Di hancurkan berkeping-keping oleh suaminya dan juga ibu mertuanya, kehidupan Laras sangat hancur. selain harus kehilangan anak keduanya, Laras di serang berbagai ujian kehidupan lainnya. Putranya harus di rawat di rumah sakit besar, suami mendua, bahkan melakukan zina di rumah peninggalan orantuanya.
Uluran tangan pria tulus dengan seribu kebaikannya, membawa Laras bangkit dan menunjukkan bahwa dirinya mampu beejaya tanpa harus mengemis pada siapapun. Akan dia balaskan semua rasa sakitnya, dan akan dia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Sehebat apa luka yang Laras terima? apakah dia benar-benar membalaskan rasa sakitnya?
Yuk simak terus ceritanya sampai habis ya 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil sidang
Satu bulan sudah terlewati. Laras kembali menginjakkan kakinya di pengadilan Agama, dia menatap bangunan yang ada di hadapannya dengan nanar. Tidak pernah ia bayangkan akan menginjakkan kakinya di gedung yang paling ia takutkan setelah berumah tangga, nasi sudah menjadi bubur ketika semua harapannya terlebur. Demi kebahagian Langit dan juga kewarasannya, Laras dengan berani menggugat sang suami dengan biaya yang tidak mudah.
"Akan ku pastikan aku lepas darinya." Gumam Laras dengan mantap.
Laras melangkahkan kakinya masuk ke dalam, dia menggandeng tangan putranya diikuti oleh kakak dan iparnya. Untuk sekarang, Aiman tidak ikut hadir karena kesibukannya, begitu masuk ke dalam ternyata sudah ada pihak dari Jefri yang sudah menunggu. Daryono dan juga Desi menyambut kedatangan Laras dan Langit, Langit pun menghampiri kakeknya dan duduk di pangkuan Daryono, sementara Laras menghampiri pengacaranya.
Sidang berlangsung dengan lancar, sebelumnya Laras juga sudah unggul dua point dari Jefri. Jadi, sekarang mempermudah jalannya untuk bisa menang dalam sidang perceraian ini.
Waktu terus berlalu, melaui proses sesuai prosedur pengadilan Agama akhirnya Hakim pun mengetuk palunya. Laras memejamkan matanya, dia sangat merasa lega karena ia tidak lagi menjadi seorang istri dari pria yang dzalim.
Sesuai dengan keinginan Laras, hak Asuh Langit jatuh ke tangan Laras karena memang Langit masih di bawah umur. Tetapi, sebelumnya juga Hakim bertanya pada Langit apakah ia ingin ikut ibu atau ayahnya. Langit mejawab dengan gelengan kepalanya menolak ikut dengan sang ayah, meskipun masih kecil Langit sudah paham kenapa dia berada di pengadilan, Aiman sudah menjelaskan padanya apa itu perceraian. Sebenarnya, Aiman juga tidak mau memberitahukan pada anak sekecil Langit mengenai permasalahan orang dewasa. Tapi sayang, Langit sudah menguping pembicaraan Laras dan Bayu yang tengah membicarakan soal perceraian, jadi mau tak mau Aiman menjelaskan tetapi tidak terlalu menjabarkannya.
Di Luar.
Kini tinggal menunggu akta cerai jadi. Laras memeluk tubuh Bayu dengan linangan air matanya, saat keduanya tengah berpelukan, Tuti dan Jefri keluar dengan wajah masamnya.
"Heh, jangan merasa menang dulu. Lihat saja nanti, siapa yang akan menyesal." Ucap Tuti dengan mata memicing.
Laras mengendurkan pelukannya, dia membalikkan tubuhnya menghadap kearah mantan Ibu mertuanya yang tengah menatapnya dengan tatapan tidak suka. Sementara Jefri, dia berdiri di samping ibunya menatap Laras dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.
"Menyesal? Hahaha," Laras tertawa mendengar ucapan Tuti, ia berjalan dua langkah ke depan tepat berada satu langkah di hadapan mantan mertuanya, Laras melipat kedua tangannya tersenyum miring. "Ketika orang lemah bangkit, maka bersiaplah karma untuk kalian para orang dzalim. Menyesal? Hmm, sepertinya aku akan lebih bahagia deh daripada menyesal yang Ibu maksud. Lihat penampilan Langit, dia jauh lebih bersih, rapih, tanpa adanya tambalan di bajunya yang berkali-kali aku rajut." Tekan Laras dengan tatapan mendominasi.
Jefri tak menyangka jika Laras akan berubah seberani ini, Laras yang ia kenal adalah perempuan yang menghormati orang yang lebih tua dan penurut.
"Laras! Jaga ucapanmu, Ibu itu orang tua yang seharusnya kamu lebih sopan." Bentak Jefri.
"Ayo, nak. Jangan buang waktu berhargamu untu meladeni mereka, lebih baik kita pergi untuk merayakan kemenanganmu." Ucap Daryono.
"Iya, Pa. Papa benar, sangat sulit untuk meyakinkan seekor lalat bahwa bunga lebih indah daripada sebuah sampah. Mas Jef, akan ku buktikan semuanya padamu sampai suatu hari kau bertekuk lutut di hadapanku dan Langit." Ucap Laras menatap Jefri dengan tatapan kecewa, benci bahkan jijik menjadi satu.
Bayangan bagaimana ia melihat dan mendengar suara menjijikkan Jefri dan Dania secara langsung, membuat dada Laras sesak seakan di himpit batu yang sangat besar. Yang lebih menyakitkan lagi, dia harus kehilangan anak perempuannya tanpa melihat bagaimana rupanya karena sudah tertutup rapat oleh tanah.
Laras dan yang lainnya pun pergi dari hadapan Tuti, lain halnya dengan Bayu yang melayangkan tinjunya saat Laras sudah pergi.
Bugh.
"Jangan pernah bentak adikku lagi, kalau kalian berani ganggu mereka lagi! Aku tidak akan segan-segan untuk melenyapkanmu, urus saja sampah-sampahmu agar tidak bau dan mengusik ketenangan orang lain." Tegas Bayu menunjuk wajah Jefri.
Saat Jefri membentak Laras, Bayu sudah tidak tahan ingin menghajar Jefri karena ia dan ibunya tetap tidak berubah. Ia mengepalkan tangannya dan menunggu momen dimana Laras pergi, mungkin Laras tidak memiliki dendam pada keduanya atas apa yang mereka perbuat. Tetapi Bayu, sampai kapanpun dia akan mengingatnya dan membalaskan dendamnya.
"Brengsek!" Umpat Jefri sambil memegangi perutnya yang di hadiahi tinju oleh Bayu.
Sementara Bayu, dia melenggang pergi menyusul adik dan juga istrinya ke arah parkiran.
"Sudahlah Jefri, biarkan mereka pergi dan bersenang-senang. Palingan juga simpenan si Laras kalau udah bosen buang dia, mending kamu segera urus persiapan pernikahan kamu sama Dania." Tuti menahan emosinya saat Bayu meninju putra kesayangannya, dia tidak berani melawan Bayu karena ia juga tidak mau mendapat serangan dari Bayu, yang notabenenya pria emosional.
*
*
Di tempat lain.
Aiman terus menatap layar laptop miliknya, sesekali ia menyeruput air minum tanpa mengalihkan pandangannya. Tidak banyak yang tahu kalau dirinya adalah pebisnis sukes, nasibnya hampir sama dengan Laras yaitu di remehkan karena berasal dari orang tak punya, karena itulah ia mau membantu Laras dan Bayu bangkit dan memberikan motivasi pada keduanya agar semakin maju.
"Alhamdulillah, beres juga." Ucap Aiman merentangkan tangannya, ia meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku.
Sejak kepergian mendiang istri dan anaknya, tak sedikitpun terbesit di benak Aiman untuk kembali membangun sebuah rumah tangga. Dirinya merasa tak ada yang bisa menggantikan posisi istrinya, perempuan yang menemaninya dari nol sampai ia semakin mengembangkan semua usahanya, tetapi sayangnya di saat ia sudah sukses istrinya malah meninggalkannya tanpa bisa menikmati hasil jerih payahnya.
Setetes air mata lolos begitu saja, tepat pada hari ini adalah hari peringatan kematian Senja dan Galaksi- Putra Aiman. Saat itu, Aiman mendapati Senja sudah menutup matanya serta nafasnya sudah tak berhembus lagi, posisinya Aiman pulang dari kantornya yang pada saat itu ia masih merintis. Rumah yang di tempati pun masih rumah sederhana, saat Aiman hendak membangunkan istrinya yang biasanya menyambut hangat kedatangannya, Senja tak menyahuti atau pun merespon dengan sebuah gerakan. Merasa ada yang aneh, akhirnya Aiman memberanikan diri memeriksa nafas dan denyut nadi Senja, dengan panik Aiman memanggil beberapa warga untuk membantunya mencari mobil yang bisa ia sewa karena jarak rumah sakit cukup jauh dari rumahnya. Naas, begitu sampai di rumah sakit dokter menyatakan Senja sudah tiada, bersamaan dengan anaknya yang sudah menginjak 8 bulan di dalam kandungan, tidak bisa di selamatkan karena dokter memperkirakan Senja sudah tiada selama beberapa jam sebelum akhirnya di bawa ke rumah sakit.