Orang bilang punya istri dua itu enak, tapi tidak untuk Kelana Alsaki Bragha.
Istrinya ada dua tapi dia tetap perjaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mega Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 16
Kelana menelan ludah saat melihat pemandangan di depan mata. Mau bagaimana pun ia pria normal yang dapat bereaksi saat melihat surga di dunia.
“Tolong sentuh aku, Mas. Udah sekian lama aku tahan-tahan ingin disentuh kamu. Malam ini aku udah sah jadi istri kamu, jadi nggak ada alasan lagi buat kamu tolak aku.” Kadara mendorong tubuh Kelana lagi yang sempat duduk, lantas naik ke atas pria tersebut.
“Mas, aku boleh liat punya kamu seperti Bening liat punya kamu juga kan, Mas?”
“Nggak!” tolak Kelana, setelah berusaha sadar dari hasratnya.
“Mas!”
“Minggir.” Kenalan menyibakkan tubuh Kadara hingga jatuh ke samping tempat tidur.
“Mas Kelana!”
“Jangan berharap aku mau sentuh kamu, sebelum kamu sembuhin penyakit kamu.”
“Tapi Mas, aku juga istri kamu yang butuh nafkah batin dari kamu.”
“Itu kalau kamu sehat.” Kelana membuka pintu kamar itu sekaligus menarik anak kuncinya, lantas keluar dari kamar Kadara dengan mengunci pintu dari luar.
BRAK! BRAK! BRAK!
“MAS KELANA! BUKA!” teriak Kadara.
“Aku akan buka besok pagi, lebih baik kamu tidur dan pikirkan langkah apa yang akan kamu ambil untuk penyakit kamu.” Kelana pun masuk ke kamar di sebelahnya.
BRUK!
Suara benda jatuh itu terdengar saat Kelana mendorong pintu kamar, ia pun terkejut karena yang jatuh itu adalah Bening yang terdorong oleh pintu.
“Aduuuuuh ....” Bening meremas pinggangnya yang nyeri.
“Bening, kamu ngapain ada di belakang pintu?” Kelana membantu Bening bangkit.
“Saya lagi nguping suara di luar. Om sama Mbak Dara ngapain teriak-teriak? Lagi berantem?” tanya Bening, lantas duduk di tepi ranjang sambil memijit pinggangnya.
“Itu bukan urusan kamu, Bening. Kamu nggak usah ikut campur ke dalam masalah saya. Tugas kamu itu cuma belajar.”
“Tapi saya penasaran, om. Apa benar Mbak Dara pernah diperkosa? Terus jengger ayam itu apa? Waktu di kliniknya Mas Dokter Unggul juga kalian banyak ngomongin jengger ayam? Apa sejenis jenggernya Dudung?”
“Iya, jengger Dudung. Kamu jangan banyak tanya lagi, ya. Mendingan kamu tidur, besok sekolah.”
“Ck, om Kelana nggak asik, nggak mau cerita.”
“Saya nggak mau kamu pusing dengan masalah saya, Bening.”
“Ya udah lah, oke.” Bening naik ke atas ranjang, lantas tengkurap lagi di hadapan laptop yang masih menyala.
“Kamu nonton Drakor lagi?” tanya Kelana.
“Iya.”
“Boleh ikutan? kebetulan saya lagi stress.”
"Terserah."
Kelana ikut tengkurap di samping Bening, kepalanya pun sedang cenut-cenut memikirkan Kadara yang tanpa busana, namun tak bisa menuntaskan hasratnya.
“Film apa?” tanya Kelana.
“Tonto aja.”
“Oke.”
Kelana mulai fokus nonton, namun matanya sontak membulat saat melihat pemeran pria mendorong istrinya hingga jatuh di atas ranjang. Adegan film itu sangat sama seperti Kadara yang mendorongnya tadi.
“Wah, mereka mau ngapain tuh,” gumam Bening yang tampak penasaran.
Namun mata Kelana semakin membulat saat melihat aktor pria yang mulai mencumbu sang aktris wanita.
“Kenapa film-film seperti ini sering kamu tonton, Bening?” Kelana menutup laptop itu dengan refleks.
“Om, itu cuma ciuman biasa. Temen-temen aku juga banyak kok yang udah ciuman kayak gitu sama pacarnya.” Pernyataan Bening membuat mata Kelana semakin membola.
“Apa kamu punya pacar?”
Bening menggeleng.
“Kamu udah pernah ciuman?”
Bening menggeleng lagi. “Aku belum pernah pacaran, om.” Lanjut membuka laptopnya lagi. “Om ganggu aja. Lagi seru juga.” Gadis itu lanjut nonton lagi.
“Astaga –“
Kelana terkejut saat melihat adegan aktor pria yang sedang membuka pakaian aktris wanita. Burung kakak tua yang tak bisa hinggap di jendela itu pun semakin sakit karena tak bisa menyentuh ke dua istrinya.
“Argh!” Kelana bangkit hingga duduk, lantas menarik rambut di tengah kepala yang sangat pusing karena tak bisa menyalurkan keinginannya.
“Om kenapa?” tanya Bening yang ikut duduk.
“Nggak papa.” Seluruh tubuh Kelana seakan terasa sakit, karena sudah percuma memiliki istri dua.
“Nggak papa gimana? Kalau ada masalah cerita aja, om. Jangan dipendam sendirian. Om bisa gila kalo punya masalah dipendam sendiri. Aku bakal bantu kalau aku bisa bantu kok.”
Kelana menilik wajah Bening yang sangat bening. “Apa kamu mau bantu mainin slime?”
“Mainin slime?”
Bening terperanjat dari tempat tidur, lanjut berlari ke arah meja belajarnya. Gadis itu membuka kardus keramatnya, lantas mengobok-obok isi di dalamnya.
“Slime ini?” Bening menunjukan sebuah box di depan wajah Kelana.
“Ck.”
Hasrat Kelana yang sempat memuncak itu mendadak terjun seperti parasut yang turun. Pria itu memandang box berisi slime berwarna pink yang Bening sodorkan, lantas melirik istri pertamanya yang bereaksi sangat polos.
“Mau mainan slime, om?” Bening naik ke atas ranjang, hingga pasangan suami istri itu berhadap-hadapan.
“Iya mainan slime, Bening. Tapi bukan slime yang ini. Slime yang saya maksud itu –“ Kelana tak bisa menjelaskan karena malu sendiri.
“Slime yang kayak mana, om?” tanya Bening.
“Slime itu loh, slime yang – yang kata kamu teksturnya kayak slime waktu disentuh. Yang waktu di klinik Mas Unggul, yang – ah udah lah, nggak usah dibahas.” Kelana memilih membaringkan tubuhnya dengan posisi miring sambil memeluk guling.
‘Kalo gini caranya mendingan punya istri satu tapi normal,’ batinnya.
Kelana menggigit ujung guling itu dengan perasaan marah. Namun ia sadar, tak seharusnya ia meminta anak dibawah usia untuk menuntaskan keinginannya
‘Apa harus order PSK?’ batinnya.
‘Nggak, nggak usah. Takut kena jengger burung,’ tepisnya.
“Om?” Bening menekan-nekan fantat Kelana menggunakan jari telunjuk.
“Hm?” sahut Kelana yang memilih memejamkan mata.
“Apa slime yang om maksud itu burung?” Pertanyaan Bening membuat kelopak mata Kelana terbuka.
“Maksud om slime yang itu, kan?” Pertanyaan Bening membuat burung kakak tua itu ingin hinggap di jendela lagi, tapi nalurinya menahan diri.
“Bisa nggak jangan panggil saya om? Ibu udah ngajarin kamu buat hormat, kan?” Kelana bangkit untuk duduk.
“Oke, Mas – Nggak deh, aku panggil Abang aja biar nggak sama’an sama Mbak Dara.”
“Oke.”
“Jadi maksudnya, slime yang Abang maksud itu, ITU, kan?” Bening menunjuk milik Kelana. “Abang mau aku pegang itu lagi?”
“Apa saya boleh jujur sama kamu?”
“Boleh, Bang. Jujur aja, aku lebih suka om – eh, Abang cerita semua masalah Abang sama aku, daripada dipendam sendiri.”
“Oke, kamu harus dengar baik-baik biar paham. Sebenarnya saya menikahi kamu itu karena Dara punya jengger ayam. You know jengger ayam?”
Bening menggeleng. “Kayak jenggernya Dudung?”
“Betul, bentuknya mirip kayak jenggernya Dudung, but itu bukan jengger biasa, tapi penyakit menular seksual. Dan Dara punya penyakit jengger ayam itu di organ kewanitaannya. Kalau masih kurang paham, kamu boleh search di google.”
“Oke.” Bening membuka ponselnya, lantas mencari penyakit jengger ayam yang Kelana maksud.
“Hah?” Bening menutup bibir yang terkejut saat membaca hasil yang ia cari. “Jadi Mbak Dara punya penyakit kayak gini, Om – Eh, Bang?” Ia memperlihatkan foto hasil pencarian.
“Iya, Dara punya penyakit itu.”
“Terus?”
“Jadi saya nggak bisa sentuh Dara selayaknya istri normal, karena saya nggak mau ketularan. Dan itu sebabnya juga saya menikahi kamu. Dara itu selingkuh sama laki-laki lain sampai punya penyakit itu.”
“Selingkuh? Tapi Mbak Dara bilang, dia diperkosa, kan?”
“Iya, itu memang pengakuannya. Tapi saya nggak percaya lagi sama dia. Soalnya kata Mbak Harum, penyakitnya itu tumbuh baru kisaran beberapa bulan, sedangkan dia jadi pacar saya udah lebih satu tahunan. Dan selama saya hidup sama dia, nggak pernah ada huru-hara atau trauma yang dialami sama dia. Malahan orang tuanya bahagia semua.”
“Jadi menurut Abang, Mbak Kadara bohong?”
Kelana mengangguk mantap. “Saya yakin dia bohong.”
“Terus hubungannya sama slime apa?”
“Ya tadi Dara narik saya ke kamarnya, lalu dia telanjang di depan saya.“
Bening terkejut. “Terus-terus?” Mimiknya antusias.
“Tadi dia maksa saya buat sentuh dia, tapi saya berusaha nahan diri buat nggak mau. Dan sekarang slime saya masih berdiri.”
“Berdiri? Maksud om ereksi? Yang kayak kemarin jadi keras itu?”
Kelana mengangguk.
“Terus kalau berdiri memangnya kenapa om – Eh, Bang?”
“Kalau laki-laki berdiri, itu artinya dia lagi ingin melakukan hubungan suami istri. Saya nggak tahan liat Dara begitu, tapi saya harus nahan buat nggak sentuh istri ke dua saya itu. Rasanya sakit harus menahan itu, kepala saya cenut-cenut, ini saya juga cenut-cenut. Apalagi saya masih perjaka, saya juga ingin merasakan surga dunia, saya ingin merasakan bagaimana rasanya menyentuh istri, tapi Dara nggak bisa saya sentuh, apalagi sentuh kamu yang masih dibawah umur.”
Bening mangut-mangut paham. “Apa Abang punya niatan mau sentuh aku juga?” Ia melipat tangannya di dada.
“Jujur, tadi saya memang punya niatan buat sentuh kamu, tapi nggak jadi karena saya ingat posisi kita. Kamu juga nggak mungkin mau saya sentuh layaknya seorang istri, kan?” Kelana berharap Bening menjawab dengan gelengan, namun gadis itu malah mengangguk.
“Ya iya lah, om. Aku kan masih kecil. Lagian aku mau jadi istri om juga bukan karena cinta. Aku nggak mau kehilangan keperawanan aku cuma buat om, eh, Abang.”
“Cocok.” Kelana menumbangkan tubuhnya, untuk membawa hasrat yang sudah memuncak itu ke alam mimpi.