SEASON 2 NOT CONSIDERED
Melewati masa kritis karena tragedi yang menimpanya, membuat seorang Elina trauma pada penyebab rasa sakitnya. Hingga dia kehilangan seluruh ingatan yang dimilikinya.
Morgan, dia adalah luka bagi Elina.
Pernah hampir kehilangan, membuat Morgan sadar untuk tak lagi menyia-nyiakan. Dan membuatnya sadar akan rasa yang rupanya tertanam kuat dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILONAIRISH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 14
Bukannya tersinggung, Morgan justru tersenyum tipis mendengar jawaban Elina.
"Gue bakal bikin lo nyaman, El" jawab Morgan untuk meyakinkan Elina akan kegundahannya.
Elina terdiam, dibuat tercengang dengan jawaban yang Morgan berikan. Ia pikir Morgan akan sadar diri, dan pergi menjauhinya. Namun yang ada justru pria itu malah menawarkan hal lain yang mungkin bisa menjadi solusi juga.
Akhirnya Elina memilih diam, membiarkan keheningan melanda mereka. Yang ia pikir benar-benar akan hening, namun pemikirannya tampaknya salah. Karena Morgan terdengar mengeluarkan suaranya.
"Mau main ke rumah, buat bantu kembaliin ingatan kamu?" tanya Morgan menawarkan untuk pulang ke rumahnya. Karena dulu Elina selalu suka bila pulang ke sana.
Elina menggeleng pelan, jujur tak berminat untuk ikut pulang ke rumah Morgan. Bagaimana mungkin dirinya berminat, jika berdekatan dengan Morgan saja rasanya begitu tak nyaman. Seperti ada denyutan sakit di dadanya saat berdekatan dengan Morgan.
"Gue cowok lo, El. Gue cuma mau lo tau." Tekan Morgan memberitahu Elina.
Elina terkejut tentu saja, setelah mendengar pertanyaan Morgan yang seperti itu. Memang tadi ia sempat mendengar kalau Morgan juga mengaku sebagai kekasihnya saat berseteru dengan Rozer.
Tapi ia pikir itu hanyalah kebongan Morgan karena memang ingin memancing amarah Rozer atau apa entahlah. Tapi mendengar Morgan mengatakannya lagi, rasanya Elina dibuat syok.
"Tapi ... mereka bilang gue gak ada cowok. Gue cuma punya mantan kayaknya." Ujar Elina dengan nada ragu.
Terdengar helaan nafas Morgan. Morgan menepikan kendaraannya, ia ingin lebih leluasa menyelesaikan masalahnya dan Elina.
"Kenapa berhenti?" tanya Elina mengernyit heran.
"Kita perlu bicara serius tentang hubungan kita, El." Ujar Morgan dengan tegas.
Elina mau tak mau menolehkan kepalanya saat tangannya terasa ditarik dan digenggam oleh Morgan. Jujur, ada rasa nyaman menyusup namun juga ada rasa tak sesak yang menyertai.
Hingga Elina memilih untuk menariknya, namun Morgan semakin menggenggamnya dengan erat. "Lepasin" lirih Elina.
"Maaf atas semua kesalahan gue yang kemarin, El. Gue salah karena udah buat lo kecewa dan nyakitin lo. Gue beneran nyesel." Lirih Morgan dengan rasa sesal yang menyelimuti.
Elina dibuat bingung, entah bagaimana harus menanggapi Morgan. Karena ia sama sekali tak ingat akan semua kenangan bersama Morgan, jika memang Morgan benar mantan kekasihnya.
"Gue .. gue gak tau harus maafin lo soal apa. Gue gak inget semua itu." Jawab Elina dengan jujur.
Morgan terdiam, kemudian mengulas senyumannya. "It's oke. Kita coba perkenalan dari awal aja, gimana?" tanya Morgan menatap lekat Elina.
Elina dibuat bimbang, bingung mau menjawab apa. Karena penawaran Morgan serasa datang secara tiba-tiba.
"Tolong anterin gue pulang aja sekarang." Pinta Elina tanpa menanggapi pertanyaan Morgan.
Membuat Morgan menghembuskan nafas panjang. "Jangan hindari gue lagi, El" pinta Morgan akhirnya, sebelum kembali melajukan kendaraanya.
Elina masih diam tak memberi tanggapan apapun. Karena tak tahu juga mau bagaimana. Ia merasa asing dan baru mengenal Morgan. Meskipun ada sisi hatinya yang merasa dekat dengan pria itu.
Hingga Morgan memilih mengalah, tak mau memaksa Elina untuk menjawab pertanyaan dan permintaannya. Morgan kembali fokus pada kemudinya, tanpa menoleh ke arah Elina lagi. Ia sadar Elina masih butuh waktu untuk orang asing yang tak ia kenali sama sekali.
Sementara Elina dibuat semakin bimbang dengan keterdiaman Morgan. Ia menjadi merasa bersalah, karena melihat Morgan yang seperti kecewa atau kesal padanya.
Namun mau menegur terlebih dahulu pun, Elina tak punya keberanian. Hingga akhirnya hanya keheningan yang mengisi perjalanan mereka.
Morgan benar-benar mengantarkan Elina sampai tujuan, yaitu pulang ke rumah Elina. Morgan menghentikan kendaraannya, kemudian menatap lekat Elina.
"Kasih gue kesempatan, El. Meskipun sekali." Pinta Morgan kembali.
Membuat Elina kembali terdiam, mengurungkan niatnya yang sudah siap untuk membuka pintu di sebelahnya. Elina memberanikan diri menatap Morgan. Kemudian mengangguk pelan. Sebagai jawaban atas permintaan Morgan.
Dan hal itu mengundang senyuman lega di bibir Morgan. "Jadi gue boleh datang ke rumah lo lain kali?" tanya Morgan memastikan kembali.
Elina mengangguk, kemudian mengulas senyumannya. Hingga ia memilih keluar dari kendaraan Morgan setelah mengucapkan terimakasihnya.
Elina melangkah perlahan menuju pintu utama rumahnya. Sembari pikirannya masih berkelana memikirkan keputusannya tadi. Meskipun setiap dekat dengan Morgan, ada rasa sesak yang sulit dijabarkan.
Namun entah mengapa hati kecilnya begitu ingin memberikan kesempatan untuk Morgan. Saat melihat senyuman pria itu ada desiran aneh yang hingga di hatinya. Dan saat melihat tatapan kecewa Morgan, hatinya juga merasa tak nyaman dan terusik.
"El, lo gak papa kan?!" teriak Bianca saat melihat Elina datang seorang diri.
"Mana cowok breng*ek itu, El." Tanya Bianca menggebu-gebu.
"Udah pulang" jawab Elina kemudian.
"Lo gak papa kan, gak diapa-apain? Dia ngomong apa aja sama lo, El?" tanya Bianca beruntun.
"Gak papa kok, udah ya. Gue mau mandi dulu, gerah." Ujar Elina memilih untuk segera masuk ke dalam kamarnya.
Elina mengulas senyumannya, kala mengingat kalau dirinya dan Morgan tadi sudah sempat bertukar nomor ponsel. Karena dirinya memang memakai ponsel baru, maka semua nomor orang-orang yang ada di masa lalu hilang semua.
💌 "aku udah sampai rumah"
Terdengar notif pesan, yang seketika membuat Elina tersipu. Entah mengapa hatinya merasa begitu bahagia saat ini, padahal hanya sebuah pesan yang biasa saja.
Elina memilih untuk tak membalas, karena mau membalas apa jika pesannya hanya sebuah pernyataan seperti itu. Lagipula mereka baru mengenal, seingatnya. Entah kalau di masa lalu, hubungannya dan Morgan seperti apa.
Elina memilih untuk segera membersihkan diri, karena benar-benar merasa gerah. Hingga setelahnya, saat berganti pakaian tampak ada yang menghubungi nomornya.
Dan rupanya dari Morgan. Elina dengan panik, langsung memakai pakaiannya dan mengangkat panggilan itu. Panggilan video, namun Elina menutup kameranya hingga hanya terlihat gelap.
"Kok gelap?" komentar Morgan yang melihat hanya kegelapan di tempat Elina berada.
"Iya ... gak papa." jawab Elina dengan nada gugupnya.
"Gue mau liat wajah lo, El." suara Morgan mengalun dengan lembut.
Elina semakin salah tingkah mendengarnya, ia tersipu. Entah mengapa ia seperti ABG yang baru jatuh cinta begini.
"Gak mau, wajah gue lagi gak make apa-apa." Ujar Elina berusaha melawan rasa malu dan tersipunya.
"it's oke, gue lebih suka yang natural." Ujar Morgan lagi.
Elina diam tak merespon, hingga Morgan kembali memaksanya untuk menampilkan wajah. Yang pada akhirnya membuat Elina kesal sendiri.
"Ya udah, gue matiin aja ya" ujar Elina dengan kesal.
Dan Morgan menangkap hal itu, ia paham akan ketidaknyamanan Elina. Hingga Morgan memutuskan untuk mengalihkan menjadi panggilan suara.
Next .......