Madava dipaksa menikah dengan seorang pembantu yang notabene janda anak satu karena mempelai wanitanya kabur membawa mahar yang ia berikan untuknya. Awalnya Madava menolak, tapi sang ibu berkeras memaksa. Madava akhirnya terpaksa menikahi pembantunya sendiri sebagai mempelai pengganti.
Lalu bagaimanakah pernikahan keduanya? Akankah berjalan lancar sebagaimana mestinya atau harus berakhir karena tak adanya cinta diantara mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merinding
Seperti biasa, pagi-pagi sekali Ayu sudah menyiapkan sarapan untuk Madava dan Rafi. Saat Madava muncul di dapur, Ayu yang masih merasa khawatir Madava marah padanya karena ulahnya semalam pun pura-pura cuek. Bahkan sampai saat sarapan berlangsung, wajah Madava terlihat ditekuk masam. Rafi saja menjadi takut. Selesai sarapan, ia pun memilih langsung kabur ke kamarnya.
"Mau kemana kamu?" tegur Madava dingin. Ayu yang sebenernya ingin ikut kabur pun menghentikan langkahnya.
"Aku ... aku mau menyiram tanaman. Iya, menyiram tanaman," kilah Ayu.
Ia pun kembali membalikkan badannya, tapi lagi-lagi Madava menghentikannya.
"Mau lari dari tanggung jawab kamu?"
"La-lari dari tanggung jawab? Memangnya aku ngapain?"
"Nggak usah pura-pura bodoh. Kamu udah buat rajawaliku kesakitan semalam. Kalau dia sampai tidak bisa bangun lagi, bagaimana? Apa kau mau tanggung jawab?"
"Rajawali?"
"Ya. Rajawali. Ini ... " Madava menunjuk ke depan celananya membuat Ayu membulatkan mata.
"Dasar cabul?"
"Hei, jangan menuduh sembarangan! Yang cabul itu aku atau kau?"
"Hei, enak aja bicara. Memangnya kapan aku berbuat cabul?" sahut Ayu tidak terima.
"Lalu yang kau lakukan semalam itu apa? Kau sudah membuat rajawaliku kesakitan. Kalau ia tidak bisa bangun, bagaimana? Pokoknya kau harus bertanggung jawab."
"Apa? Jangan gila kamu! Memangnya aku udah ngapain sampai harus bertanggung jawab."
"Masih ngelak aja. Kamu harus tes, dia masih bisa bangun atau nggak," ucap Madava dengan wajah ditekuk.
"Tes? Maksudnya?" tanya Ayu yang mengerjapkan mata. Mencoba mencerna apa yang dimaksud Madava.
"Apalagi? Kamu 'kan yang lebih berpengalaman?" jawab Madava enteng.
"Jangan bicara berbelit-belit, Mas! Katakan aja langsung. To the poin, biar aku ngerti," jawab Ayu yang memang belum paham kemana arah pembicaraan Madava. Memangnya harus dites seperti apa? Bagaimana caranya? Dites masih bisa berdiri nggak, aduh, Ayu benar-benar tidak mengerti.
"Kamu ini udah pengalaman masih aja pura-pura bodoh."
"Pengalaman apa?"
"Ya, pengalaman dalam berhubungan intim lah. Memangnya apalagi? Janda anak satu, pura-pura sok lugu," ketus Madava kesal karena sikap sok polos Ayu.
Wajah Ayu sontak memerah bak kepiting rebus. Bagaimana Madava bisa bicara sevulgar itu padanya. Ayu lupa, padahal dia sendiri yang mengatakan jangan berbelit-belit. To the poin aja.
Madava lantas melangkah meninggalkan Ayu. Namun sebelum benar-benar menghilang dari sana, Madava kembali membalikkan badannya.
"Pokoknya malam nanti aku mau rajawaliku diperiksa."
"Heh, mister cabul, memangnya aku ini dokter! Mau diperiksa ya sama dokter spesialis, bukan sama aku," sentak Ayu kesal. Memangnya dirinya dokter SpKK apa bisa memeriksa tekukur yang bersembunyi di balik celananya.
"Pokoknya aku nggak mau tau. Kamu harus bertanggung jawab. Sekalian bikinin mama cucu. Mama semalam telepon, mama minta kita segera buatin mama cucu. Dah, aku berangkat kerja dulu. Assalamualaikum."
Setelah mengucapkan salam, Madava pun segera berlalu meninggalkan Ayu yang sudah mematung dengan mata membulat.
"Wa-Wa'alaikum salam," jawab Ayu terbata. Ia masih berusaha mencerna kata-kata Madava barusan.
"Apa katanya tadi? Bikinin mama cucu? Artinya ... Aaaargh ... Nggak. Nggak mau. Aku nggak mau," pekik Ayu sambil menggelengkan kepalanya.
"Mama kenapa? Mama sakit kepala ya?"
"Eh, Rafi. Sejak kapan Rafi di sini?" Ayu berjongkok berhadapan dengan Rafi.
"Sejak Papa berdiri di sana."
"Apa?" Ayu membulatkan matanya terkejut. Bagaimana kalau Rafi mendengar perkataan Madava tadi? 'Semoga aja Rafi nggak denger apa yang pria cabul itu katakan tadi,' harapnya dalam hati.
"Ma, Mama sama Papa mau bikinin Nenek cucu ya? Nenek 'kan pernah bilang Rafi itu cucu nenek. Terus Nenek minta buatin Mama dan papa cucu lagi untuk Nenek. Yang nenek maksud itu, adik Rafi ya?" tanya Rafi bersemangat.
"Eh, itu ... "
"Bener 'kan, Ma? Artinya Rafi nanti bakal jadi kakak 'kan? Rafi bakal punya adik 'kan? Yeay, Rafi mau, Ma. Rafi mau. Adiknya kapan jadinya, Ma? Rafi mau bantu buat adik Rafi, boleh 'kan, Ma?" berondong Rafi membuat kepala Ayu makin pening karena tingkah dua orang ini. Pertama permintaan sekaligus perintah Madava, lalu yang kedua permintaan Rafi. Mereka berdua kok bisa kompak begini sih?
Seketika, Ayu merinding sendiri karena permintaan kedua orang ini.
...***...
Maaf ya, pendek dulu. Kepala Othor lagi puyeng. 😅