NovelToon NovelToon
ARGRAVEN

ARGRAVEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Eva

WARNING ⚠️

Mengandung beberapa adegan kekerasan yang mungkin dapat memicu atau menimbulkan rasa tidak nyaman bagi sebagian pembaca.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14.>>Gejala

Gejala

***

"SETAAAAAAN!!

"RAVEN ANAK DAKJAL! ADA SETAN DI RUANGAN ITU!"

"Punya nyawa bisanya cuma digunain untuk berisik!" balas Agraven baru keluar dari kamarnya. Ia berjalan melewati Galva begitu saja.

"Apa kata dia? Gue bisanya cuma berisik? Ya Tuhan... dia punya mulut kalau ngomong no filter mulu!" gerundel Galva.

"Mending gue suka berisik, dari pada lo suka dosa!" cibir Galva lagi.

Galva kembali masuk ke ruangan yang tadinya ia masuki. Di sana sudah ada Agraven sedang mengganti alas kasur.

Mata Galva melirik ke seluruh ruangan untuk memastikan tidak ada lagi jasad manusia di dalamnya.

"Setan tadi di mana Rav?" Agraven tidak menjawab, ia hanya melihat ke arah balkon yang terhubung dengan taman tempat Elder.

Dengan berlari Galva menuju balkon tersebut. Ia langsung bergidik ngeri melihat Elder yang terlihat oleh pandangannya.

"Nyeremin anjir," gumam Galva. "Gimana kalau gue yang di rawwwrrr!" imbuhnya lagi dengan tangan memperagakan.

"Aaiiisshh! Rav!" Tidak mendapat jawaban dari sang empu nama, Galva membalikkan badannya untuk menghadap ke arah Agraven.

Damn!

Di ruangan itu hanya tersisa dirinya, sedangkan Agraven sudah keluar beberapa saat yang lalu.

"ARRRGGGGHH AGRAVEN BANGSAT!!" Dengan terbirit-birit Galva keluar dari ruangan tersebut.

"Huh huh huh!" Akhirnya Galva sampai di ruang keluarga di rumah besar milik Agraven.

"Mau mati?" Pertanyaan minta disantet keluar begitu saja dari mulut Agraven dengan santai. "Sini gue bantu," lanjutnya.

"Temen minta dicongkel otaknya!" jawab Galva sambil melempar bantal sofa ke wajah Agraven.

Lemparan yang cukup bagus sehingga mengenai tepat di wajah tampan Agraven. Pria tersebut lantas mendelik tajam ke arah Galva.

"Mata lo dulu yang gue congkel!" ketus Agraven. Dengan cepat Galva menyengir.

"Oh iya, gue ke sini mau nanya!" alih Galva supaya tidak mendapat pelajaran dari Agraven.

"Lo nggak kasih tau Ludira atau Kakek tentang degem di sini, Rav?"

"Degem?"

Galva langsung mencibir. "Ini, nih! Manusia hidup di zaman batu, degem aja kagak tau!" ledek Galva terkekeh masam.

"Makanya Rav-aduh! Aw-aadaaauu sakit woi!" Ucapan Galva terpotong karena Agraven menggelintir tangannya ke belakang.

"Ya ampun, Rav! Tangan gue beneran bisa patah ini adoooh!"

"Oke-oke, degem itu dedek gemes-ssaawww awwsshh sakit bego!"

"Gemes gue mau patahin leher lo, Gal!" balas Agraven melepaskan tangan Galva dengan kasar. Pria malang itu terjerembab ke lantai akibat dorongan kuat dari Agraven.

Sialan!

Galva sangat ingin menendang pantat Agraven sekarang juga. Namun, sayangnya ia sampai sekarang belum cukup nyali melakukan itu.

"Gini amat punya temen," ucap Galva meratapi nasib. Ia bangun dari posisinya, lalu duduk di samping Agraven.

"Tadi degem kenapa, Rav?"

"Pingsan ...."

"Kok bisa--"

"Dia lihat."

"Lihat setan?"

"Ck! Nggak guna," desis Agraven.

"Apa yang nggak guna?"

"Ngomong sama setan."

"Gue berarti?" tanya Galva menunjuk dirinya sendiri.

"Bagus kalau sadar diri," jawab Agraven tersenyum miring.

"Buaaaaang ... buangkeh!" umpat Galva.

Agraven hanya diam tidak menanggapi.

"Balik ke pembahasan awal, degem beneran lihat setan, Rav?" tanya Galva mengulang.

"Dia lihat gue bunuh gadis tadi!" jawab Agraven mulai kesal.

Galva menggeleng-geleng kepala karena tidak habis pikir. "Makanya tobat! Kasian degem," peringat Galva.

"Sebelumnya dia juga udah pernah lihat," ujar Agraven. "Tapi nggak pingsan," lanjutnya.

"Gue kasih tau, nih, Rav! Mental orang itu berbeda-beda, apalagi kayak degem. Dia kayaknya tipe cewek yang lembut hatinya, ngomongnya aja lembut. Lo nggak tau mental dia kuat apa enggak setelah lihat adegan yang mengerikan tepat di depan kepala matanya sendiri! eh, dengan mata kepalanya sendiri."

"Gimana setelah ini dia trauma? Atau bisa juga dia depresi! Bisa gila juga, Rav! Nah, loh, gimana?" lanjut Galva menakut-nakuti Agraven. Namun, raut wajah Agraven masih datar dan tidak bereaksi.

"Gue aja yang cowok takut, Rav! Apalagi degem yang lemah lembut!"

"Mending lo jangan lakuin hal mengerikan itu lagi di depan degem! Kalau bisa lo juga bebasin dia. Kasian, Rav, masa dia dikurung terus di sini. Mau berapa lama lo tahan dia? Mau sampai kapan?"

"Gue nggak akan biarin dia pergi!"

"Lah, kenapa?" heran Galva.

"Dia bakal ngandung anak gue!"

"...."

Butuh beberapa saat untuk Galva memahami ucapan Agraven.

"Gue nggak bisa--"

"DEMI DORA TINGGAL DI BIKINI BOTTOM!" teriak Galva. Pria tersebut sampai berdiri.

"R-Rav, lo hamilin anak orang?" tanya Galva memastikan.

"Lo udah perkaos anak orang?"

Tidak kunjung mendapat jawaban, Galva menyimpulkan bahwa dugaannya benar. Hal itu membuatnya semakin geram. "Lo nggak mikir dampaknya gimana, Rav? Lo mikir nggak gimana batinnya Aza? Lo mikir nggak masa depannya Aza? Lo mikirin nggak gimana orangtuanya Aza?" tanya Galva beruntun.

"Lo nggak tau apa-apa mending diem!" tekan Agraven.

Galva menatap Agraven tidak habis pikir.

"Emang lo tau apa, Rav?!" tanya Galva dengan intonasi meninggi. Wajahnya memerah. Mungkin karena marah.

"Gue selalu tau apa yang harus gue lakukan! Gue mikirin hidupnya Aza! Gue tau semua tentang Aza yang sahabatnya sekalipun nggak pernah tau!"

"Gue selalu mikir setiap tindakan yang gue lakukan selama ini, selalu gue pikirin akibatnya!"

"Gue tau ... setiap akibat itu ada dampaknya," lanjut Agraven dan berhasil membuat Galva terdiam. Sangat langka Agraven berbicara sepanjang ini. Galva sampai tidak bisa berkata-kata lagi.

"Oh, oke. Kalau lo tau akibatnya. Gue harap lo nggak menyesal!" peringat Galva. "Jangan kasih tau Ludira soal ini," lanjut Galva.

Agraven menatapnya dengan tatapan bertanya.

"Harusnya lo nggak sebodoh itu dalam memahami kakak lo sendiri, Rav." Setelah mengatakan itu, Galva langsung keluar dari rumahnya.

Agraven tidak ambil pusing dengan itu. Ia kembali menaiki tangga menuju kamarnya. Di mana sedang ada Aza di sana.

Saat pintu kamar terbuka, pandangan yang ditangkap oleh netra matanya adalah Aza yang bergerak tidak nyaman di atas kasur. Wanita tersebut seperti mengigau.

Agraven segera berjalan mendekati Aza. Dan benar saja, wanita itu sedang mengigau.

"Hei!" Agraven menepuk-nepuk pipi Aza dengan pelan agar wanitanya terbangun.

Tidak bereaksi. Aza masih menggeliat tidak nyaman dalam posisinya. Bahkan ia terus mengigau tidak jelas. Agraven dapat melihat di sudut matanya yang terpejam, terdapat air mata yang menggenang.

Samar-samar Agraven mendengar racauan dari mulut Aza. Satu kalimat 'takut' yang dapat didengar olehnya.

"Azananta!" Entahlah, Agraven hanya suka memanggil Aza dengan panggilan Azananta.

Semakin lama suara Aza semakin terdengar.

"Aza!" panggil Agraven berusaha membangunkan Aza.

"Jangan! Aza takut!"

"Hiks, Aza mohon jangan!"

"Azananta, hei ...."

Perlahan mata Aza terbuka. Tatapannya langsung mengarah ke wajah Agraven.

Seperti melihat setan, Aza langsung menjauh dari Raven. Ia langsung duduk dari posisinya, bahkan ia mundur sampai-sampai mentok ke kepala ranjang.

"Pergi kamu!" teriak Aza menutup matanya dengan rapat. Ia enggan melihat Agraven.

Agraven diam tidak menjawab, pria tersebut bukannya menjauh dari Aza, ia justru mendekat.

Setelah berada tepat di depan Aza, Agraven menarik tangan wanita itu yang menutupi kedua telinga.

"Nggak usah takut," papar Agraven. Dengan santai ia mengatakan 'nggak usah takut' setelah memperlihatkan aksi bejatnya di depan mata Aza langsung.

"A-aza takut ...."

"Enggak usah takut, saya--"

"Manusia mana yang nggak takut? Manusia mana yang nggak takut setelah melihat kejadian yang ...."

"Nggak usah lebay!"

Hell!

Bisa-bisanya ia mengatakan lebay.

"Hidup cuma sekali, jangan sia-siakan cuma untuk lebay!" sambung Agraven lagi.

Aza menatap Agraven tidak habis pikir. Dia manusia bukan? pikir Aza.

***

Saat ini Rafka dan Vanna sedang berada di depan kontrakkan kecil milik Aza.

Sudah seminggu mereka mencari keberadaan Aza, tetapi hasilnya nihil. Bahkan polisi tidak berhasil menemukan jejaknya sekalipun.

Agraven sudah mengetahui itu. Pria tersebut sudah terbiasa menyembunyikan jejak seseorang agar tidak diketahui oleh polisi sekalipun.

"Yupi udah makan belum, ya, Raf?"

"Dia tidur di kasur nggak, ya?"

"Azab kangen gue nggak, Raf?"

"WOY RAFKATUL! GUE LAGI NGOMONG!" teriak Vanna di samping Rafka. Pria tersebut langsung terkejut karena teriakan Vanna yang membahana.

"Nggak usah teriak, ngomong gue juga masih dengar!" cibir Rafka mendengus.

"Tadi gue ngomong apa?" tanya Vanna melinting lengan kemejanya hingga siku.

"Lo ngomong?"

"GUE DARI TADI NGOMONG RAFKATUL! LO NGGAK DENGERIN, MAKANYA GUE TERIAK!" pekik Vanna. Rafka refleks mengusap telinganya yang terasa berdengung.

"Huftt Yupi kena Azab! ngilang nggak ngasih tau dulu sebelum ngilang!" gerutu Vanna.

Rafka menghela napas. "Za, kamu di mana?" gumamnya begitu lirih. Ia sangat rindu dengan kekasihnya itu. Ia rindu Azanya.

"Yang sabar, ya. Kita pasti nemuin Aza," ujar Vanna menepuk-nepuk bahu Rafka.

To be continue....

1
Los Dol TV
Keren dan Inspiratif.... semoga sudi singgah ke Karyaku , Rindu Gugat
Neneng Dwi Nurhayati
ini cerita nya Agra sama Ara itu beda agama gmna Kak,
Neneng Dwi Nurhayati
double up kak
opiko
Sudah menunggu dengan tidak sabar lanjutan cerita selanjutnya! Teruslah berkarya, author!
Rosalie: udah up yah🤗
total 1 replies
Rakka
Jangan bikin saya penasaran thor, update secepat mungkin ya! 🙏😊
Rosalie: Silahkan follow akun ini buat dapetin update an terbaru dari cerita ARGRAVEN 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!