Anastasia, wanita berhijab itu tampak kacau, wajahnya pucat pasi, air mata tak henti mengalir membasahi wajah cantiknya.
Di sudut rumah sakit itu, Ana terduduk tak berdaya, masih lekat diingatannya ketika dokter memvonis salah satu buah hatinya dengan penyakit yang mematikan, tumor otak.
Nyawanya terancam, tindakan operasi pun tak lagi dapat di cegah, namun apa daya, tak sepeser pun uang ia genggam, membuat wanita itu bingung, tak tahu apa yang harus di lakukan.
Hingga akhirnya ia teringat akan sosok laki-laki yang telah dengan tega merenggut kesuciannya, menghancurkan masa depannya, dan sosok ayah dari kedua anak kembarnya.
"Ku rasa itu sudah lebih dari cukup untuk wanita rendahan seperti mu... ."
Laki-laki kejam itu melempar segepok uang ke atas ranjang dengan kasar, memperlakukannya layaknya seorang wanita bayaran yang gemar menjajakan tubuhnya.
Haruskah Anastasia meminta bantuan pada laki-laki yang telah menghancurkan kehidupannya?
IG : @reinata_ramadani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Berbahaya, Dok?
°°°~Happy Reading~°°°
Hari berganti hari, namun keadaan Mallfin masih tetap seperti semula. Sesekali bocah laki-laki itu akan merasakan sakit yang teramat membuncah di area kepalanya. Membuat Ana pun semakin tak tega di buatnya.
Di putuskan nya untuk memeriksakan keadaan sang putra di rumah sakit terdekat.
Tidak sampai setengah jam, akhirnya mereka sampai di rumah sakit permata. Bangunannya sederhana, tidak terlalu besar, hanya bangunan dua lantai dengan menyediakan beberapa bangsal perawatan.
Ana memarkirkan kendaraan bermotor nya di parkiran, lalu membawa kedua buah hatinya itu untuk memasuki bangunan rumah sakit itu lebih dalam.
Menunggu antrean beberapa puluh menit, akhirnya kini giliran si kecil Mallfin untuk di periksa.
Dokter wanita itu pun memulai pemeriksaan nya, menanyakan ini itu perihal keluhan yang kini di alami Mallfin pada Ana.
"Akhir-akhir ini putra saya sering pusing dok, awalnya saya pikir hanya pusing biasa seperti pada umumnya. Tapi semakin kesini putra saya semakin tidak bisa menahan rasa sakitnya, jadi saya putuskan untuk memeriksakan nya... " Tutur Ana menyampaikan kekhawatirannya.
Dokter perempuan berusia 40 tahun itu terdiam sejenak, wajahnya berubah serius.
"Baiklah... Saya coba periksa putra anda dulu ya bu... ."
Dokter itu beranjak dari kursinya, mendekati keberadaan sepasang kembaran yang kini memilih duduk terpisah di sofa pojok ruangan.
"Sekarang adek Mallfin waktunya di periksa dulu ya... ."
Mallfin masih tak merespon, wajahnya hanya menampilkan aura dingin mencekam. Bocah laki-laki itu memang tak terlalu suka berinteraksi dengan orang asing. Memaksa Ana untuk turun tangan.
"Sayang... Ayo ikut mommy sebentar... ."
Mallfin hanya akan patuh pada sang mommy. Terbukti kini bocah laki-laki itu langsung menuruti keinginan sang mommy tanpa basa-basi.
Dokter itu pun melanjutkan pemeriksaan nya pada si kecil Mallfin.
Tak banyak yang bisa di lakukan, alat-alat di sana tidaklah memadai. Membuat dokter itu hanya bisa melakukan pemeriksaan seadanya pada si kecil Mallfin.
"Dari pemeriksaan yang sudah saya lakukan, saya mencurigai ada permasalahan kesehatan di area kepala putra anda. Tetapi, karena alat-alat di sini tidak cukup memadai, jadi saya tidak bisa melakukan pemeriksaan lanjutan."
"Untuk itu, saya menyarankan untuk memeriksakan kembali kondisi putra anda ke rumah sakit yang lebih besar... ." Tutur dokter itu menyarankan.
"A-apa--berbahaya dok?"
Jelas Ana khawatir. Seserius itukah penyakit yang kini tengah diidap oleh sang putra? Apa sebegitu berbahayanya hingga harus di tangani di rumah sakit besar?
"Saya belum bisa memastikan nya bu, karena untuk diagnosis nya sendiri harus melalui pemeriksaan lanjutan yang ini hanya bisa di lakukan di rumah sakit yang lebih besar... Sekali lagi saya mohon maaf untuk itu. Tapi saya bisa merekomendasikan rumah sakit beserta dokter yang bisa menangani kondisi putra anda. Apa anda bersedia?"
Sejenak Ana mematung. Pikirannya bercabang. Tak tau harus berbuat apa. Kabar itu terlalu mengejutkan hingga membuatnya hilang arah dalam sekejap.
"Anda harus segera mengambil keputusan agar penyakit putra anda bisa segera di deteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat..." sarannya sekali lagi.
"Baik dok...Tolong rekomendasikan yang terbaik untuk putra saya... ."
Ana beserta sepasang anak kembarnya keluar dari rumah sakit itu dengan tangan hampa. Tak ada hasil dari segala persoalannya. Yang ada di tangannya kini hanya secarik kertas, dimana di sana tertera nama sebuah rumah sakit yang di rekomendasikan sang dokter kepada nya.
Ana menghela nafas dalam. Willson hospital, rumah sakit dengan sejuta kemewahan di dalamnya, fasilitas nya pun sudah tak di ragukan lagi.
Namun yang menjadi beban pikirannya adalah, biaya disana sudah terkenal mahal, kalangan biasa pun tak akan mampu untuk memeriksakan diri disana. Apalagi dirinya yang kini serba kekurangan, membuatnya bimbang.
Apa ia akan sanggup menanggung segalanya-- sendirian?
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Happy reading
Saranghaja💕💕💕