Di masa putih abu-abu, Juwita dan Calvin Cloud menikah karena kesalahpahaman. Calvin meminta Juwita untuk menyembunyikan status pernikahan mereka.
Setelah lulus sekolah, Calvin pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sedangkan Juwita memilih berkuliah di Indonesia. Mereka pun saling menjauh, tak memberi kabar seperti kebanyakan pasangan lainnya.
Lima tahun kemudian, Juwita dan Calvin dipertemukan kembali. Calvin baru saja diangkat menjadi presdir baru di perusahaan Lara Crop. Juwita juga diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, setelah bertemu, sikap Calvin tetap sama. Juwita pun menahan diri untuk tidak memberitahu Calvin jika beberapa tahun silam mengandung anaknya.
Bagaimanakah kelanjutan hubungan Juwita dan Calvin? Apakah Juwita akan tetap merahasiakan buah hatinya, yang selama ini tidak pernah diketahui Calvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Janji • Revisi
"Aku tidak bisa menceraikan Juwita,"balas Calvin, tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali.
Membuat amarah di dalam dada Marisa semakin berkobar-kobar. Putri yang sejak tadi menguping pembicaraan menahan amarah juga.
"Kenapa kamu tidak bisa menceraikan Juwita hah?!" pekik Marisa, menggelegar. "Apa kamu mencintainya?"
"Aku sudah punya janji dengan Nenek, dan janji itu tidak bisa dilanggar. Untuk perasaanku pada Juwita itu bukan urusan Mama." Sama seperti Juwita yang memiliki janji dengan mendiang papanya, Calvin pun juga mempunyai janji dengan Lara.
Dahulu, sebelum Calvin pergi ke luar negeri. Lara meminta Calvin untuk jangan menceraikan Juwita. Meskipun Calvin tidak mencintai Juwita. Bagi Lara, perceraian adalah sesuatu yang tidak dibenarkan di keluarga Cloud.
"Sudah lah, Mama membuang-buang waktuku saja, aku pergi!" sambung Calvin kemudian melangkah pergi dari ruangan dengan cepat.
"Calvin!" Marisa semakin meradang, kini tanduk pun terlihat di atas kepalanya. Sekarang, dia tak mampu berkata apa-apa lagi. Marisa tahu jika Calvin sudah memiliki janji pada seseorang, pasti akan ditepati. Kendati demikian, dia tidak akan menyerah dan akan melakukan segala macam cara untuk menjadikan Putri sebagai menantunya.
Kebencian di hati Marisa terhadap Juwita semakin bertambah. Baik mamanya dan anaknya sendiri telah berpihak pada Juwita. Marisa mulai takut bila Calvin sudah mulai memiliki rasa dengan Juwita.
'Kemarin Mamaku dan sekarang anakku sendiri sudah berani melawanku! Awas kamu Juwita! Semua ini gara-gara kamu! Aku akan membuat perhitungan denganmu.' batin Marisa kemudian.
***
Keesokan paginya, hari weekend, sesuai janji Juwita kepada Chester, Juwita akan membawa anak semata wayangnya itu untuk pergi ke mall. Saat ini Juwita dan Chester tengah menunggu Tina di teras rumah. Tina pun akan ikut juga bersenang-senang dengan ibu dan anak itu.
"Yei Chestel nggak cabal mau main bola-bola Ma!" teriak Chester kegirangan.
Pagi ini bocah bertubuh berisi itu tampak bersemangat akan mengunjungi mall. Pakaian yang dibeli Juwita beberapa hari lalu terlihat amat menggemaskan di tubuhnya.
Juwita mengulum senyum.
"Hari ini Chester boleh main sepuasnya. Tapi Chester harus pakai topeng terus ya," ujarnya seraya menyodorkan topeng spiderman yang biasa dipakai Chester agar tidak ada orang yang melihat tampang anaknya yang mirip dengan Calvin itu.
"Oke Ma!" Dengan cepat Chester meraih topeng dari tangan Juwita lalu memakai topeng tersebut. Secara bersamaan pula Tina telah sampai di rumah Juwita.
"Hehe, maaf ya Juwi aku agak lama," ujar Tina, merasa bersalah karena datang sedikit terlambat.
Juwita mengulum senyum. "Nggak apa-apa kok, ya udah yuk kita berangkat."
Tina mengangguk. Namun, ketika ketiganya hendak menggerakkan kaki, bunyi ponsel di saku Juwita membuat gerakan kaki ketiganya terhenti.
Juwita mengerutkan dahi sedikit lalu berkata,"Tunggu sebentar, aku angkat telepon dulu."
Tina mengangguk kembali. Kemudian Juwita cepat-cepat mengambil ponsel. Mukanya langsung kesal saat melihat siapa yang meneleponnya, yang ternyata Calvin.
Dengan muka tertekuk sempurna, Juwita menggeser layar.
"Ada apa?" tanyanya dengan sangat ketus, membuat Tina dan Chester saling lempar pandang.
"Ke apartmentku sekarang juga! Ada tugas yang harus dikerjakan! Jika terlambat gajimu akan kupotong!" sahut Calvin di ujung sana.
Juwita terbelalak. "Tapi ini weekend Pa—"
Tut!
Panggilan langsung diputus Calvin. Juwita terperangah dan kini memandang ponsel dengan bibir sedikit terbuka.
"Ada apa Juwi?" tanya Tina, penasaran.
Sebelum menanggapi, Juwita menarik napas panjang sesaat.
"Tina, aku harus ke apartment Pak Calvin sekarang, ada pekerjaan mendadak, bisakah kamu mengajak Chester ke mall dulu nanti aku akan menyusul ke sana," kata Juwita dengan mimik muka lesu.
"Tapi ini kan weekend Juwi, apa tidak bisa hari senin saja."
"Ya benar, aku ini hanya lah bawahannya, mau protes juga tidak bisa, dia mengancamku akan memotong gajiku jika terlambat."
Tina tercengang, tak habis pikir dengan bosnya itu. Kekagumannya terhadap Calvin berangsur-angsur memudar.
"Benar-benar keterlaluan, ya sudah pergi lah Juwi, aku akan pergi bersama Chester dulu, nanti kamu susul kami saja."
Juwita mengangguk lemah lalu berjongkok di hadapan Chester. "Nak, ikut Tante Tina dulu ya, nanti Mama nyusul Chester ke mall, Mama ada kerjaan yang harus diselesaikan."
Chester tampak cemberut. "Yah, tapi Chester mau main sama Mama."
Melihat Chester cemberut, Juwita semakin merasa bersalah.
"Iya Mama tahu sayang, tapi kalau Mama nggak dapat uang gimana Mama mau ngajak Chester main, Mama nggak lama kok, nanti kita main sama-sama di mall ya, sudah Chester jangan sedih lagi," ujar Juwita, memberi pengertian pada sang anak.
"Oke deh Ma." Pada akhirnya Chester menuruti perkataan mamanya.
Usai itu Juwita pun pamit pada Tina dan Chester kemudian pergi ke apartment Calvin.
Sesampainya di sana, Juwita langsung melototkan mata saat pandangannya dan Calvin bertemu. Lelaki itu tengah duduk di sofa, kaki kanannya dia taruh ke paha kiri.
"Ayo cepat selesaikan kerjaanmu, ada dokumen yang harus kamu siapkan untuk kerjasama dengan perusahaan teman kuliahku dulu," kata Calvin dengan suara terdengar bossy di telinga Juwita. "Tapi sebelum itu buatkan aku sarapan, aku lapar!"
Juwita mengerucutkan bibir dengan sangat tajam ke depan.
"Pak ini kan weekend, kenapa tidak hari senin saja, hari ini seharusnya aku bersantai-santai dan menikmati istirahatku, Bapak sangat-sangat keterlaluan, ini sudah termasuk dengan penjajahan SDM!" protes Juwita. Sebab kegiatannya bersama dengan sang anak jadi terganggu.
Calvin justru menyeringai. Ada kesenangan tersendiri di hati Calvin, melihat Juwita mengomel sekarang.
"Aku baru mendengar istilah penjajahan SDM. Apa itu? Sudah ayo cepat buatkan aku sarapan, atau kamu mau melihat burungku dulu agar kamu bersemangat membuatkan aku sarapan." Calvin dengan cepat bangkit berdiri lalu menaruh tangan di celana.
Juwita melebarkan mata dan mulai panik. "Jangan gila Pak! Iya, iya aku akan membuatkanmu sarapan!" Setelah itu Juwita berlari kencang menuju dapur. Meninggalkan Calvin tertawa rendah karena telah berhasil membuat Juwita panik.
Juwita tak dapat mendengar suara tawa Calvin. Dia masih panik dan kini tengah membayangkan burung perkutut Calvin.
Tepat pukul satu siang, Juwita akhirnya telah selesai dengan tugasnya dan sekarang baru saja di lantai satu apartment hendak menunggu taksi untuk pergi ke mall.
Tanpa diketahui Juwita, dari jarak beberapa meter, Marisa secara diam-diam memantau gerak-gerik Juwita sejak tadi.
"Dasar jalang, awas saja kamu," geram Marisa, menatap tajam Juwita di ujung sana baru saja naik ke dalam taksi. Beberapa menit sebelumnya, Marisa mendapat informasi bila Juwita terlihat di area apartment Calvin. Tentu saja Marisa penasaran, apa yang dilakukan Juwita di hari weekend ini.
"Udin, cepat ikuti taksi itu sekarang!" perintah Marisa kepada supirnya seketika.
Sang supir mengangguk, lalu melaksanakan perintah tuannya.
Tak berselang lama, Juwita sudah tiba di mall. Dengan cepat dia memasuki area pusat perbelanjaan tersebut. Marisa pun juga diam-diam mengikuti Juwita dari belakang.
"Aduh, di mana sih dia?" Marisa tengah celingak-celinguk mencari keberadaan Juwita. Dia kehilangan jejak, karena padatnya manusia di mall saat ini.
Akan tetapi, di tengah-tengah kerumuman manusia, tanpa sepengetahuan Marisa, Juwita merasa ada seseorang yang mengikutinya sekarang. Dengan cepat Juwita menoleh ke belakang dan matanya langsung melebar, melihat Marisa di ujung sana.
"Mama!"
Mata Juwita makin melebar kala tepat di belakang Marisa, ternyata ada Chester yang menatap ke arahnya sekarang.
o ya ko' Chester bisa ke perusahaan sendiri,dia kan masih bocah... sementara kan jarak rumah ke perusahaan jauh?