Binar jatuh cinta pada kakak kelasnya sudah sangat lama, namun ketika ia merasa cintanya mulai terbalas, ada saja tingkah lelaki itu yang membuatnya naik darah atau bahkan mempertanyakan kembali perasaan itu.
Walau mereka pada kenyataannya kembali dekat, entah kenapa ia merasa bahwa Cakra tetap menjaga jarak darinya, hingga ia bertanya dan terus bertanya ..., Apa benar Cakrawala juga merasakan perasaan yang sama dengannya?
"Jika pada awalnya kita hanya dua orang asing yang bukan siapa-siapa, apa salahnya kembali ke awal dimana semua cukup baik dengan itu saja?"
Haruskah Binar bertahan demi membayar penantian? Atau menyerah dan menerima keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14. Marah?
Helaan napas pelan terdengar dari Binar. Istirahat ini, ia tak akan ke kantin. Gadis itu membawa sebuah kantong kecil berisi kotak makan sedang dan kotak makan kecil, botol minum, sendok dan garpu makan. Ia memantapkan hati, lalu melongok dari pintu kelas.
"Permisi, kak Cakra nya ada?" tanyanya.
Semua penghuni di kelas itu jadi menolehkan kepala ke arahnya. Binar tersenyum meringis.
"Eh Dek Binar. Yah ... nyari si Cakra ternyata. Ada di bangkunya tuh," kata salah seorang lelaki yang ada di kelas itu sambil menunjuk ke arah Cakra yang ternyata sudah membuka bekalnya, kalau tidak salah, Binar tahu, namanya Garuda, ia jadi sebab salah pahamnya pada Cakra saat itu.
Binar menatap ke arah Cakra yang ternyata sedang menatapnya dari tempat lelaki itu duduk, Binar sudah deg-degan duluan ketika Cakra mulai beranjak dari bangku dan melangkah dengan tatapan terarah padanya.
"Ada perlu apa sama Cakra? Sini sama abang aja Dek, si Cakra mah ganteng-ganteng juga nyebelin, pelit juga---AKH!!!"
Kedua mata Binar membulat sempurna. Garuda baru saja kena lemparan penghapus papan tulis yang kebetulan sekali tepat mengenai jidatnya, Binar menatap sang pelaku yang merupakan pacarnya sendiri. Sementara teman-teman lelaki itu yang ada di kelas malah menertawakan Garuda yang masih terkaget-kaget dan sesekali meringis.
"Anjir gue cuma bercanda, gitu banget lo Cak!" kata lelaki itu sambil mengusap-usap jidatnya dan menatap Cakra dengan tatapan kesal setengah mampus.
"Makannya, lo jangan macam-macam sama Cakra! Masih untung yang melayang ke jidat lo bukan papan tulisnya!" seorang perempuan yang tak Binar ketahui namanya menyahut sembari tertawa dari arah pojokan bersama teman-teman ceweknya.
"Mau apa ke sini?"
Binar tersentak. Ia jadi mendongak menatap Cakra setelah barusan malah memperhatikan yang lain. Lah? Udah ada di depannya aja, nggak bilang-bilang! Mana ngagetin Binar juga.
"Kak Cakra nggak akan ke kantin kan? Bawa bekal? Aku juga hari ini bawa bekal. Kita makan sama-sama di kelas ini ya?" Binar menatap Cakra dengan tatapan puppy eyes.
Lelaki itu mengernyitkan kening sebentar. Ia menghela napas pelan sambil sesaat mengusap kuduknya.
"Yaudah, masuk," katanya sambil berjalan terlebih dahulu.
Sementara Binar langsung mengekori lelaki itu. Ia duduk satu meja dengan Cakra, rasanya Binar pengen jingkrak-jingkrak saking senangnya. Tapi ingat! Harus jaga image dulu!
"Aku bawa banyak, ini bento. Kak Cakra mau?" tanya Binar sambil mengeluarkan semua yang ada dari dalam tas yang ia bawa.
"Nggak usah," kata Cakra.
Binar merapatkan bibir sesaat. "Aku sengaja bawa banyak, buat dibagi sama Kak Cakra, aku nggak bisa makan sebanyak ini," katanya pelan.
Cakra yang semula akan menyuapkan makanan yang ia bawa ke dalam mulut, tak jadi melakukannya. Ia menatap Binar, lalu menatap kotak makanan yang gadis itu bawa. Kemudian, Cakra meletakan sendok di kotak makan miliknya.
Tangannya terarah mengambil dua buah kotak makanan berukuran sedang dan berukuran kecil, lalu membukanya. Ia menahan diri untuk tersenyum saat melihat betapa lucunya bekal yang dibawa Binar, seperti punya anak kecil, nasinya juga dibentuk seperti beruang. Cakra mengambil sebagian nasi beserta lauk pauknya dari kotak berukuran sedang menggunakan sendok miliknya, setelah itu memberikan sisanya pada Binar. Sementara kotak kecil yang berisi salad buah, Cakra kembali menutupnya.
Dan begitu saja, tanpa kata ia memakan makanan yang berada di kotak makannya itu. Binar cengo dengan mulut terbuka menatap Cakra. Ia mengerjap tersadar, lalu ikut memakan makanan yang ada di kotak makan miliknya yang kini tersisa sebagian.
"Eh woi bentar deh gue nggak paham. Cak? Ada apa nih? Kalian kok barengan gini? Apa jangan-jangan kalian pacaran?" tanya Garuda masih dari tempatnya duduk.
Cakra tak menoleh sama sekali.
Karena tak enak, meski Cakra yang ditanya, Binar menoleh pada Garuda. Mungkin ini saatnya, kesempatan agar semua orang menyadari bahwa mereka pacaran.
"Iya Kak, hehe," kata Binar sambil tersenyum meringis.
Kedua pipinya memanas begitu saja dan ia kembali menatap ke arah kotak makanan miliknya. Orang-orang yang ada di sana selain ia dan Cakra langsung menyoraki menggoda, ada siulan pula.
"Wah, ternyata benar berita simpang-siur itu!!" Garuda dengan semangat bersorak.
Sebenarnya, Binar agak malu karena teman-teman Cakra secara langsung kini menggoda mereka. Tapi tidak apa-apa, ia senang, Cakra juga diam saja. Binar menyuapkan makanan ke mulutnya dengan sendok.
"Kak Cakra?" panggil Binar ketika ia sedang mengunyah.
Lelaki yang juga sedang mengunyah itu tak menyahut. Binar menelan makanannya. Kemudian menatap lelaki itu ragu-ragu.
"Kak Cakra marah ya sama aku?" tanya Binar pelan agar tak begitu didengar oleh orang lain selain Cakra di kelas itu.
Kunyahan Cakra berhenti sesaat.
"Aku minta maaf kalau udah buat Kak Cakra marah, maafin aku," kata gadis itu.
Cakra menatap Binar setelah ia barusan menelan makanannya. "Umumnya seseorang minta maaf karena dia merasa bersalah, atas kesalahan apa lo minta maaf sama gue?"
"Aku nggak tahu tepatnya apa, tapi aku ngerasa Kak Cakra marah sama aku. Jadi aku minta maaf kalau udah buat Kak Cakra marah."
"Kenapa lo bisa membuat kesimpulan kalau gue marah sama lo?"
Binar menunduk. "Karena ... hari ini Kak Cakra agak beda, maksud aku lebih dingin dan cuek dari biasanya, aku ngerasa kayak gitu. Aku pengen tahu Kak Cakra kenapa, entah Kak Cakra emang gitu dan aku belum terbiasa atau mungkin itu cuma perasaan aku aja dan Kak Cakra nggak kenapa-napa."
"Emang gue biasanya kayak gimana?"
"Intinya nggak kayak gitu. Tadi aja aku tanya, Kak Cakra jawabnya singkat-singkat, ekspresinya datar juga, dari pagi. Kalau aku ingat-ingat dan perhatiin, sebelumnya Kak Cakra nggak pernah gitu."
"Jadi lo sering merhatiin gue?"
"Iya lah---ha?" Binar mengerjap, baru sadar pertanyaan Cakra. Lalu ia mendongak, menatap Cakrawala yang kini tersenyum miring sambil menatapnya. Gadis itu menutup mulut dengan kedua telapak tangannya sesaat, kedua matanya membulat panik, ia keceplosan.
"Ma-maksud aku nggak! Nggak sering, cuma---"
"Santai aja, sering juga nggak papa," potong Cakra.
Ia memajukan wajah ke arah Binar sembari mengusap sudut bibir gadis itu.
"Ada nasi di bibir lo nih," kata Cakra, kemudian ia memakan itu sendiri.
Lalu, Cakra kembali memundurkan wajahnya. Ia ke posisi semula dan kembali makan. Sementara Binar mematung di tempatnya terduduk, masih syok karena perlakuan lelaki itu. Ia mungkin akan lama tersadar jika saja suara teman-teman Cakra yang sepertinya melihat kejadian barusan tak semakin heboh juga riuh meng-cie-cie kan dan menggoda keduanya.
Cakra diam-diam tersenyum tipis, tapi tetap berusaha biasa-biasa saja tanpa mempedulikan godaan teman-temannya, padahal telinga lelaki itu sudah sangat merah. Sementara Binar merasakan kedua pipinya kembali memanas. Lalu, ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya saking malunya.
Tapi ... euphoria ini luar biasa!!! Binar sangat menyukainya!!! Jantungnya pun kini memompa dua kali lebih cepat. Bagus sekali Cakrawala, Binar yakin ia tak akan pernah melupakan kejadian ini.