Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Mungkinkah Takdir Bisa Diubah?
Pagi itu, Aluna terbangun dalam suasana yang tenang, diiringi suara gemericik air yang berasal dari taman kecil di paviliunnya. Udara dingin pagi menyelusup lembut melalui celah-celah jendela, menyapu wajahnya dengan sentuhan yang menenangkan. Aroma embun segar bercampur dengan harum bunga dari taman, seakan menjadi pelipur lara yang sederhana di tengah pikirannya yang sedang kalut.
Aluna duduk di tepi tempat tidur, menatap keluar jendela dan melihat pancaran sinar matahari yang perlahan menyinari istana, memantulkan cahaya hangat pada dedaunan yang masih berkilauan oleh embun. Suara gemericik air yang jatuh dari pancuran kecil di taman terus berbisik lembut, mengalir seperti lagu yang tanpa sengaja menjadi teman di saat-saat hatinya bergejolak.
Seketika, Aluna menutup matanya, mencoba membiarkan pikiran dan perasaannya mengikuti irama alam yang seolah mengajaknya untuk tetap tenang. Di balik keindahan pagi yang menyapanya ini, ia merasa sedikit lebih kuat, seolah alam memberinya sedikit dorongan untuk terus bertahan.
Sesaat kemudian, suara langkah lembut terdengar mendekat, seorang dayang datang membawakan teh hangat dan memberi salam penuh hormat, namun tanpa bicara banyak, seperti menyadari bahwa Aluna sedang ingin berdiam dalam ketenangan. Aluna mengambil cangkir teh itu, menghirup aroma hangatnya, mencoba menenangkan hatinya yang masih gundah.
"Apakah aku bisa mengubah segalanya?" gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Pagi ini memberikan sedikit ketenangan bagi Aluna, seakan menjadi ruang untuk merenung dan mempersiapkan diri, karena ia tahu hari ini mungkin akan penuh dengan tantangan. Namun, di bawah langit yang biru cerah dan angin yang berembus sepoi-sepoi, ada secercah harapan yang mulai timbul di hatinya—keyakinan bahwa mungkin saja, takdir yang pernah ia tulis bisa ia ubah.
Aluna semakin tenggelam dalam renungannya, memikirkan cara-cara yang mungkin bisa dia lakukan untuk menghindari masa depan yang suram seperti yang ada di novelnya. Seandainya ia bisa mengubah takdir Seo-Rin, mungkin semua yang telah terjadi akan memiliki akhir yang berbeda. Apalagi sekarang, Seo-Rin sudah terhubung dengan Pangeran Ji-Woon, bukan hanya sebagai selir yang disayanginya, tetapi juga sebagai ibu dari anak yang dikandungnya.
Namun, Aluna tahu bahwa Kang-Ji dan pihak yang mendukungnya tidak akan menyerah begitu saja. Ia juga menyadari, Hae-Ri—putri dari Menteri Park yang haus akan kekuasaan—akan menjadi ancaman besar bila tetap berhasil memasuki istana. Hae-Ri memiliki keahlian dalam politik istana yang jauh melampaui dirinya, dan ambisi kuat yang bisa membahayakan siapa saja yang menghalanginya.
"Jika aku bisa mencegah Ji-Woon menikah dengan Hae-Ri," pikir Aluna, "aku mungkin bisa menghindari malapetaka yang sudah kutuliskan dalam cerita ini." Namun, untuk itu, ia harus memperhitungkan setiap langkahnya dengan sangat hati-hati. Satu kesalahan bisa membuatnya berakhir dalam tragedi seperti karakter Seo-Rin yang ia tulis.
Di dalam hatinya, ia merasa perlu untuk menguatkan tekadnya dan mengambil kendali atas takdirnya sendiri, bahkan bila itu berarti harus bertarung dengan rencana yang telah ia susun dalam novelnya.
Ia tahu, tidak akan mudah berhadapan dengan kekuatan besar di istana. Ratu, Kang-Ji, para menteri yang mendukung Hae-Ri, semua seolah menjadi arus besar yang siap menggulungnya. Tapi kali ini, ia tidak hanya memperjuangkan dirinya sendiri—ia memperjuangkan masa depan anaknya, dan juga kepercayaan serta kasih sayang Ji-Woon yang begitu tulus.
Dengan keyakinan yang perlahan semakin menguat, Aluna bersumpah dalam hati bahwa ia akan mengubah takdir Seo-Rin dan menghadapi apapun yang datang untuk menjaga keluarganya. Dan bila perlu, ia akan menggagalkan rencana siapapun yang ingin menggantikan posisinya di hati Ji-Woon.
Aluna menarik napas panjang, membiarkan aroma teh yang masih hangat mengaliri tubuhnya dan memberikan ketenangan. Tekadnya kini semakin kuat, dan perlahan ia mulai memikirkan langkah-langkah nyata yang bisa diambilnya.
Pagi itu, Aluna mulai membuat rencana untuk menemui beberapa dayang serta pengawal yang setia pada paviliunnya. Ia tahu, bila ingin menjaga posisinya di istana dan memastikan masa depan anak yang sedang dikandungnya, ia perlu membangun lingkaran kepercayaan di sekelilingnya. Orang-orang inilah yang nantinya bisa membantunya dalam menghadapi kemungkinan ancaman dari pihak Kang-Ji atau Hae-Ri yang kelak mungkin akan menuntut posisinya.
Di sela-sela renungannya, suara langkah kaki terdengar di luar paviliun, dan sesaat kemudian seorang dayang datang dengan wajah sedikit tegang. "Nyonya, Yang Mulia Pangeran meminta waktu untuk bertemu," ucapnya dengan penuh hormat.
Aluna mengangguk. Ada perasaan bahagia yang melintas sejenak, namun juga kekhawatiran yang belum bisa ia hilangkan. Pertemuan ini akan menjadi titik awal untuk berbicara dengan Pangeran Ji-Woon, memastikan apa yang ia rasakan selama ini tentang Kang-Ji dan rencana-rencana yang mungkin akan mengancam posisinya.
Dengan hati-hati, Aluna berdiri, menyusuri koridor paviliunnya yang diterangi sinar pagi, menuju aula di mana Ji-Woon menunggunya. Ketika pandangan mereka bertemu, Ji-Woon segera menyambutnya dengan senyum hangat. Tanpa banyak kata, ia mengulurkan tangannya, dan Aluna merasakan kehangatan yang menenangkan dari genggaman sang Pangeran.
"Bagaimana kondisi anak kita?" tanya Ji-Woon lembut, menatap ke arah Aluna dengan penuh perhatian.
Aluna tersenyum kecil, mengangguk pelan. "Anak kita baik-baik saja, Yang Mulia. Terima kasih telah mengkhawatirkan kami," jawabnya.
Namun, di balik senyuman itu, Aluna ingin mengungkapkan banyak hal yang membebani pikirannya—tentang ancaman Hae-Ri, tentang ambisi Kang-Ji, dan tentang segala intrik yang mengancam keharmonisan keluarga kecil yang baru saja ia bangun bersama Ji-Woon. Tapi ia tahu, ia harus menyusun kata-katanya dengan hati-hati, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Ji-Woon seolah dapat menangkap kegelisahan di balik senyum Aluna. Ia menatap istrinya dengan penuh perhatian, lalu bertanya, "Seo-Rin, apakah ada sesuatu yang mengganggumu? Kau tahu, kau bisa menceritakannya padaku."
Sesaat Aluna terdiam, mengumpulkan keberanian untuk bicara. "Yang Mulia... ada banyak hal yang kupikirkan belakangan ini. Tentang Kang-Ji... dan juga kemungkinan hadirnya seseorang yang kelak bisa mengancam hubungan kita, terutama ketika nanti Kang-Ji kembali..."
Ji-Woon menarik napas panjang, seolah mengerti ke mana arah percakapan ini. "Aku tahu. Dan aku pun menyadari banyaknya mata yang mengawasi setiap langkahku, termasuk mereka yang mungkin ingin memanfaatkanku untuk kepentingan mereka sendiri."
Aluna mengangguk pelan. "Yang Mulia, aku hanya ingin memastikan bahwa apa yang kita bangun ini tetap kokoh. Aku ingin menjadi pendamping yang tak hanya berdiri di sampingmu, tapi juga melindungi anak kita dari segala kemungkinan buruk."
Pangeran Ji-Woon tersenyum, memegang tangan Aluna dengan erat. "Kau adalah sosok yang lebih kuat dari yang kau kira, Seo-Rin. Bersama-sama, kita akan menghadapi segala tantangan yang datang. Dan untuk itu, aku janji, kau akan selalu menjadi satu-satunya di hatiku."
Dalam pelukan hangat itu, Aluna merasa tekadnya semakin kuat. Ia tahu, tantangan di istana akan semakin berat, tetapi bersama Pangeran Ji-Woon, ia akan bertahan dan melawan apapun yang mengancam keluarganya. Dengan keyakinan itu, Aluna siap menghadapi apa pun yang menanti di balik intrik dan politik istana.
Bersambung >>>