Binar di wajah cantik Adhisty pudar ketika ia mendapati bahwa suaminya yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya ternyata memiliki istri lain selain dirinya.
Yang lebih menyakitkan lagi, pernikahan tersebut di lakukan hanya karena untuk menjadikannya sebagai ibu pengganti yang akan mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn, suaminya, dan juga madunya Salwa, karena Salwa tidak bisa mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn.
Dalam kurun waktu satu tahun, Adhisty harus bisa mmeberikan keturunan untuk Zayn. Dan saat itu ia harus merelakan anaknya dan pergi dari hidup Zayn sesuai dengan surat perjanjian yang sudah di tanda tangani oleh ayah Adhisty tanpa sepengetahuan Adhisty.
Adhisty merasa terjebak, ia bahkan rela memutuskan kekasihnya hanya demi menuruti keinginan orang tuanya untuk menikah dengan pria pilihan mereka. Karena menurutnya pria pilihan orang tuanya pasti yang terbaik.
Tapi, nyatanya? Ia hanya di jadikan alat sebagai ibu pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Zayn menuntun Adhisty untuk duduk di sofa.
"Ish, KDRT, nih namanya. Sakit tahu!" ucap Adhisty.
Zayn meraih tangan Adhisty untuk melihat apakah terluka karena ulahnya. Dan ternyata benar, pergelangan tangan gadis itu merah.
"Lagian kamu ngapain jalan ngendap-endap kayak gitu? Udah kayak maling saja," ujar Zayn.
"Aku tuh lapar, tapi nggak mau bangunin orang - orang, jadinya diam-diam begitu ke dapurnya. Malah di sangka maling. Mana ada maling secantik ini," timpal Adhisty.
Zayn berdecak mendengar Adhisty memuji dirinya sendiri, "Tunggu di sini, saya cari ktak p3k dulu!" ucapnya yang langsung pergi mencari kotak p3k yang terletak tak jauh dari dapur tersebut.
Tak lama kemudian, Zayn kembali dengan mmebawa ktak p3k di tangannya. Ia duduk di samping Adhisty. Kembali meraih tangan Adhisty lalu mengoleskan krim ke tangannya Adhisty yang merah.
Adhisty hanya diam memperhatikan apa yang di lakukan suaminya. Ia tak menyangka jika pria tersebut mau melakukannya.
Setelah selesai diobati tangannya, Adhisty langsung berdiri, "Makasih udah ngobatin lukaku, silakan kalau mau tidur lagi," ucapnya lalu melangkah menuju ke dapur.
Tak di duga, ternyata Zayn mengikutinya ke dapur. Adhisty mulai mencari mie instan yang ia inginkan dan tak lama kemudian menemukannya. Wajahnya berbinar, seperti baru saja menemukan harta karun saja.
" Kamu mau ngapain?" tanya Zayn yang melihat istrinya mulai merebus air.
Adhisty sedikit terkejut, ia tk tahu jika Zayn mengikutinya ke dapur, "Mau buat mie, kan aku bilang kalau aku lapar," jawabnya.
"Tidak boleh!" Zayn melarang dengan tegas.
Adhiaty langsung menatap suaminya tersebut dengan tajam.
"Kamu bisa makan yang lainnya, yang lebih bergizi. Jangan makan mie instan. Itu bukan makanan yang sehat. Ingat, kamu lagi hamil!" ucap Zayn.
Setelah membayangkan betapa enaknya mie instan dan tiba-tiba saja di larang,. Rasanya bagai di hujam anak panah di dadanya. Sakiiitt, Adhisty rasakan. Adhisty langsung menangis. Entahlah, perasaannya begitu sensitif seperti anak kecil yang di larang makan permen, ia benar-benar mengeluarkan air matanya.
"Aku maunya makan mie instan. Sekali saja masa nggak boleh hiks, hiks!" ucap Adhisty sembari terisak.
Zayn menjadi serba salah dan merasa bersalah. Gadis yang biasanya bar-bar tersebut menangis hanya karena perkara mie instan.
"Ya sudah, boleh!" putus Zayn kemudian.
"Benarkah?" mata Adhisty kembali berbinar.
Zayn mengangguk terpaksa dari pada Adhisty nangis terus, "Tapi satu kali ini saja!," ucapnya tegas.
Adhisty mengangguk senang, yang penting sekarang makan mie instan dulu, urusan besok-besok kalau mau lagi, bisa ia pikirkan caranya supaya tak ketahuan sng suami, pikirnya.
"Duduklah!" titah Zayn.
Bukannya duduk, Adhisty justru menatapnya heran, "Biar saya buatkan, anak saya kan yang pengin makan ini?" jelas Zayn, ia mengambil akih kemasan mie instan dari tangan Adhisty.
Bagai kerbau di cucuk hidungnya, Adhisty manut saja. Ia duduo dan membiarkann Zayn yang membuatnya, karena memang sebenarnya itu yang ia mau, dibuatkan mie intan oleh Zayn.
" Boleh di tambah telur?" ucap Adhisty.
Zayn hanya melirik wanita tersebut, "Satu saja," ucap Adhisty meringis.
Zayn tak menyahut, ia mengambil sayuran dan telur dari dalak kulkas. Dengan cekatan ia menyelesaikan pekerjaannya mmebuat mie tengah malam itu.
"Ini, makanlah!" Zayn meletakkan semangkuk mie kuah yang lengkap dengan syuran dan juga telur.
Dari aromanya saja, lanhsung membuat Adhisty tersenyum, tak sabar ingin memakannya, "Makasih!" ucapnya tulus. Ia segera mengambil sumpit yang sudah Zayn sediakan lalu mulai makan.
"Enak sekali!" puji Adhisty. Padahal rasa mie instan yang seperti itu, tapi entah kenapa rasanya kali ini sungguh berkali lipat enaknya.
Zayn tersenyum tipis melihat Adhisty makan dengan lahapnya. Padahal hanya sebuah mie instan, sangat sederhana. Tapi, mampu membuat gadis itu bahagia. Definisi bahagia itu sederhana, ia temukan pada gadis tersebut.
"Mau?" tawar Adhisty pada Zayn yang melihatnya terpaku. Zayn menggelengkan kepalanya. Mana pernah ia makan mie seperti itu. Itu adalah makanan para pelayan di ruah tersebut. Ia dan Salwa tak pernah membuatnya.
....
Keesokan harinya, Zayn mengajak Adhsity untuk periksa kehamilannya ke dokter kandungan terbaik yang ia kenal.
Zayn ingin memastikan jika calon anaknya baik-baik saja setelah semalam Adhisty memakan mie instan. Ia takut berdampak pada kehamilannya.
Berlebihn memang dan terkesan lebay, tapi untuk seorang calon ayah baru yabg sudah sangat menantikan kehadiran buah hati, wajar jika Zayn khawatir. Apalagi ia tak tahu seberapa sering Adhisty memakannya tanpa sepengethuannya.
"Aku nggak kenapa-kenapa, cuma makan mie instan sayu doang. Masa harus langsung periksa, apa gak lebai?" tanya Adhisty cemberut.
Zayn tak menyahut, ia memilih pergi ke mobil duluan.
"Sudahlah, cuma periksa ini. Turuti saja kenapa sih? Lagian kmu itu kan suka jajan sembarangan, biar dokter pastiin kalau kandungan kamu baik-baik saja," ucap Salwa. Tentu saja ia tak ketinggalan untuk ikut ke rumah sakit. Ia segera memutar kursi rodanya dan keluar.
Adhisty mengalah, tidak ada salahnya ia memeriksakan kandungannya. Tapi, apa harus Salwa juga ikut? Adhisty mulai tak nyaman dengan situasi seperti ini. Tapi, dia bisa apa? Bukankah memang Salwa calon ibu dari anaknya kelak? Kecuali takdir berkata lain.
Adhisty berjengit mendengar bunyi klakson mobil suaminya, "Nggak sabaran banget sih!" gerutunya yang langsung ambil langkah seribu menuju ke mobil dimana Zayn dan Salwa sudah menunggu. Ia duduk di belakang sementara Zayn dan Salwa di depan.
Kuda besi milik Zayn bergerak meninggalkan halaman rumah. Hanya erlu waktu kurang dari setengah jam mobil tersebut sudah parkir di halaman rumah sakit Medistra Utama milik keluarganya yang di pimpin oleh omnya sendiri.
Tentu saja, sebagai keponakan pimpinan rumah sakit tersebut, Zayn mendapat perlakuan khusus. Ia tak perlu antre seperti lainnya.
Meski dokter dan perawat penasaran dengan sosok Adhisty, tapi tak ada yang berani menanyakan perihal status wanita tersebut. Mereka masih sayang dengan pekerjaan mereka di rumah sakit tersebut. Lebih baik diam dan menyimpan pertanyaan mereka untuk diri mereka sendiri.
Obgyn mulai memeriksa Adhisty setelah wanita itu berbaring di ranjang. Suster mengoleskan gel ke perut Adhisty sebelum di lakukan usg.
"Lihatlah, itu janinnya," ungkap dokter menatap layar usg.
Adhisty tersenyum, ia bersyukur makhkuk kecil itu bersemayam di dalam perutnya. Ia langsung jatuh cinta pada janin dalam kandunganya tersebut.
Zayn tertegun melihat embrio seukuran strawbery di layar. Itu adalah calon anaknya. Hatinya menghangat. Sisi emosional bergejolak, ia terharu melihat bulatan hitam di layar usg tersebut. Apalagi saat dokter menjelaskan detail tentang perkembangan janin di dalam perut Adhisty. Sungguh menakjubkan bagi Zayn. Matanya terasa panas menahan air mata harunya supaya tak keluar.
"Apa dia sehat dan baik-baik saja, dok?" tanya Zayn tanpa mengalihkan pandanganya dari layar.
"Iya tuan, janinya sehat dan aktif. Tuan tidak perlu khawatir. Yang perlu di perhatikan adalah kondisi emosional nona Adhisty. Tidak boleh terlalu lelah adan juga sters, karena itu bis berdampak pada janin," jelas dokter.
Zayn langsung menatap Adhisty, wanita itu juga sedang menatapnya. Mereka bersitatap dalam diam. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka masing-masing saat ini. Keduanya kembali menatap layar usg dengan perasaan hangat.
Pun dengan Salwa, Wanita itu juga tak meleaskan pandangannya dari layar. Ia menggenggam tangan Zayn dan terus melihat layar usg dengan mata berkaca-kaca.
"Ya ampun, itu calon anak kita, bang?" ucap Salwa tanpa mempedulikan sotiasi dan kondisi. Dimana dokter dan perawat yang ada di sana semakin bertanya-tanya soal siapa Adhisty.
Zayn menyentuh tangan Salwa lalu mengangguk, "Iya, itu calon anak kita," ucapnya. Tapi, matanya melirik Adhisty.
Senyum di wajah Adhisty langsung pudar mendengar ucapan Salwa yang diiyakan oleh Zayn tersebut. Ia seperti di tampar kenyataan kalau dirinya hanyalah seorang ibu pengganti yang tak akan bisa memiliki anak itu kelak. Ingin sekali rasanya ia menangis, tapi sekuat mungkin ia tahan. Adhisty menggigit bibir bawahnya untuk menahan air matanya.
...----------------...