"Apakah aku ditakdirkan tidak bahagia di dunia ini?"
Ryan, seorang siswa SMA yang kerap menjadi korban perundungan, hidup dalam bayang-bayang keputusasaan dan rasa tak berdaya. Dengan hati yang terluka dan harapan yang nyaris sirna, ia sering bertanya-tanya tentang arti hidupnya.
Namun, hidupnya berubah ketika ia bertemu dengan seorang wanita 'itu' yang mengubah segalanya. Wanita itu tak hanya mengajarinya tentang kekuatan, tetapi juga membawanya ke jalan menuju cinta dan penerimaan diri. Perjalanan Ryan untuk tumbuh dan menjadi dewasa pun dimulai. Sebuah kisah tentang menemukan cinta, menghadapi kegelapan, dan bangkit dari kehancuran.
Genre: Music, Action, Drama, Pyschologycal, School, Romance, Mystery, dll
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rian solekhin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Gosip
Saat duduk di bangku taman sekolah, Rangga menyeringai, merasa seperti raja kecil di antara teman-temannya. Ia memainkan ponsel, jarinya bergerak cepat di grup chat kelas, sesekali cekikikan sendiri.
"Eh, udah dengar belum?" Rangga menoleh ke Budi di sampingnya, sambil melempar pandangan penuh arti.
Budi mendongak, wajahnya penuh rasa ingin tahu. "Dengar apa?"
"Si Ryan itu, sekarang lengket banget sama Hana," ucap Rangga, menyipitkan mata seolah menyimpan rahasia besar.
"kamu bercanda, kan?" Budi terlihat kaget, tapi jelas penasaran. "Nggak mungkin lah Hana dekat sama Ryan."
Rangga mengangguk yakin. "aku lihat sendiri pagi tadi. Mereka jalan bareng, mesra banget."
Budi memutar matanya. "Gila... itu beneran nggak masuk akal. Hana? Sama Ryan?"
Rangga memamerkan senyumnya yang licik. "Makanya, itu yang bikin aku mikir. Mungkin ada yang nggak beres sama anak itu. Siapa tahu dia pakai cara nggak bener buat dekatin Hana."
Budi terbahak, walau ada rasa sedikit takut. "Pelet? Atau apa?"
"Mungkin aja." Rangga menjawab setengah bercanda, setengah yakin. "Tapi serius, aku dengar dari anak-anak kelas sebelah, katanya Ryan sering stalking Hana."
Budi tampak gelisah, lalu mengangguk setuju. "Serem juga. Kita harus kasih tahu yang lain, nih."
Seolah mendapat izin, Rangga langsung menoleh ke kerumunan yang tak jauh dari mereka. "Eh, guys! Ke sini deh. Ada berita penting."
Anita dan Rina yang sedang lewat, mendekat dengan rasa penasaran. "Ada apa, Rangga?" tanya Anita, mengangkat alis.
"Ryan," ucap Rangga perlahan, penuh misteri.
"Ryan? Si pendiam itu?" Rina bertanya heran.
"Yep, yang duduknya di dekat jendela. Anak culun itu." Rangga menekankan dengan nada penuh hinaan.
"Terus kenapa?" Anita mendekat, penasaran.
"Sekarang dia dekat sama Hana," Rangga memberi jeda, menikmati keterkejutan di wajah mereka.
"Hana yang populer itu?" Anita membelalak, tak percaya.
Rangga mengangguk. "Makanya, aku curiga jangan-jangan dia punya maksud nggak bener."
Anita menutup mulutnya. "Kasihan Hana. Apa jangan-jangan dia nggak tahu?"
"Nah, itu. Makanya, aku kasih tahu kalian dulu. Biar bisa jaga-jaga," Rangga menambahkan dengan nada dramatis.
Gosip itu mulai menyebar. Satu per satu siswa bergabung dalam bisikan-bisikan, memperpanjang rumor tanpa pikir panjang. Setiap kalimat terasa seperti percikan api yang memanaskan suasana.
Di kantin, Rangga melihat Hana duduk sendirian, tampak asyik dengan makanannya. Rangga mendekat, memasang senyum palsu.
"Hai, Hana," sapa Rangga sambil duduk tanpa menunggu izin.
Hana hanya menatapnya, matanya dingin. "Ada apa, Rangga?"
Rangga memasang wajah prihatin. "aku cuma mau kasih tahu sesuatu tentang Ryan."
Hana mengerutkan alis, enggan mendengar. "Apa lagi gosip nggak penting?"
Rangga mendekatkan wajahnya, berbisik, "aku cuma mau bilang... hati-hati sama dia."
Hana menatapnya tajam. "Dan kenapa aku harus mendengarkanmu?"
"kamu nggak tahu aja. Dia itu suka ngikutin kamu diam-diam," Rangga berbisik dramatis, seolah merasa perlu melindunginya.
Hana menghela napas panjang, lalu berdiri. "Dengar ya, aku nggak butuh saran dari kamu." Dia berbalik, meninggalkan Rangga dengan tatapan sinis.
Rangga terdiam sejenak, wajahnya berubah masam. "Sok jual mahal," gumamnya sambil kembali duduk, menahan rasa kesal.
Beberapa siswa lain yang melihat interaksi mereka mulai berbisik-bisik lagi. Mereka beranggapan Hana sedang didekati oleh Rangga dan merasa kasihan melihat rumor yang mulai meracuni pandangan orang terhadap Ryan.
Di koridor, Budi kembali mendekati Rangga. "Bro, kabarnya udah nyebar kemana-mana. Sekolah penuh gosip soal Ryan."
Rangga menyeringai puas. "Makanya aku bilang, berita itu butuh sentuhan kecil buat jadi besar."
"Tapi kamu nggak takut ketahuan bikin gosip?" tanya Budi sambil tertawa.
Rangga tertawa kecil, tak gentar. "Ngapain takut? aku kan cuma bilang apa yang aku lihat. Biar mereka yang simpulkan sendiri."
Hari itu, sekolah penuh dengan desas-desus. Setiap kali Ryan lewat, tatapan penuh curiga dan bisikan tersebar di sekitarnya, tanpa ia tahu apa yang terjadi di belakang punggungnya.
Dan Rangga, duduk di bangkunya, tersenyum puas, menikmati kekacauan kecil yang telah ia buat. Baginya, ini semua cuma permainan, permainan untuk mengisi waktu di sekolah yang terlalu membosankan.
...----------------...
Di balik senyuman dan sapa, kadang ada pisau yang siap menusuk dari belakang. Terkadang, musuh terbesarmu bukanlah orang asing, melainkan mereka yang berdiri di sampingmu, berpura-pura peduli.
Di novelku juga ada permainan seperti itu, judul chapternya “Truth to Truth. Tapi beda fungsi, bukan untuk main atau bersenang-senang. 😂