NovelToon NovelToon
SENJA TERAKHIR DI BUMI

SENJA TERAKHIR DI BUMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi
Popularitas:285
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

Di tahun 2145, dunia yang pernah subur berubah menjadi neraka yang tandus. Bumi telah menyerah pada keserakahan manusia, hancur oleh perang nuklir, perubahan iklim yang tak terkendali, dan bencana alam yang merajalela. Langit dipenuhi asap pekat, daratan terbelah oleh gempa, dan peradaban runtuh dalam kekacauan.

Di tengah kehancuran ini, seorang ilmuwan bernama Dr. Elara Wu berjuang untuk menyelamatkan sisa-sisa umat manusia. Dia menemukan petunjuk tentang sebuah koloni rahasia di planet lain, yang dibangun oleh kelompok elite sebelum kehancuran. Namun, akses ke koloni tersebut membutuhkan kunci berupa perangkat kuno yang tersembunyi di jantung kota yang sekarang menjadi reruntuhan.

Elara bergabung dengan Orion, seorang mantan tentara yang kehilangan keluarganya dalam perang terakhir. Bersama, mereka harus melawan kelompok anarkis yang memanfaatkan kekacauan, menghadapi cuaca ekstrem, dan menemukan kembali harapan di dunia yang hampir tanpa masa depan.

Apakah Elara dan Orion mampu m

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5: Di Ambang Kehancuran

Langit malam di atas tanah mati itu begitu pekat, dihiasi gumpalan awan hitam yang seakan menggantung berat, menekan siapapun yang masih hidup. Suara langkah kaki Elara yang tergesa-gesa berpadu dengan deru napasnya yang tidak beraturan. Di belakangnya, jeritan mutan dan dengungan mesin kendaraan musuh terdengar semakin dekat, seolah waktu kematian sedang menghitung mundur.

“Tidak ada jalan kembali,” gumamnya pada diri sendiri sambil terus melangkah. Dia tidak bisa membiarkan tablet itu jatuh ke tangan para anarkis. Tablet ini adalah kunci menuju Eden, kunci untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran total. Tapi harga yang harus dibayar untuk melindunginya terus bertambah. Dan kali ini, harganya mungkin nyawa Orion.

---

Orion berdiri di tengah reruntuhan pabrik tua, napasnya memburu. Dinding-dinding beton yang retak, sisa-sisa mesin raksasa, dan bau besi berkarat mengelilinginya seperti makam yang tidak pernah dimakamkan. Di luar, dia bisa mendengar langkah kaki para pengejar. Mereka semakin dekat, bersiap untuk menerkam.

"Baiklah," bisiknya pelan sambil memasang granat improvisasi di salah satu lorong utama. Tangan kasarnya bekerja dengan cepat, matanya bergerak liar mengawasi setiap sudut.

Ledakan pertama harus cukup untuk mengalihkan perhatian mereka, pikirnya. Tapi dia tahu, para anarkis bukan kelompok sembarangan. Mereka seperti anjing pemburu yang tak kenal lelah, dilatih untuk menghancurkan. Dia hanya bisa berharap jebakan-jebakannya cukup untuk memberi Elara waktu melarikan diri.

Langkah kaki semakin dekat. Orion menekan tubuhnya ke dinding, mencabut pisau yang terselip di pinggangnya. Dengan nafas tertahan, dia mendengar suara-suara itu: sepatu-sepatu berat yang menghantam lantai, dengungan komunikasi radio, dan suara komandan yang memerintah, "Pisahkan tim. Temukan dia!"

Saat tiga dari mereka melangkah ke lorong tempat jebakan diletakkan, Orion mengaktifkan detonator. Ledakan besar mengguncang bangunan. Api berkobar, dan puing-puing beton jatuh menimpa para pengejar yang tidak beruntung.

Namun, itu hanya permulaan. Ledakan itu memang melumpuhkan beberapa dari mereka, tapi sisanya justru bergerak lebih agresif. "Dia ada di sini!" salah satu dari mereka berteriak, membuat para pengejar lainnya segera menyerbu masuk.

Orion berlari ke tangga yang menuju lantai atas, tubuhnya terasa semakin berat oleh luka-luka kecil yang mulai berdarah. Dia bersembunyi di balik pilar besar, menyiapkan jebakan berikutnya. Kali ini, dia tidak punya banyak waktu. Para pengejar terlalu banyak, dan mereka dilengkapi dengan alat pelacak yang canggih.

Ketika mereka mendekat, Orion melemparkan bom asap ke arah mereka. Kabut putih tebal memenuhi lorong, memblokir pandangan para anarkis. Dengan langkah cepat, dia menyelinap keluar melalui jendela yang sudah pecah, melompat ke tumpukan puing di bawah. Pendaratan itu kasar, dan dia merasakan pergelangan kakinya terkilir. Tapi dia tidak punya waktu untuk merasakan sakit. Di belakangnya, dia bisa mendengar suara drone mendengung, mencari keberadaannya.

Orion berlari secepat mungkin, melewati reruntuhan bangunan dan menuju ke arah hutan mati yang terbentang di depan. Di atas kepalanya, cahaya merah dari drone terus bergerak, seperti mata yang tidak pernah berkedip. Peluru-peluru dari senapan otomatis drone itu menembaki tanah di sekitarnya, menciptakan lubang-lubang besar yang hampir membuatnya tersandung.

Satu tembakan drone berhasil menghantam bahunya. Orion terhuyung, darah mulai mengalir dari luka itu. Tapi dia terus berlari. Tidak ada pilihan lain.

---

Sementara itu, Elara berhasil menemukan jalur menuju pos penjaga tua yang ditunjukkan oleh tablet di tangannya. Tapi kabut tebal dan suara langkah-langkah besar yang menghantui dari belakang membuatnya tidak bisa merasa lega. Mutan-mutan itu semakin dekat, dan setiap kali dia menoleh, dia melihat bayangan besar mereka bergerak di antara pepohonan yang kering.

Dia menggenggam pistolnya erat-erat, meskipun tahu senjata itu hampir tidak berguna melawan makhluk-makhluk seperti itu. Ketika salah satu dari mereka akhirnya melompat ke arahnya, Elara mengarahkan pistol dan menembak dengan panik. Peluru mengenai kepala mutan itu, membuatnya terjatuh, tapi dua yang lain sudah menyusul.

Elara berlari ke pos penjaga, menutup pintu dengan keras, dan mengunci semua penguncinya. Tapi dia tahu itu tidak akan lama bertahan. Mutan-mutan itu mulai menghantam pintu dengan kekuatan luar biasa, membuat kayu dan besi di pintu itu melengkung.

“Elara, fokus,” dia berbisik pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan detak jantungnya. Tangannya gemetar saat dia menatap tablet, memeriksa koordinat Eden. Tapi suara pintu yang mulai retak membuat pikirannya kembali ke kenyataan. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengambil keputusan cepat.

Dia meraih sebuah tabung gas tua yang berada di sudut ruangan dan menarik pin granat kecil yang terselip di sakunya. Ketika pintu akhirnya jebol dan dua mutan besar menyerbu masuk, Elara melemparkan granat itu ke arah tabung gas dan melompat keluar melalui jendela kecil di belakang.

Ledakan besar mengguncang seluruh pos, memecahkan kaca dan membuat tanah di sekitarnya bergetar. Api berkobar, menelan mutan-mutan itu sepenuhnya. Tapi Elara tidak punya waktu untuk merayakan kemenangannya. Dia terus berlari menuju koordinat yang ditunjukkan tablet, meskipun tubuhnya sudah hampir tidak mampu lagi bergerak.

---

Di tempat lain, Orion berhasil mencapai kendaraan kecil yang ditinggalkan oleh para anarkis. Dengan satu tangan menekan lukanya yang terus berdarah, dia menyalakan mesin dan melajukan kendaraan itu ke arah selatan. Tapi dia tidak sendirian. Beberapa kendaraan anarkis lain mulai mengejarnya, dan drone-drone kembali mengudara, mengincarnya.

"Baiklah, kalau kalian mau bermain kotor," gumam Orion, menarik napas dalam-dalam. Dia memutar kemudi dengan keras, membawa kendaraan itu ke jalur berbatu yang sempit. Kecepatan tinggi dan medan yang berbahaya membuat kendaraan-kendaraan musuh mulai tergelincir satu per satu. Tapi drone-drone itu tetap bertahan.

Orion meraih senapan di sampingnya dan menembaki salah satu drone. Peluru-peluru itu berhasil menghancurkan baling-balingnya, membuat drone itu jatuh dan meledak. Tapi satu drone lainnya berhasil menembak balik, menghantam bagian belakang kendaraan Orion.

Ledakan kecil membuat kendaraan itu kehilangan keseimbangan dan terguling ke sisi jalan. Orion terlempar keluar, tubuhnya terhempas keras ke tanah. Ketika dia mencoba bangkit, dia melihat salah satu kendaraan anarkis berhenti di dekatnya. Para pengejar keluar dengan senjata terangkat, wajah mereka penuh kebencian.

Namun, sebelum mereka bisa mendekat, suara gemuruh besar terdengar dari kejauhan. Orion dan para pengejar menoleh bersamaan. Sebuah kawanan mutan besar muncul dari kegelapan, terpancing oleh suara ledakan dan bau darah. Para anarkis segera mengalihkan perhatian mereka, menembaki mutan-mutan itu.

Melihat kesempatan itu, Orion merangkak ke arah pistolnya yang terjatuh. Dengan tangan gemetar, dia menembak salah satu pengejarnya dan segera berlari ke arah hutan, meninggalkan kekacauan di belakangnya.

Di dalam hutan, dia berhenti sejenak, mencoba mengatur napas. "Elara," gumamnya pelan. Dia tahu mereka harus segera bertemu di Eden, atau semua ini akan sia-sia.

Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Orion melangkah lebih dalam ke dalam kegelapan, sementara bayangan kematian terus mengejarnya. Di kejauhan, sinar tablet yang dibawa Elara menjadi satu-satunya cahaya harapan di dunia yang hampir runtuh ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!