Di ulang tahun pernikahannya yang kedua, Lalita baru mengetahui kenyataan menyakitkan jika suaminya selama ini tidak pernah mencintainya, melainkan mencintai sang kakak, Larisa. Pernikahan yang selama ini dia anggap sempurna, ternyata hanya dia saja yang merasa bahagia di dalamnya, sedangkan suaminya tidak sama sekali. Cincin pernikahan yang yang disematkan lelaki itu padanya dua tahun yang lalu, ternyata sejak awal hanya sebuah cincin yang rusak yang tak memiliki arti dan kesakralan sedikit pun.
Apa alasan suami Lalita menikahi dirinya, padahal yang dicintainya adalah Larisa? Lalu akankah Laita mempertahankan rumah tangganya setelah tahu semua kebenarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tabir yang Tersingkap
Sementara itu, di sebuah rumah sederhana yang terletak di sebuah kampung terpencil, Lalita sedang duduk dengan perasaan tak menentu. Di hadapannya, tampak seorang perempuan sepuh berusia sekitar tujuh puluh tahunan, perempuan yang tak lain merupakan mantan pelayan keluarga Arfan. Lalita mengetahui keberadaan mantan pelayan tersebut dari Hendro dan nekat menyebrang pulau untuk menemuinya, demi mencari tahu kebenaran tentang keluarganya.
Amirah, itulah nama mantan pelayan sepuh tersebut. Menurut Hendro, Amirah dulunya adalah pelayan kepercayaan keluarga Baskara, yang bahkan telah bekerja sejak Arfan masih remaja. Tentu saja dia menjadi saksi hidup atas apa saja yang terjadi di keluarga tersebut, sehingga Hendro pun menyarankan pada Lalita untuk mencari Amirah jika ingin bertanya secara detail mengenai keluarga Baskara.
Dan di sinilah Lalita sekarang. Perempuan muda itu datang dan duduk di hadapan Amirah dengan penuh harap. Sebelumnya, dia telah memperkenalkan diri pada perempuan sepuh tersebut dan menyampaikan maksud kedatangannya. Hanya saja, sudah lewat sepuluh menit, tapi Amirah masih terdiam membisu sembari memperlihatkan ekspresi wajah yang tak dapat ditebak.
"Nyonya Dinara …." Perempuan renta itu akhirnya membuka mulutnya juga.
Lalita sedikit menautkan kedua alisnya, tak tahu siapa yang Amirah sebut barusan.
"Nona Lita benar-benar mirip dengan beliau," sambung Amirah lagi.
"Siapa Nyonya Dinara?" tanya Lalita.
Amirah tak langsung menjawab. Matanya menatap ke arah Lalita dengan tatapan yang terlihat sedih.
"Nyonya Dinara adalah ibunya Nona Lita," sahut Amirah kemudian dengan suara rentanya yang terdengar sedikit bergetar.
Terang saja Lalita terlihat semakin tak mengerti.
"Nama mama saya Riani, bukan Dinara." Lalita meralat perkataan Amirah.
"Riani itu hanya ibu palsu yang sengaja dihadirkan Tuan Arfan untuk Nona, agar Nona tidak terus menangis sedih karena kehilangan Nyonya Dinara," sahut Amirah.
"Apa?" Lalita jelas tak percaya dengan apa yang Amirah ucapkan barusan.
Amirah tampak menghela napasnya, sebelum kemudian bangkit dan meninggalkan Lalita yang terlihat semakin kebingungan.
Tak lama kemudian, Amirah kembali dengan membawa sebuah album foto tua yang dia dekap dengan segenap perasaan. Perempuan itu menghenyakkan lagi tubuh rentanya di kursi yang dia duduki semula, lalu menyodorkan album foto yang dibawanya pada Lalita.
"A-apa ini?" tanya Lalita dengan sedikit terbata.
"Ini satu-satunya kenangan tentang Nyonya Dinara yang berhasil saya sembunyikan. Semua peninggalan Nyonya Dinara yang lain sudah dimusnahkan oleh Tuan Arfan, sejak beliau membawa pulang Riani dan putrinya." Amirah menjelaskan.
Mata Lalita tampak sedikit melebar. Dia sungguh tak bisa memahami apa yang diucapkan oleh Amirah barusan. Apa itu artinya Riani dan Larisa bukanlah ibu dan kakak kandungnya?
"Ambil dan lihatlah ini, Nona," pinta Amirah sembari menyodorkan sekali lagi album foto di tangannya.
Dengan ragu, Lalita pun akhirnya menerima benda tersebut dan mulai melihat foto-foto yang ada di dalamnya. Seketika jantung Lalita serasa berhenti berdetak. Album tua tersebut menyimpan foto-foto pernikahan papanya dengan seorang perempuan. Sekilas wajahnya terlihat mirip dengan Riani, tapi jika diperhatikan, ada sedikit perbedaan, yaitu di bagian mata dan hidungnya. Perempuan yang ada di dalam album foto tersebut memiliki mata yang lebih indah dan hidung yang lebih bangir.
Dada Lalita tiba-tiba saja berdesir dengan hebat. Benar yang dikatakan oleh Amirah tadi, perempuan itu terlihat seperti pantulan dirinya di cermin. Yang membedakan hanyalah sebuah tahi lalat yang ada di ujung mata perempuan itu saja. Selama ini dia selalu merasa jika wajahnya seperti Riani, tapi rupanya ada yang lebih tampak serupa dengannya. Lalu apakah itu berarti benar jika sosok bernama Dinara tersebut adalah ibu kandungnya?
Halaman demi halaman dari album foto tersebut terus Lalita lihat, sampai kemudian, tangan Lalita terhenti sejenak saat sampai di halaman terakhir, di mana terdapat foto Arfan, Dinara dan seorang anak perempuan berusia sekitar dua tahun. Anak perempuan yang Lalita sangat yakin jika itu adalah dirinya.
"Foto itu adalah foto terakhir sebelum Nyonya Dinara meninggal, tepatnya diambil sehari sebelum Nyonya mengalami kecelakaan," ujar Amirah.
Lalita terkesiap. Mendadak tubuhnya terasa bergetar dengan sangat hebat. Perasaan aneh mulai merayap memenuhi hatinya, membuatnya merasakan sebuah emosi yang tak pernah dia rasakan sebelumnya. Seperti ada sebuah kerinduan yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Kerinduan yang entah datangnya dari mana dan tak tahu mesti ditujukan pada siapa.
"Benarkah dia ibu kandung saya?" tanya Lalita kemudian dengan suara yang agak tertahan. Jemarinya terulur dan menyentuh foto perempuan bernama Dinara itu dengan segenap perasaan yang ada. Dia ingin menyangkal, tapi perasaannya justru merasakan keharuan yang tak dapat dijabarkan dengan kata-kata, layaknya orang yang menemukan kembali sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya.
"Beliau adalah ibu kandung Nona. Sosok yang kehadirannya selama ini sengaja dihapus oleh Tuan Arfan karena tidak ingin Nona tumbuh dengan membersamai luka akibat kehilangan," sahut Amirah.
Lalita mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Amirah dengan tatapan yang sulit dijabarkan. Ada rasa sesak yang kini bersarang di dadanya sehingga membuatnya merasa kesulitan hanya untuk sekedar menghela napas. Bersamaan dengan itu, pandangan Lalita juga mulai mengabur karena air mata yang mulai merebak dan siap jatuh kapan saja.
"Apa maksudnya? Saya sungguh tidak mengerti, memangnya atas dasar apa Papa sampai melakukan hal sejauh itu. Jika memang ibu kandung saya sudah meninggal, lalu kenapa Papa malah menyembunyikan kenyataannya dan mengakui orang lain sebagai ibu saya?" Lalita bertanya dengan suara yang mulai terdengar serak karena menahan tangis.
"Sudah saya bilang, Tuan Arfan tidak mau Nona tumbuh dengan merasakan luka berkepanjangan, karena kondisi Nona saat ditinggal oleh Nyonya Dinara benar-benar sangat memprihatinkan." Amirah juga menjawab sembari berusaha menguasai dirinya sebisa mungkin.
"Nona tidak pernah sekalipun turun dari gendongan Nyonya Dinara sejak dilahirkan, tapi hari itu, entah bagaimana Nyonya pergi keluar seorang diri sesaat setelah menidurkan Nona. Kami semua tidak menyangka jika hari itu Nyonya Dinara akan mengalami kecelakaan dan pergi untuk selamanya," tambah Amirah lagi.
Dada Lalita terasa semakin sesak dan nafasnya juga mulai tersengal, seolah dirinya sedang berusaha menahan sebuah ledakan yang nyaris tak tertahankan.
"Nona terus menangis tanpa ada yang bisa menenangkan. Tidak mau makan, tidak mau minum susu, sampai-sampai Nona tidak sadarkan diri karena dehidrasi dan kelelahan. Tuan Arfan nyaris gila memikirkan kondisi Nona. Setiap kali terbangun, Nona hanya berteriak memanggil mama-mama saja. Nona lalu kembali menangis sampai kehilangan suara. Begitu terus setiap hari, sampai kemudian, Tuan Afran pulang membawa seorang perempuan yang wajahnya mirip dengan Nyonya Dinara."
Amirah menghela nafasnya sejenak, lalu baru membuka mulutnya kembali.
"Tuan Arfan meminta perempuan itu memakai pakaian Nyonya Dinara dan berdandan seperti Nyonya Dinara, bahkan juga memakai parfum yang biasa dipakai oleh Nyonya Dinara. Saat melihatnya, Nona langsung turun dari tempat tidur dan berlari tertatih-tatih menghampiri perempuan itu. Nona memeluknya dan memanggilnya mama. Nona ...." Amirah tak sanggup meneruskan kata-kata tangisnya seketika pecah.
Bersamaan dengan itu, air mata Lalita juga jatuh tak tertahankan. Dia terisak lirih sembari memegangi dadanya yang saat ini terasa begitu sakit.
Bersambung ....
Ngetik part ini, tanpa sadar air mata Mak Othor juga meleleh, sampe ingus pun ikut meler. Receh kali🤧
🤔🤔
Mak othor kereeen /Good//Good//Good//Good//Good/