Kehidupan Elizah baik-baik saja sampai dia dipertemukan dengan sosok pria bernama Natta. Sebagai seorang gadis lajang pada umumnya Elizah mengidam-idamkan pernikahan mewah megah dan dihadiri banyak orang, tapi takdir berkata lain. Dia harus menikah dengan laki-laki yang tak dia sukai, bahkan hanya pernikahan siri dan juga Elizah harus menerima kenyataan ketika keluarganya membuangnya begitu saja. Menjalani pernikahan atas dasar cinta pun banyak rintangannya apalagi pernikahan tanpa disadari rasa cinta, apakah Elizah akan sanggup bertahan dengan pria yang tak dia suka? sementara di hatinya selama ini sudah terukir nama pria lain yang bahkan sudah berjanji untuk melamarnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melaheyko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTENGKARAN
“Kenapa mereka berdua begitu antusias membahas suamiku, ya?” ucap Elizah dalam hati. Tak sadar jika dua gadis di sebelahnya itu memang menyukai suaminya.
Setelah obrolan ini, mereka bertiga menjadi dekat. Mereka bertiga sangat nyambung satu sama lain. Elizah senang mendapatkan teman baru, dan dia jadi teringat kepada Susan. Sudah lama dia tidak bertemu dengan Susan.
Kedekatan Elizah dan Sofi membuat Elizah sering diajak ke rumah Sofi. Di sana, Elizah dan Adit bertemu. Adit tertarik kepada Elizah, keluarga Adit pun sangat menyukai Elizah yang cantik, ramah, dan menjadi teman baru bagi Sofi.
“Elizah!” seru Adit ketika Elizah baru saja meninggalkan rumahnya.
“Iya, Mas?”
Adit bingung harus memulai dari mana. Adit ingin mengajak Elizah keluar malam ini.
“Mas Adit mau ngomong apa? Aku mau pulang, soalnya sebentar lagi juga mas Natta pulang.” Elizah tak nyaman dengan situasinya saat ini. Entahlah, dia mendadak takut jika Natta tiba-tiba muncul memergokinya.
“Kamu ada acara malam ini?” Adit bersemangat.
Elizah menggeleng pelan.
“Aku mau ngajakin kamu jalan, nonton.” Adit tersenyum lebar dan Elizah tidak tertarik sedikitpun untuk mengiyakan, “kamu tenang saja, nanti aku yang minta izin sama kakak kamu.”
“Memangnya siapa yang mau memberikanmu izin?” Natta menyambung tandas, Elizah dan Adit terkejut mendengar suara berat dan lantang itu.
“Eh, Mas Natta.” Adit basa-basi menyapa.
Natta mendekat, raut wajahnya tak ramah.
“Begini, Mas. Saya mau mengajak Elizah keluar, sebentar aja, kok.” Adit cengar-cengir.
Natta meraih tangan istrinya, menariknya tanpa menghiraukan ucapan Adit. Adit mengeram kesal karena Natta selalu bersikap kasar padanya.
Ketika mereka masuk, kucing piaraan mereka yang diberi nama Oli langsung menyambut. Natta yang menamainya, dia langsung menggendong Oli, Elizah menutup pintu.
“Kenapa kamu selalu bersikap kasar sama mas Adit?” tanya Elizah dan Natta meletakkan barang yang dia bawa sembarang.
“Aku sudah bilang jangan terlalu banyak bergaul. Sewajarnya saja,” tegas Natta.
“Aku bertamu ke rumah mereka baru tiga kali. Itu juga mengembalikan tempat makanan yang diberikan Sofi kemarin, kenapa sih sewot melulu.” Elizah duduk dan Natta melihat istrinya itu cemberut.
“Eli,” panggil Natta dan Elizah berdecak.
“Jangan memanggilku begitu.” Elizah tidak suka namanya dipanggil hanya setengah-setengah. Ketika di rumah, Anita yang selalu memanggil Elizah dengan panggilan ‘Eli’ dan sekarang Natta ikut-ikutan.
Natta tidak peduli.
“Adit enggak tahu kalau kamu ibu sudah bersuami. Itu sebabnya dia terus-terusan mendekati kamu,” imbuhnya dan Elizah terdiam. Elizah sama sekali tidak sadar bahwa perhatian dan sikap yang ditunjukkan Adit adalah sebuah perlakuan spesial.
“Coba kamu jujur sama dia kalau kita suami-istri. Tentu, dia juga akan menjaga jarak,” tandasnya menambahkan.
“Kenapa aku harus jujur? Mereka tahu ataupun enggak tentang status kita, itu nggak bakalan mengubah situasi apa pun! Aku juga nggak tertarik sama mas Adit,” balas Elizah ikut-ikutan kesal karena Natta berteriak padanya.
Kilat emosi tercetak nyata di kedua manik mata pria itu. Entah apa yang membuatnya sekesal ini, pikir Elizah.
“Aku nggak suka kamu begini, Eli. Diam di rumah lebih baik.” Natta menjauhi Elizah tapi Elizah terus bicara.
“Aku malah akan bekerja di tempat mas Adit bekerja. Mas Adit bilang akan membantu aku supaya diterima,” tutur Elizah dan Natta memutar tubuhnya. Rahangnya yang tegas mengetat.
“Kamu mau bekerja? Tanpa bertanya dulu padaku?” Natta merasa tak percaya bahwa Elizah sedekat itu dengan Adit sampai mengurusi pekerjaan tanpa berunding dengannya.
“Itu urusanku, Mas. Aku bosan di rumah terus,” kata Elizah bersikeras.
“Tidak aku izinkan,” kata Natta kemudian pergi ke dapur dan Elizah menyeru.
“Aku akan tetap pergi besok,” katanya tidak menghiraukan suaminya yang sudah emosi tapi berusaha di tahan. Elizah berdiri dan Natta mendekat.
braaaaaakkkk...... Natta menggebrak meja sampai meja itu retak dan membuat makanan yang tidak dia simpan dengan benar terjatuh ke lantai. Elizah menciut melihat Natta marah padanya.
“Kalaupun kamu tidak mau jujur, oke terserah! Tapi setidaknya kamu sadar diri bahwa kamu sudah menikah, Eli! Kita sudah menikah, sekuat apa pun kamu berusaha menghapus satu kejadian sakral yaitu ijab qobul dalam hubungan kita, kamu tidak akan bisa. Kamu harus bisa membatasi diri dengan laki-laki mana pun dan berbicara terlebih dahulu padaku untuk keputusan yang akan kamu ambil.” Dengan penuh emosi Natta melampiaskan semua kekesalannya.
Elizah berkaca-kaca, keduanya bersitatap. Natta mengusap rambutnya, menyadari ketakutan di wajah Elizah.
Natta kemudian bergeser lebih dekat, ingin menyentuh bahu Elizah tapi Elizah menepis.
“Kita suami-istri, Elizah,” lirih Natta.
Elizah menyeka air matanya, perlahan dia bangkit dan hendak pergi tapi Natta menghadang jalannya.
“Minggir!” Elizah mendorong tapi Natta berusaha untuk menahannya.
“Maaf, aku berteriak padamu. Maksudku bukan begitu, Eli.” Natta berusaha menjelaskan.
Elizah menatapnya tajam.
“Kita suami istri, iya betul. Tapi pernikahan kita hanya pernikahan karena keadaan yang memaksa, jangan merasa kamu berhak mengatur urusan apalagi kehidupanku.” Ucapannya membuat hati Natta mencelos, pria itu bergeser menjaga jaraknya, “kita satu atap tapi dunia kita berbeda. Urus saja urusanmu begitu juga dengan aku yang mengurus sebatas urusanku.”
Natta mengatupkan bibirnya, setelah selesai membuat Natta terguncang. Elizah masuk ke kamar dan ia membanting pintu. Elizah menjatuhkan diri ke atas tempat tidur, ia menangis dan Natta duduk dengan beban yang membebatnya. Sesaat ketika dia dan Elizah dekat, dia mengira kalau hubungan mereka mengalami peningkatan tapi ternyata tidak mengubah apa-apa.
Natta sangat sakit, terpukul sampai akhirnya dia memilih pergi. Elizah yang sedang menangis berhenti ketika mendengar suara bising dari knalpot kendaraan roda dua milik Natta. Elizah diam membiarkannya.
Semangat
Tulisanmu sdh semakin terasah
Mirza emang ya keras kepala takut banget turun martabat nya