Terpaksa Menikahi Pembantu
"Apa mama sudah gila?" teriak Madava.
"Apa kau bilang? Mama gila? Kau mau jadi anak durhaka?" teriak Bu Shanum.
"Kalau bukan gila jadi apa? Mama memaksaku menikah dengan perempuan itu, apa itu bukan gila namanya?"
"Ayuning Tyas. Namanya Ayuning Tyas, bukan perempuan itu."
"Terserah mau namanya siapa, aku tidak peduli. Yang pasti, aku tidak mau menikah dengannya. Apa kata orang-orang kalau tau aku menikahi seorang pembantu. Tidak. Aku pokoknya tidak mau."
"Lalu kau mau apa? Melanjutkan pernikahan tanpa mempelai wanita? Kau ingin tetap berdiri di atas pelaminan tanpa pengantin wanita? Atau kau ingin semua orang tau kalau mempelai wanitamu kabur membawa mahar yang sudah kau beri? Iya?" teriak Bu Shanum dengan mata melotot. Ia benar-benar kesal dengan sikap putranya ini.
"Mama sudah memberikanmu mengambil keputusan sendiri. Mama sudah memberikanmu izin untuk menikahi wanita pilihanmu. Tapi apa yang terjadi, hah? Dua kali, Dava, dua kali .... " Bu Shanum mengangkat kedua jarinya. "Dua kali kau gagal menikah dan semua salah siapa? Mereka pilihan siapa?"
"Ya, tapi tidak dengan menikahkan aku dengan pembantu juga, Ma."
"Memangnya kenapa dengan pembantu? Pembantu pekerjaan yang halal. Dia bukan mencuri. Bukan korupsi. Bukan menipu."
"Memang pembantu pekerjaan yang halal, tapi aku ini seorang kepala cabang, Ma, dimana harga diriku menikah dengan seorang pembantu. Mana janda lagi. Punya anak pula. Haish, malu, Ma. Malu. Mau ditaruh mana mukaku nanti?"
"Memangnya menikah dengan pembantu akan membuat kau kehilangan wajah? Nggak usah lebay. Pokoknya turuti perintah mama atau pergi dari sini dan jangan injakkan lagi kakimu di rumah ini. Mama nggak sudi memiliki anak yang nggak patuh. Malu mama kalau orang tau anaknya ditinggal kabur sama calonnya. Pasti mereka akan bicara macam-macam. Jadi mending kamu pergi jauh-jauh sana. Anggap saja mama sudah mati. Biarlah Mama tinggal di sini sama Ayu saja. Mama akan hapus nama kamu dari KK dan ganti nama kamu jadi nama Ayu saja. Anaknya baik, penurut. Bisa kasi mama cucu pula," ucap Bu Shanum sambil mengibaskan tangannya ke arah Madava. "Sana pergi! Mama mau bubarkan tamu undangan dulu. Mumpung belum terlalu banyak yang datang."
Bu Shanum segera berlalu menuju pintu kamar sang putra. Ia hendak pergi dari sana.
Melihat wajah kecewa sang ibu dan mendengar pengusiran yang ia lakukan sontak membuat Madava cemas.
"Mama serius lebih memilih pembantu itu daripada aku? Anak mama sendiri?" tanyanya sangsi. Ia pikir pasti ibunya hanya menggertaknya saja.
"Mama serius lah. Apalagi Ayu tuh cantik. Btw setelah kamu pergi, mama akan menikahkan Ayu sama anak temen mama. Mama akan menggelar pesta yang lebih megah dari ini. Hush, sana! Buruan bereskan barang-barang kamu."
"Ma," seru Madava dengan mata membulat. Tapi Bu Shanum cuek-cuek saja. Ia terus melangkah hingga akhirnya keluar dari pintu membuat Madava semakin cemas.
"Oke, oke, aku nurut keinginan mama. Tapi aku ada syarat!" Bu Shanum diam-diam tersenyum. Ia pun membalikkan badannya sambil menatap sinis Madava.
"Apa? Awas kalau perjanjian perceraian! Mama nggak akan kabulkan."
"Ck, mama pikirannya sensitif banget. Sebenarnya yang anak mama itu aku apa pembantu itu sih?"
"Stop menyebut Ayu pembantu!" sentak Bu Shanum. "Berani sebut Ayu pembantu lagi, mama lempar kamu ke jalanan!" ancam Bu Shanum dengan mata melotot tajam.
"Iya, iya, Ayu. Puas?"
"Apa syaratnya?" tanya Bu Shanum tidak memedulikan ucapan Madava.
"Syaratnya cuma satu kok, setelah menikah aku mau tinggal di rumahku sendiri. Aku nggak mau mama ikut campur urusanku dan Ayu. Bagaimana? Mama setuju 'kan?"
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?"
"Kenapa kamu mau tinggal di rumah sendiri? Kamu mau diam-diam nyakitin Ayu? Terus diam-diam ceraikan dia?"
"Astaga, mama, su'udzon aja. Nggak. Aku cuma nggak mau mama ikut campur aja. Apalagi kami 'kan menikah tanpa cinta. Jadi aku ingin saling mengenal satu sama lain. Mama tau sendiri, aku belum lama mengenal dia. Dia juga belum lama bekerja dengan mama. Makanya aku heran, kok mama bisa seluluh itu sama dia. Apa jangan-jangan dia pakai pelet ya?"
"Jangan ngaco kamu! Ayu itu anak yang Sholehah. Shalatnya rajin. Malah dia yang ajarin mama rajin shalat. Makanya nggak mungkin dia pakai hal-hal kayak gituan."
Mulut Madava bergerak-gerak seperti mak-mak julid lagi ngomel-ngomel. Melihat mata Bu Shanum melotot, barulah ia menghentikan gerakannya.
"Oke, mama setuju. Tapi awas kalau kamu sampai macam-macam sama dia. Mama bakal lempar kamu ke jalanan. Mama juga akan buat kamu dipecat dari pekerjaan kamu biar jadi gembel sekalian."
"Astaga mama, tega bener sama anak!"
"Sama anak modelan kamu itu memang harus tega. Kalau nggak pasti kamu akan terus bantah. Sudah. Buruan bersiap. Satu jam lagi akad nikah dimulai. Awas kamu pasang wajah cemberut! Habis kamu!" ancam Bu Shanum sebelum berlalu dari hadapan Madava.
"Iya, mama. Iya. Entar Dava senyum lebar-lebar kayak gini nih!" Madava menarik kedua bibirnya selebar mungkin. Tapi Bu Shanum tidak menggubris. Ia pun akhirnya benar-benar berlalu dari hadapan Madava yang sudah mengumpat kesal.
"Awas kau Via! Tunggu pembalasanku. Gara-gara kau aku harus menikah dengan pembantu!" gumam Madava sambil mencengkram erat ponselnya.
Entah sudah berapa kali Madava mencoba melakukan panggilan, tapi nomor Via, wanita yang seharusnya menjadi mempelai pengantinnya tak kunjung aktif. Tidak tanggung-tanggung, Via kabur dengan keluarganya membawa mahar yang sudah ia berikan. Dari barang hingga uang tunai yang Madava berikan tidaklah sedikit. Bila ditotal semuanya hampir 200 juta.
Singkat cerita, akhirnya akad nikah pun terjadi. Madava akhirnya kini resmi menikah dengan perempuan pilihan ibunya.
Ayuning Tyas. Nama yang cantik untuk perempuan berparas ayu yang sedang berjalan menuju meja akad nikah. Sebelum ikrar ijab kabul selesai, Ayuning Tyas memang tidak diizinkan Bu Shanum keluar.
Saat Ayuning Tyas keluar, semua mata terpana. Namun tak berapa lama kemudian, kasak kusuk mulai terdengar. Itu merupakan suara dari karyawan sekantor Madava.
"Lho kok pengantinnya berubah? Bukannya Pak Dava nikahnya sama Via ya?" Jelas saja mereka tahu, Via merupakan bawahan Madava di kantor. Madava yang sudah diangkat menjadi kepala cabang, sementara Via merupakan staf biasa di kantor. Hubungan mereka tergolong baru. Via memang baru bekerja berapa bulan di kantor. Entah bagaimana caranya, mereka tiba-tiba menjalin hubungan dan tak lama kemudian mengumumkan akan menikah. Oleh sebab itu semua karyawan sekantor Madava bingung saat melihat mempelai pengantinnya berbeda dari yang seharusnya.
...***...
...Selamat datang di cerita baru othor! Semoga suka. ...
...❤️❤️❤️...
...Happy reading 🥰🥰🥰 ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Shyfa Andira Rahmi
BETULLL....segitu hinakah pekerjaan sbg pembantu??
padahal yg kerja diperusahaan aja secara kasarnya sama aja kya pembantu lah wong sama2 pesuruhh...
2024-11-16
0
Khanza Safira
Aku padamu Mama, angkat aku jad anakmu Mamaaa.....
2024-09-27
1
Ita rahmawati
pindah sini thor,,
pengen tau juga kisah ortunya Aa' rafi 🤭
2024-09-17
0