyikan di dalam.”
Tatsu, seperti biasa, tetap santai. “Masuk ke dalam? Mudah banget. Lo tinggal bawa pizza, dan kita bisa bikin pesta di dalam!”
Riko menatap Tatsu dengan cemas. “Tas, ini bukan waktu buat bercanda.”
Namun, Tatsu, yang sudah terbiasa menghadapi ketegangan dengan humor, malah tersenyum lebar. “Bercanda? Enggak. Gue serius banget. Pizza ini yang bakal menyelamatkan dunia.”
Dengan hati-hati, mereka membuka pintu dan memasuki gedung yang gelap dan sunyi. Mereka tahu bahwa apa yang akan mereka temui di dalam bisa jadi lebih berbahaya dari yang mereka kira, tetapi mereka juga tahu satu hal: selama mereka tetap bersama dan punya semangat, tidak ada yang bisa mengalahkan mereka.