Bagaimana perasaan jiwamu jika dalam hitungan bulan setelah menikah, suami kamu menjatuhkan talak tiga. Lalu mengusirmu dan menghinamu habis-habisan.
Padahal, wanita tersebut mengabdi kepada sang suami. Dia adalah Zumairah Alqonza. Ia mendadak menjadi Janda muda karena diceraikan oleh suaminya yang bernama Zaki. Zaki menceraikan Zumairah karena ia sudah bosan dan Zumairah adalah wanita miskin.
Bagaimana nasib Zumairah ke depannya? Apakah dia terlunta-lunta atau sebaliknya? Yuk, cap cus baca pada cerita selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Sekti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suara Telepon
"Kamu boleh menikahi wanita itu, asalkan dia dan keluarganya setuju. Siapa namanya, Jonson? Sepertinya dia wanita yang baik," jawab Mama Jeni kepada Jonson yang menanyakan tentang pernikahan.
"Beneran Mah, saya boleh menikahi dia? Bukannya Mama selalu ingin Jonson bersama Nindi? Namanya Zumairah. Jonson belum kenal kedua orang tuanya."
Sedikit berbinar hati Jonson karena sang mama setuju jika ia menikah dengan Zumairah.
"Buat apa berbohong sama anak sendiri. Mama sadar, Nindi itu wanita jahat. Dengan adanya wanita ini, Mama jadi tahu sifat asli Nindi. Namanya Zumairah? Nama yang indah. Semoga kamu beruntung, Jonson dan Zumairah cepat sadar."
Mama Jeni menginginkan Zuma cepat pulih kesadarannya. Saat Bu Neni selesai membicarakan tentang Zuma bersama Jonson, terdengar suara wanita yang tersadar.
"Aku di mana ini?"
Saat tengah malam tiba, Zumairah mulai sadar. Ia mulai menengok ke kanan dan ke kiri. Terlihat Jonson dan mamanya memberi senyuman hangat kepada Zumairah.
"Zuma, kamu sudah sadar. Aku senang sekali. Kami dirawat di Rumah Sakit. Maafkan aku yang telah membuat kamu hampir celaka."
Jonson meminta maaf kepada Zumairah atas tindakan cerobohnya. Ia sangat menyesal membuat Zumairah sakit hingga harus dieawat Di Rumah Sakit.
"Kepalaku pening sekali. Tolong antarkan aku di rumah ayah dan ibuku di kampung. Zumairah kangen mereka. Zumairah takut dengan orang-orang kota yang kejam!"
Zumairah mulai depresi. Ia masih trauma dengan kejadian yang menimpa dirinya. Semua yang ia kenal, hampir saja selalu mencelakai dirinya.
"Kamu harus pulih dulu. Ini Mamaku, dia baik kok. Sebaiknya kamu makan dulu ya? Aku suapin, boleh?"
Jonson menenangkan hati Zumairah yang sedang terluka. Perawat sudah memberikan menu masakan dan teh manis hangat kepada Zuma. Jonson terlihat sangat perhatian dengan Zumairah.
"Perutku mual, Jonson. Aku tidak berselera makan. Sini aku minum teh saja. Jonson, Tante, kalian bisa bantu aku nggak?"
Saat raga milik Zuma masih lemah, ia sedang memikirkan masalahnya yang belum kelar. Zuma hanya meneguk secangkir teh hangat yang diambilkan oleh Jonson.
"Yasudah, makannya nanti saat pagi. Kamu tidur dulu gih? Ini masih malam. Kamu mau minta tolong apa?" tanya Jonson sambil melirik ke arah sang mama yang kini duduk di sofa yang disediakan.
Jonson meminta perawat untuk memindahkan Zumairah ke ruang VIP pada saat Jonson mengisi data dokumen. Dan kini mereka sudah berada di ruangan VIP. Jonson ingin Zumairah maupun keluarganya nyaman jika beristirahat di Rumah Sakit tersebut.
"Saya ingin mendapat surat cerai yang sah dari mantan suami saya. Saya ingin terbebas darinya dan hidup tenang tanpa tekanan dari dia. Setelah itu, saya ingin pulang menemui kedua orang tua saya di kampung."
Zumairah mengeluarkan unek-uneknya yang didengarkan oleh Jonson dan Mama Jeni.
"Saya akan membantu kamu, Zumairah. Apa lebih baik, kamu tinggal di rumahku beberapa waktu untuk menyelesaikan masalahmu? Memang orang tua kamu tinggal di mana?" tanya Jonson dengan penasaran mengenai tempat tinggal Zumairah.
"Di desa Ujung Wetan sana. Yang dekat dengan Gunung Jimat," kata Zumairah yang memberitahukan tempat tinggalnya kepada Jonson.
"Itu jauh, Zuma. Pokoknya kalau kamu sudah boleh pulang oleh Dokter, kamu tinggal di rumahku dulu saja. Saya bisa membantu mendapatkan surat perceraian dengan suami kamu."
Jonson sangat mengkhawatirkan wanita itu. Ia tak mau Zuma celaka kembali. Jonson bersedia membantu masalah Zuma dengan tulus.
"Apa saya tidak merepotkan keluarga kamu? Barang-barang saya masih berada di Rumah Kontrakannya Bu Mirna. Lebih baik saya di kontrakan dulu. Saya nggak mau digunjing tetangga kamu, Jonson. Saya bukan siapa-siapa kamu," jawab Zuma yang selalu berhati-hati dalam bertindak. Ia tak ingin dikatakan wanita yang tidak benar oleh orang alin.
"Mama saya setuju, Zuma. Tidak akan digunjing, kamu nanti tinggal di samping rumah aku, ada ruangan kosong seperti kontrakan. Tetapi itu memang bukan untuk kontrakan. Ruang tersisa. Dan kebetulan tidak terpakai. Disitu sudah ada fasilitas lengkap. Kamu aman di situ! Mau ya? Barang-barang nanti aku angkut deh. Ada Pak sopir juga. Pokoknya beres deh."
Hanya untuk mengangkut barang, Jonson mempunyai asisten banyak karena ia kekayaannya seperti seorang sultan. Sama seperti Arga Dinata.
"Baiklah. Tapi saya tidak mau ada keributan, Jonson? Saya butuh ketenangan. Kepala ini sangat pusing."
Zuma memegangi kepalanya yang sakit. Ia butuh istirahat cukup untuk memulihkan kondisinya.
"Terima kasih Zuma. Yasudah, kamu bobok ya? Nanti kalau dah pagi, aku bangunin."
Jonson menyuruh Zuma untuk tidur karena waktu itu tepat pukul dua belas malam.
Akhirnya Zuma tertidur. Mama Jeni pun juga tertidur di sofa panjang yang berada di ruang tersebut. Sementara Jonson tidak tidur karena ia memikirkan masalah Zuma.
'Saya harus menyelesaikan masalah yang menimpa Zuma. Dan Zuma harus menjadi milikku. Dia wanita baik dan anggun. Aku menyayanginya. Mika, maafkan aku, izinkan aku untuk bersama dengan Zumairah. Semoga kamu tenang di alam sana,' batin Jonson yang sedang berhalusinasi.
Lambat laun Jonson pun mengantuk. Ia pun tertidur juga.
**
Pagi harinya
Zuma sudah terbangun dari tidurnya.
Tring! Tring!
Nada ponselnya berbunyi pertanda ada telepon. Gawai milik Zuma berada di meja kecil di samping Jonson. Ia masih lemah untuk mengambil gawainya. Sementara ia malu untuk membangunkan pria yang baru saja ia kenal kemarin.
Tidak lama, suara dering ponsel milik Zuma membangunkan Jonson dari tidurnya.
"Jonson, tolong ponselku. Sepertinya ada yang menelepon!"
Zuma menyuruh Jonson untuk mengambilkan gawainya.
"Baik. Sepertinya itu yang menelepon Bu Mirna coba saja diangkat!"
Karena itu yang menelepon Bu Mirna, akhirnya Jonson memberikan ponselnya kepada Zumairah. Tidak lama, ponsel tersebut sudah berada di tangan Zuma. Zuma pun mengangkat telepon tersebut.
"Halo, ini Bu Mirna?" tanya Zumairah kepada nomor yang bernama Bu Mirna.
Bu Mirna sempat meminta nomor ponsel milik Zuma ketika mereka berbincang bersama.
"Ini Arga. Kamu di mana, Zuma. Apakah kamu baik-baik saja. Tolong beri tahu aku kamu di mana!"
Ternyata Arga sangat risau karena dua hari Zuma tidak berada di kontrakan. Ia kemudian menanyakan keberadaan Zumairah kepada Bu Kos. Tanpa sepengetahuan Zumairah, Arga selalu mengintai keberadaan Zuma.
"Tuan Arga, tolong aku. Aku ada di Rumah Sakit Medika di ruang ...."
Zuma tidak bisa melanjutkan pembicaraan lewat telepon dengan Arga. Sambungan telepon tersebut diputus oleh Jonson.
Jonson mendengar bahwa itu suara Arga. Lebih jelas lagi Zuma memanggil Arga sehingga Jonson langsung meminta ponsel milik Zuma. Jonson tidak suka jika Zuma berhubungan dengan Arga Dinata. Dia sangat membenci Arga. Apalagi jika Arga dekat dengan Zumairah.
"Saya tidak suka jika kamu berhubungan dengan Arga! Sialan!"
Emosinya kembali lagi. Ia trauma dengan rasa kehilangan seseorang. Ia meremas rambutnya karena kepalanya terasa sangat pusing.