Di tengah hujan yang deras, Jane Rydell, melihat seorang pria terkapar, di pinggir jalan penuh dengan luka.
Dengan tanpa ragu, Jane menolong pria itu, karena rasa pedulinya terhadap seseorang yang teraniaya, begitu tinggi.
Hendrik Fernandez, ternyata seorang pria yang dingin dan kaku, yang tidak tahu caranya untuk bersikap ramah.
Membuat Jane, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu, dengan sabar menunjukkan perhatiannya, untuk mengajarkan pada pria dingin itu, bagaimana caranya mencintai dan di cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12.
Pintu ruang VIP pasien terbuka, pria yang tadi di perintahkan Hendrik membeli makan siang, masuk membawa pesanan Hendrik.
"Makanlah!" ujar Hendrik pada Jane.
"Baik!"
Jane membuka wadah makan siang yang di bawa bawahan Hendrik, lalu memeriksa apa saja yang ada dalam tiap wadah makanan tersebut.
Jane mengambil satu wadah makan siang itu, lalu membawanya ke tempat tidur pasien.
Tangannya terulur menyodorkan wadah itu pada Hendrik, "Kau juga harus makan, sedari pagi, pasti belum sempat sarapan!"
Hendrik menatap wadah makan siang yang di sodorkan Jane, lalu menatap Jane dengan lekat.
Dari sejak ia berusia sepuluh tahun, semenjak orang tuanya meninggal, belum pernah seorang pun menawarkan dirinya untuk makan, dengan menyodorkan makanan langsung ke depannya.
Ia tahu keluarganya adalah keluarga kaya, dari semenjak Kakeknya hidup, selalu berlimpah dengan makanan mewah dan lezat.
Tapi rasa perhatian satu sama lain, semenjak orang tuanya meninggal, di susul dengan kematian Kakeknya, ia tidak pernah lagi mendapatkan perhatian kecil seperti ini.
Melihat Hendrik diam saja, tidak menerima wadah makan siang yang di sodorkannya, Jane berpikir, mungkin Hendrik tidak berselera untuk makan, karena luka pada perutnya, yang masih terasa sakit.
Atau, mungkin tangannya tidak bertenaga, untuk memegang wadah.
Perlahan Jane duduk disisi tempat tidur pasien, ia berinisiatif akan membantu Hendrik untuk makan.
Mereka sudah menikah, walau belum saling mengenal, setidaknya ia sebagai istri, harus punya rasa peka yang dalam akan keadaan suaminya saat ini.
Perlahan Jane menyendok makanan tersebut, lalu menyuapkannya ke mulut Hendrik.
"Makanlah, aku tahu luka pada perutmu pasti sakit sekali, aku sudah melihat lukamu malam itu, cukup dalam merobek perutmu, pasti benda yang mereka gunakan itu sangat tajam" ucap Jane dengan lembut.
Tangan Jane yang terulur akan menyuap Hendrik, menunggu pria itu membuka mulutnya.
Mata Hendrik berkedip, ia kembali terpaku menatap Jane, kata-kata yang lembut, dan perhatian Jane, membuat ia tidak bergerak di tempatnya.
Ia sudah tidak ingat berapa tahun sudah, saat ia kehilangan keluarga yang mengasihinya.
Ia merindukan seseorang, menaruh perhatian dalam sesuatu hal kecil padanya, seperti yang di lakukan Ibunya dulu kepadanya.
Hidupnya yang keras, membuat ia menjadi pria dingin, dan tidak tahu, bagaimana untuk mengekspresikan dirinya dengan lingkungan umum.
Karena ia banyak menghabiskan hidupnya, dalam lingkungan kaum pria, yang penuh dengan kekerasan.
Kata-kata lembut Jane yang penuh perhatian, membuat jiwa keras Hendrik tiba-tiba menjadi tersentuh oleh perhatian Jane.
Matanya terasa panas, dinding es yang tebal itu perlahan mencair, merasakan perhatian yang ia pikir, tidak akan pernah ia rasakan, ternyata tanpa ia duga datang dari istri, yang di siapkan Kakeknya untuknya.
Perlahan Hendrik membuka mulutnya, dan mengunyah makanan yang di suapkan Jane.
Dadanya terasa sesak, ia begitu semakin terharu.
Usianya tidak muda lagi, sudah tiga puluh dua tahun, akhirnya ia menemukan rumah yang nyaman.
Kembali matanya terpaku menatap Jane, melihat bibir Jane perlahan tersenyum hangat, memandangnya menerima suapan gadis itu.
Hendrik pria yang kaku jika berdekatan dengan seorang wanita, dan tidak pernah menunjukkan ketertarikannya, jika seorang wanita mendekatinya.
Ia selalu berhati-hati jika seorang wanita mendekatinya, karena ia selalu ingat, akan nasehat Kakeknya sebelum meninggal.
Kakeknya berpesan, jangan sembarang menaruh harapan, pada seorang wanita, kalau tidak ingin menikahinya, karena akan menjadi boomerang padanya suatu saat nanti.
Karena itu, ia tidak pernah menatap seorang wanita seperti saat ini, menatap istrinya yang sedang menyuapinya.
Dan, makanan yang sedang di kunyahnya saat ini, terasa begitu lezat.
Tidak tahu entah kenapa, rasanya sangat nikmat sekali, berbeda dengan makanan yang selama ini di makannya.
Apakah karena disuap oleh istrinya itu, dengan perasaan penuh perhatian?
Kening Hendrik berkerut, merasakan betapa ia menyukai makan siang yang di pegang Jane.
Kembali mulutnya ia buka, untuk meminta lagi makanan tersebut.
Dengan patuh Jane menyuap lagi untuk Hendrik, dengan hati-hati sembari tersenyum.
Hendrik reflek memegang dadanya, ia merasakan sesuatu di dalam sana, perasaan yang sulit diartikannya.
"Kenapa? apakah luka di bagian dada sakit?" tanya Jane dengan wajah panik.
Mata Hendrik terasa semakin panas, ia dengan cepat menggeleng, Jane tidak boleh mengetahui apa yang sedang di rasakannya saat ini.
Bersambung......