NovelToon NovelToon
Day Without Daylights

Day Without Daylights

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Epik Petualangan / Hari Kiamat / Trauma masa lalu
Popularitas:844
Nilai: 5
Nama Author: Ahril saepul

Raika adalah seorang anak yatim piatu yang telah lama sendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksa Raika bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah: sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.

Saat pertama kali mengikuti raid, tanpa sengaja Raika memakan jantung Wanters yang membuatnya tak sadarkan diri ... ketika Raika membuka mata, ia terkejut berada di tengah kawah yang sangat luas dengan asap dan debu di mana-mana, seperti hasil sebuah ledakan.

Cerita ini mengisahkan; perjalanan Raika bertahan hidup di dunia yang tergelapi malam abadi. Setelah bertemu dengan seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, tapi apa mereka bisa? Bukankah Wanters sudah ada selama ratusan tahun. "Mustahil! ...."

---

Upload Bab: Senin, Rabu, Jum'at / 20:00

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 Guardians.

Aku mencoba menghindari mereka semua, namun kepalaku terasa berat, sulit berpikir jernih. Gerakan mereka terasa cepat, sampai tidak sadar sudah berada 5 langkah di hadapanku.

BRUST!

Meskipun berhasil menghindari satu tentakel, lengan ini tetap terkena goresan, membuat darah merembes keluar.

Makhluk-makhluk lainnya semakin mendekat, memperlihatkan gigi tajam mereka. Jantungku berdetak kencang, takut dan panik. Aku terus berusaha menghindar, tapi akhirnya terdesak dan terpaksa berlari di atas tubuh panjangnya.

Dalam kepanikan, aku tidak menyadari ada tentakel lain yang tiba-tiba menghantam tubuhku. Darah memercik dari mulut dan tubuhku terlempar jauh ke udara.

Saat melayang tak berdaya, Mio dan Yuto berlari dari kejauhan, suara mereka tidak bisa kudengar dengan jelas. Untungnya, makhluk-makhluk itu tidak mengejar mereka. Namun, tubuh ini sudah mulai mati rasa, seakan tak mampu bertahan lagi.

Aku menutup mata, bersiap menerima benturan keras dengan tanah.

"Raika!" Suara Yuya tiba-tiba terdengar. Ia melompat tinggi dalam Fury mode dan berhasil menangkap tubuhku di udara. Kami jatuh bersama, berguling di atas tanah hingga hampir mencapai pembatas. Saat membuka mata, wajah Yuya terlihat sangat dekat denganku.

"Yu-ya?"

Yuya segera bangkit dan membantuku berdiri. "Raika, bertahanlah," ujarnya cemas. Ia hendak menggendongku, tapi aku menolak.

"Aku masih bisa berlari. Sebaiknya kita segera pergi."

Meski tubuhku terasa sakit, aku memaksakan diri untuk berdiri. Dengan sisa tenaga, aku mengaktifkan Fury mode dan mulai berlari kembali. Yuya menatapku dengan khawatir, tapi aku tahu ini yang terbaik.

"Yuya, mereka sepertinya selalu terfokus padaku. Apa kamu bisa menemukan inti matanya?"

"Sebenarnya kami sudah menemukannya, tapi tempatnya sulit dijangkau."

Aku terkejut mendengar seberapa cepat mereka bertindak. "Kalau begitu biarkan aku memancing mereka, kalian fokuslah pada inti matanya."

"Tidak!" teriak Yuya, "Jika aku melakukan itu, apa yang akan terjadi padamu ... bukankah kau sudah bilang untuk ikut membunuh mereka semua. Jika kau mati di sini oleh Wanters itu, bagaimana dengan Wanters lain di luar sana yang akan kita hadapi."

Batin ini bergolak. 'Apa kau serius ingin membunuh mereka semua, Yuya? Menurutku itu mustahil, tapi kenapa kau seyakin itu?'

"Raika, dengarkan aku. Kita masih punya cara untuk membunuhnya."

Yuya menjelaskan rencana mereka. Meski terdengar tidak meyakinkan, aku tetap menerimanya.

Wanters yang kami hadapi sekarang adalah Wanters tingkat 4 yang sebentar lagi akan berevolusi ke tingkat 5. Meskipun terasa mustahil membunuhnya dengan hanya kami berempat, tidak ada pilihan lain selain mencoba rencana itu. Aku pun sudah siap jika kekuatan itu dibutuhkan.

Kami terus berlari, berusaha menghindari kejaran makhluk-makhluk itu. Hingga akhirnya, kami mencapai titik lokasi yang direncanakan, sebuah jalan bawah tanah yang saling terhubung. Kami berbelok tajam untuk menghindari mereka, sementara getaran dari atas membuat langit-langit lorong bergetar. Yuya menyalakan pedangnya dengan Oaris untuk menerangi lorong yang gelap.

Di hadapanku, dua cahaya terlihat mendekat. "Raika!" Suara Mio terdengar. "Syukurlah kau baik-baik saja, apa ada yang terluka?" kata Mio mendekatiku dengan raut khawatir.

Menggeleng pelan, "Hanya sedikit, tidak terlalu sakit."

Getaran sudah terasa kembali menandakan mereka berada di atas kami.

"Ternyata benar, mereka mengincarmu, Raika," kata Yuto.

"Teman-teman, sebaiknya kita mulai bergerak sebelum tempat ini runtuh," tegas Yuya.

Kami berlari, dikelilingi lorong-lorong yang seolah tak berujung. Untungnya, Mio dan Yuto sudah memberi penanda untuk menuju tubuh utama Wanters. Meskipun Wanters itu kuat, namun ia tidak bisa bergerak bebas karena merupakan Guardians. Konon, mereka sering muncul di tempat-tempat misterius, namun jarang ditemukan.

Saat sampai di perempatan, aku menghentikan langkah.

"Raika ...."

"Yuya, izinkan aku memancing mereka. Aku tahu ini berbahaya, tapi ... aku akan baik-baik saja," ucapku. Kupikir akan lebih aman jika aku tidak bersama mereka.

Yuya menunduk sejenak, tampak memikirkan sesuatu. "Raika, maafkan aku karena egois ... aku hanya tidak ingin kehilangan seseorang lagi." Ia menatapku, "Baiklah, tapi tolong jangan sampai mati."

Mio mendekat, menempatkan tangannya di pundakku. "Kalau kita selamat dari sini, mari kita makan bersama," katanya sambil tersenyum tipis.

Aku menggenggam tangan Mio. "Baiklah, kalian juga hati-hati."

Mereka bertiga mulai berlari. 'Entah perasaan apa yang kurasakan saat ini.' tersenyum kecil.

Aku berlari menuju lorong lain yang mengarah ke jalan keluar. Gempuran mereka membuat langit-langit lorong runtuh di belakangku, memaksaku untuk terus bergerak maju hingga keluar. Sigap aku berlari kembali, mencoba mengulur waktu untuk mengalihkan perhatian tentakel itu dan Guardians, sampai Yuya dan yang lain berhasil menghancurkan inti matanya.

Aku melihat mereka telah keluar dari lorong, dan segera memanjat tubuh Guardians yang menjulang setinggi 500 meter, menggunakan batu-batu mengambang sebagai pijakan. Inti mata Guardians terletak di bagian bawah kepalanya yang kosong, terlindungi oleh bebatuan dan kristal yang menyulitkan untuk dibidik atau dihancurkan.

Makhluk-makhluk itu benar-benar brutal. Selain gerakan mereka yang cepat, mereka juga sangat merepotkan. Meskipun aku berlari secepat mungkin, salah satu makhluk berhasil mendekat, siap menusukan taringnya. Sigap aku melompat untuk menghindari serangan, karena melihat ada celah di mulut, aku mencoba menembak mulutnya dengan sniper. Makhluk itu tidak memiliki inti mata, jadi mungkin ini adalah satu-satunya cara.

4 Peluru menghantam kuat mulutnya, membuat makhluk itu menggeliat dan menghalangi tentakel serta makhluk satunya. 'Apa inti matanya ada di dalam mulut? Tidak, dia bukan Wanters' Aku memanfaatkan situasi itu untuk menjauh.

Melihat ke belakang, makhluk itu mulai bergerak kembali. 'Jika ini terus berlanjut, situasinya akan semakin buruk, mereka mungkin bisa mengejarku kembali.' Aku menarik nafas, menghentakkan kaki lalu menghindari serangan mendadak dari belakang. Aku memutuskan untuk melawan balik, meskipun mereka banyak, aku merasa masih ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk menghindar.

Keringat dan hawa panas sudah menjadi bagian dari pertarungan ini. Aku menghindari setiap serangan mereka, meski terkadang sulit untuk mengelak. Peluru energi terus kulepaskan ke mulut makhluk-makhluk itu sambil menghindari tentakel yang paling merepotkan.

Semakin lama aku bertarung, tubuhku seolah mulai menghafal setiap gerakan mereka. Meskipun tubuh mereka panjang, mereka mampu mengatur diri dengan baik sehingga tidak saling bertabrakan.

BUM-BUM-BUM

Satu makhluk cacing sudah tidak bergerak. Kini hanya tersisa satu makhluk lagi dan tujuh tentakel. Sayangnya, meski aku terus menembaki tentakel itu, mereka tampak tidak bisa mati. Mungkin karena mereka bukan tubuh utamanya.

Aku terus menembak dan menembak mulut makhluk itu sambil menghindar. Namun anehnya, tentakel-tentakel itu mulai menjauh dariku. Meskipun terus kutembaki, mereka tetap pergi menuju sesuatu. Saat aku melihat ke mana mereka pergi, mataku terbuka lebar dalam kepanikan. Mereka bergerak cepat menuju Yuya, Mio, dan Yuto yang sedang berada di pundak Guardians. Yuya dan yang lain juga sedang berusaha menghindari serangan dari Guardians berupa tepukan dan panas lahar yang keluar dari tubuhnya.

End Bab 14.

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai ka,
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.
Born
semangat Thor 💪
Iind
semangat kak 😊💪
🅷🆈🅰🅽🅳🅰🐿️
aku sudah mampir kak, saling dukung ya🙏 iklan 1🙏
Orpmy
bagus banget
EMBER/FIGHT: Terima kasih kakak.
total 1 replies
Orpmy
keren
Iind
udah ngantuk,besok tak lanjut lagi yah,semangat pokonya
ica
semangat berkarya!!!
mari saling mendukung untuk seterusnya😚🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!