Trisya selama ini tinggal di Luar Negri. Dia harus kembali pulang ke Indonesia atas perintah ibunya. Ibunya khawatir dengan perusahaan yang dikuasai ibu tirinya. Hal itu membuat Trisya mau tidak mau harus bergerak cepat untuk mengambil alih Perusahaan.
Tetapi ternyata memasuki Perusahaan tidak mudah bagi Trisya. Trisya harus memulai semua dari nol dan bahkan untuk mendapatkan ahli waris perusahaan mengharuskan dia untuk menikah.
Trisya dihadapkan dengan laki-laki kepercayaan dari kakeknya yang memiliki jabatan cukup tinggi di Perusahaan. Pria yang bernama Devan yang selalu membanggakan atas pencapaian segala usaha kerja keras dari nol.
Siapa sangka mereka berdua dari latar belakang yang berbeda dan sifat yang berbeda disatukan dalam pernikahan. Devan yang percaya diri meni Trisya yang dia anggap hanya gadis biasa.
Bagaimana kehidupan Pernikahan Trisya dan Devan dengan konflik status sosial yang tidak setara? apakah itu berpengaruh dengan pernikahan mereka?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24 Romantis Tipis-tipis
Devan mengingat saat dia membawa Trisya ke warung kaki lima dan juga memberikan sup kepiting. Saat itu Devan sudah merasa paling hebat membawa Trisya ke sana dan ternyata ekspresi Trisya waktu itu karena sangat tidak level makan di tempat seperti itu dan bukan karena dia terharu dan seolah tidak pernah makan enak.
Mengingat hal itu membuat Devan malu sendiri yang merasa sangat bodoh dengan semua yang telah dia lakukan kepada Trisya sebelumnya dan sampai sekarang Devan mungkin tidak akan pernah melupakan hal itu.
"Kamu suka makanan ini?" tanya Trisya dengan kedua alisnya terangkat yang memperhatikan ekspresi suaminya seperti tidak menyukainya.
"Suka. Aku juga sering makan makanan seperti ini," jawab Devan yang tidak mau terlihat sangat miskin di hadapan Trisya. Jadi tetap ingin menunjukkan harga diri yang seolah sudah biasa saja dengan makanan seperti itu.
"Syukurlah! Berarti aku tidak salah beli. Aku tidak sempat menanyakan kepada kamu ingin makan apa. Jadi aku beli saja secara random dan syukurlah kalau kamu memang menyukai makanan ini," jawab Trisya dengan merasa lega.
"Aku juga pernah tinggal di Luar Negri. Jadi makanan seperti ini sering aku makan," jawab Devan yang ternyata masih saja bisa memamerkan diri.
"Kamu bukankah kuliah di Singapura dan ini makanan khas Jepang. Di Singapur sangat jarang ada," sahut Trisya.
"Ada kok, buktinya aku sering makan," sahut Devan yang tidak mau kalah sama sekali dan tidak ingin malu lagi di depan Trisya.
"Begitu! Ya sudah makanlah!" titah Trisya yang sudah mulai makan.
Itu makanan khas jepang dengan ikan salmon mentah yang dicampur dengan sayuran mentah. Melihatnya saja Devan sudah tidak selera makan. Bahkan dia ingin muntah yang sudah terlihat ludahnya yang naik turun dan sementara Trisya tidak menikmati makanan itu menggunakan sumpit.
Padahal Devan sudah sangat percaya diri sekali mengatakan bahwa makanan itu sering dia makan dan ternyata lagi-lagi dia terjebak sendiri dengan pernyataan yang dia buat.
"Astaga jika dia sakit perut ada makan mentah seperti ini dan mungkin bisa mengeluarkan banyak uang untuk berobat. Bagaimana denganku, bagaimana jika perutku sakit dan berapa uang yang harus aku keluarkan untuk hal sepele seperti ini," batin Devan yang tidak berminat sama sekali untuk memakan makanan itu.
"Kamu juga Devan, Apa salahnya mengatakan bahwa kamu tidak suka makanan seperti itu dan bukan malah sok-sokan. Kamu masih saja ingin menunjukkan kepada dia bahwa kamu orang kaya. Devan, hal seperti itu sangat tidak mempan bagi Trisya. Jadi stop menyiksa diri sendiri," Devan bergerutu sendiri di dalam hatinya.
"Kamu belum lapar?" tanya Trisya.
"Oh. Iya aku akan makan!" jawab Devan dengan buru-buru yang mengambil salmon tersebut dengan mencocoli memakai saos yang terlihat kental itu
"Hey panas!" Trisya yang langsung mencegah Devan yang hampir saja makanan itu jadi mengenai lidahnya.
"Sausnya masih panas dan lidah kamu bisa melepuh," ucap Trisya yang langsung mengambil dari tangan Devan.
"Biasanya kalau mau makan makanan seperti ini yang akan dimakan terlebih dahulu dan baru menggunakan saos dan ternyata aku tidak tahu kalau kamu lebih suka langsung menggunakan saos. Ini masih panas sekali," ucap Trisya.
"Aku memang tidak pernah memakannya dan tidak tahu apa yang harus dimulai terlebih dahulu. Kenapa aku jadi seperti orang bodoh di hadapan Trisya," batin Devan yang hampir saja terlihat kampungan di depan Trisya.
Dia semakin tidak percaya diri dan yang adanya dia akan semakin mempermalukan diri sendiri di depan istrinya.
"Kamu mau pakai saus terlebih dahulu?" tanya Trisya.
"Iya," jawab Devan.
"Sebentar!" Trisya yang mencocoli salmon dengan saos dan meniupnya terlebih dahulu dan langsung menyodorkan ke mulut Devan. Devan terlihat bengong yang mungkin tidak percaya jika Trisya spontan menyuapi dirinya.
"Ayo buka mulutmu!" ucap Trisya dengan alis terangkat
"I-iya," Devan yang begitu gugup langsung buka mulutnya menerima suapan yang pertama kali dari sang istri.
Devan yang mendadak diam dan mematung yang melihat bagaimana istrinya tampak tulus dan bahkan mengeluarkan senyum yang begitu lebar saat menyuapi dirinya. Devan bahkan sampai melupakan rasa makanan yang sangat tidak cocok di tenggorokannya dan ingin dia muntahkan.
Tetapi karena dia sudah fokus pada Trisya yang membuat makanan itu sudah tertelan. Jadi mau tidak mau makanan itu akan bersatu dengan usus-ususnya. Devan harus siap menerima risiko. Jika pada akhirnya perutnya sakit.
"Apa aku akan menyuapi lagi sampai selesai?" tanya Trisya yang mungkin dia juga ingin makan.
"Oh. Maaf!" Devan yang langsung mengambil makanan itu dari tangan Trisya.
"Kamu makanlah kembali!" ucap Devan.
Trisya menganggukan kepala dan melanjutkan makannya dan Devan juga melanjutkan makan itu lagi.
"Perasaan tadi rasanya tidak seperti ini dan kenapa ini sangat amis. Cacing ku akan terkejut menerima makanan anak," batin Devan yang tampak pasrah.
Hanya karena malu, dia memilih untuk tidak mengatakan kepada Trisya bahwa dia tidak pernah memakan makanan aneh seperti itu. Karena memang Devan berasal dari desa ada yang wajar-wajar sajalah yang dia makan. Walau memiliki banyak uang.
Trisya yang makan sesekali menoleh ke arah sang suami dan mengeluarkan senyum dan Devan juga tersenyum tetapi tampak terpaksa.
Trisya yang mengambil tisu dan melap bagian ujung bibir Devan yang kotor terkena saos. Tindakan simpel yang dilakukan istrinya itu membuat Devan menelan salivanya. Dia terus menatap Trisya.
"Mungkin memang takdir sudah ingin menyatukan kami. Aku sempat khawatir dengan pernikahan ini jika akan di lanjutkan. Aku banyak mendengar dari orang-orang jika wanita derajatnya lebih tinggi dari pria maka pernikahan itu tidak akan bertahan dan pria akan diinjak-injak wanita. Tetapi aku melihat bahwa Trisya bukan orang seperti itu. Dia sangat baik dan tulus dan bahkan begitu menghargaiku," batin Devan.
Dia sepertinya sudah mulai jatuh cinta kepada istrinya itu dan memang awalnya dia kan hanya suka saja dan lagi-lagi dia menikahi Trisya. Karena kasihan pada Trisya. Tetapi sekarang ketika melihat semua perlakuan Trisya yang manis membuat Devan tidak bisa menyembunyikan perasaannya jika dia sudah jatuh hati.
"Kamu seperti anak kecil, makan sangat berantakan," ucap Trisya geleng-geleng kepala dengan tersenyum.
Trisya yang menoleh ke arah sebelahnya untuk membuang tisu tersebut ke tong sampah yang di dekat sofa dan saat mengembalikan posisi wajahnya tiba-tiba wajah Devan sudah berada di depannya sangat dekat dengannya.
Trisya cukup kaget dengan matanya melotot. Tatapan mata mereka berdua dengan dulu nafas yang saling menerapkan satu sama lain. Trisya lebih kaget lagi yang tiba-tiba saja Devan mencium bibirnya. Trisya meremas derasnya begitu kuat sembari perlahan meminjamkan matanya.
Ternyata Trisya tidak menolak ciuman pertama mereka. Perasaan Devan yang sudah tidak bisa dibendung lagi yang membuat dia tidak bisa mengendalikan diri dan langsung ingin menuntaskan perasaannya saat itu juga.
Untung saja Trisya tidak menolak dan jika menolak, pasti akan terjadi kesalahpahaman di antara mereka. Karena semenjak menikah Devan memang berubah menjadi sosok laki-laki yang sensitif dan sangat mudah tersinggung. Trisya juga sepertinya hanya ingin Devan nyaman bersamanya dan tidak memikirkan apa-apa walau status sosial mereka jauh berbeda.
Bersambung
mungkin nenek sudah tenang karena perusahaan itu sudah di pegang oleh Trisya, karena itu dia tenang meninggalkan dunia ini
sama² punya tingkat kepedean yg sangat luar biasa tinggi