NovelToon NovelToon
TARGET OPERASI

TARGET OPERASI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mata-mata/Agen / Keluarga / Persahabatan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Arga, lulusan baru akademi kepolisian, penuh semangat untuk membela kebenaran dan memberantas kejahatan. Namun, idealismenya langsung diuji ketika ia mendapati dunia kepolisian tak sebersih bayangannya. Mulai dari senior yang lihai menerima amplop tebal hingga kasus besar yang ditutupi dengan trik licik, Arga mulai mempertanyakan: apakah dia berada di sisi yang benar?

Dalam sebuah penyelidikan kasus pembunuhan yang melibatkan anak pejabat, Arga memergoki skandal besar yang membuatnya muak. Apalagi saat senior yang dia hormati dituduh menerima suap, dan dipecat, dan Arga ditugaskan sebagai polisi lalu lintas, karena kesalahan berkelahi dengan atasannya.
Beruntung, dia bertemu dua sekutu tak terduga: Bagong, mantan preman yang kini bertobat, dan Manda, mantan reporter kriminal yang tajam lidahnya tapi tulus hatinya. Bersama mereka, Arga melawan korupsi, membongkar kejahatan, dan... mencoba tetap hidup sambil menghadapi deretan ancaman dari para "bos besar".

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 : Tweet or no?

Manda berjalan dengan langkah mantap, seakan-akan dia baru saja menemukan jalan keluar dari labirin yang penuh dengan jebakan embargo. Reza yang mengikuti di belakangnya, masih bingung, seperti orang yang baru saja ditabrak mobil tanpa sempat melihat remnya.

"Jadi lo mau ngapain sekarang?" tanya Reza dengan suara setengah penasaran, setengah cemas, karena Manda tampak seperti orang yang baru saja menemukan peta harta karun.

Manda berhenti sejenak, menatap Reza dengan ekspresi serius, seolah dia sedang merumuskan teori fisika kuantum. "Gini, Reza. Kalau lo nggak bisa maju lewat pintu depan, ya lo harus nyari jalan lain, kan?" jawab Manda, sambil memutar bola matanya, seperti sedang memecahkan kode rahasia. "Gue akan tetap meliput berita ini, tapi dengan cara lain."

Reza mendekat, merasa seperti berada di kelas matematika yang tidak dia pahami sama sekali. "Cara lain? Emang ada cara lain?"

Manda tersenyum licik. "Ada, dan cara ini lebih canggih. Gue akan posting thread di Twitter."

Reza mengernyitkan dahi. "Twitter? Lo kira Twitter bisa jadi penyelamat, Manda?"

Manda menyeringai, menatap Reza dengan pandangan penuh kemenangan, seperti seorang jenderal yang baru saja memenangkan perang. "Lo nggak ngerti, Reza. Ini bukan sembarangan nge-tweet di Twitter. Ini adalah senjata rahasia yang lebih mematikan dari embargo."

Dia mengeluarkan ponselnya dengan dramatis, seolah-olah sedang mengeluarkan pedang samurai dari sarungnya. "Gue punya video lama, video yang bisa bikin orang mikir, 'kok bisa ya ada orang segitunya?' Video ini merekam Ivan yang sedang bertingkah kasar ke Jessica. Kata-kata kasar, sikap intimidatif, semua ada. Lo tahu kan, ini video yang kita dapet... secara tak sengaja di kantor polisi kemarin?" Manda mengedipkan mata, seolah dia baru saja memenangkan Oscar untuk 'Penemuan Terbaik'.

Reza terkejut, hampir tersedak dengan minumnya. "Serius lo? Lo yakin mau pakai itu? Lo nggak takut ditangkep, Manda?"

Manda hanya tertawa. "Lo pikir gue takut? Gue kan jurnalis, Reza! Ini mah cuma pancingan buat perhatian publik! Gue post video itu, terus gue buat thread yang bakal bikin netizen pada fokus sama kasus ini"

"Gue bakal pakai akun fake, percuma gue punya ratusan akun fake kalau nggak dipake. Kalau perhatian publik udah ke situ, embargonya juga nggak ada artinya. Kalau semua orang udah bahas ini, media nggak bisa diem aja, kan?" ujar Manda yakin.

Reza menggelengkan kepala. "Lo gila, Manda. Tapi, gue setuju. Itu ide gila banget!"

Manda melirik Reza dengan senyum penuh kemenangan. "Tapi jangan lupa, Reza. Ini cuma langkah pertama. Selanjutnya, kita mesti waspada gimana mereka bereaksi."

...****************...

Reza yang sedang memandangi Manda dengan serius, tiba-tiba mengingatkan dengan nada penuh kekhawatiran, “Manda, lo kan tahu meskipun itu akun fake, jejak digital tetap bisa dilacak. Gak gampang gitu aja loh. Lo gak takut ketahuan?”

Manda menatap Reza dengan senyum jahil, seolah baru saja menemukan jawaban jenius yang akan mengalahkan semua masalah dunia. “Ah, Reza, lo pikir gue belum siap?” Manda menjawab dengan percaya diri, mengeluarkan ponsel dari tasnya, yang tampak seperti sudah dijadikan koleksi kuno. “Ini ponsel lawas, gue beli di online shop, diskon gila-gilaan. Ini buat situasi kayak gini, Reza! Gak bakal ketauan deh.”

Reza terdiam sejenak, mencerna apa yang baru saja didengar. “Jadi lo punya ponsel lawas khusus buat nyebar tweet hoax?” tanyanya dengan nada penuh tak percaya.

Manda mengangguk mantap. "Betul! Gak cuma itu, Reza, lo tahu gak, ponsel ini cuma gue pakai buat nge-tweet, trus langsung gue buang. Kalau perlu, gue bakar aja, tinggal buang ke laut! Biar jejaknya hilang kayak daun yang terbawa arus. Gak ada yang bisa nye-lidikin, Reza. Gue udah mikirin semua!"

Reza menatap ponsel jadul itu, yang tampaknya lebih tua dari beberapa orang yang dia kenal, dan akhirnya hanya bisa menggelengkan kepala. “Gila, Manda… lo bener-bener udah mikirin segala sesuatunya sampai sedetil itu ya?”

Manda, dengan senyum penuh kemenangan, mengangkat ponsel lawasnya dan menepuk-nepuk layar ponsel dengan semangat. “Ini bukan ponsel biasa, Reza. Ini adalah senjata pamungkas gue. Kalau polisi bisa pakai alat pelacak canggih, gue juga punya cara! Bukan cuma twitter gue yang viral, ponsel ini juga bakal hilang dari dunia maya!”

Reza hanya bisa tertawa terbahak-bahak, tapi dia tetap khawatir. “Lo ini ya, Manda, gak ada yang bisa ngalahin lo deh. Tapi lo yakin gak takut ketahuan?”

Manda memutar bola mata sambil menatap Reza dengan sinis. "Reza, serius deh, lo mikirin hal yang gak perlu. Kita bakal bikin heboh, orang-orang pada nge-viral-in dan ngebahas kasus ini. Lo tahu gak, media sosial itu ibarat komedi sekarang—semua orang cuma nungguin sensasi. Dan gue? Gue ada di sini, jadi sumber sensasi itu."

Reza tertawa lagi, meskipun dalam hatinya masih ada sedikit kekhawatiran. “Oke, oke, Manda, lo menang. Lo pasti bisa bikin ini viral, tapi kalo nanti ada masalah, lo sendirian lho. Gue cuma temen lo, bukan pengacara!”

Manda menyeringai. “Tenang aja, Reza. Lo cukup duduk, nonton aja. Gue yang bakal jadi bintang!” Dia pun mulai mengetik dengan penuh semangat di ponsel lawasnya, seolah seluruh dunia bergantung pada tweet yang akan dia kirimkan.

Reza hanya bisa menggelengkan kepala, tapi dalam hati dia mulai khawatir juga. Apakah Manda tahu betapa besarnya resiko yang dia ambil dengan satu tweet itu? Namun, satu hal yang pasti, situasi ini bakal berakhir dengan sesuatu yang sangat... menarik.

Dengan penuh semangat, Manda membuka aplikasi Twitter dan mulai mengetik dengan jari-jarinya yang lihai, seperti seorang pianis yang sedang menyiapkan konser besar. Satu per satu tweet mulai muncul, dan Manda tahu, ini bukan sekadar tweet biasa—ini adalah perang psikologis yang akan menarik perhatian ribuan, bahkan mungkin jutaan orang.

"Ini dia, Reza! Saatnya media sosial beraksi!" Manda berkata dengan penuh semangat.

Reza hanya bisa tersenyum kecut. "Jadi, kita ngelawan embargo pake... tweet?"

Manda tertawa. "Iya, Reza! Twitter tuh kayak ladang perang di zaman modern! Kita buat netizen fokus, dan mereka yang bakal nyerang balik!"

Dan di sinilah Manda, sang jurnalis yang tampaknya lebih banyak bertarung dengan embargo daripada dengan fakta, siap memulai serangan Twitter-nya. Mungkin di dunia yang serba cepat dan terhubung ini, cara tercepat untuk melawan ketidakadilan bukan lagi dengan pedang atau kamera, melainkan dengan hashtag dan satu video yang bisa mengguncang dunia.

Sambil menatap layar ponselnya yang bersinar, Manda melanjutkan dengan satu pikiran di kepalanya: "Ini baru permulaan!"

...****************...

Di ruang interogasi yang biasanya penuh ketegangan, suasana hari itu justru terasa seperti pesta yang diadakan oleh orang-orang yang terlalu kaya untuk peduli dengan hukum. Ivan, yang seharusnya duduk dengan rasa bersalah dan berkeringat dingin, malah asyik bercengkrama dengan petugas dari tim lain. Sambil tertawa lebar, mereka berbicara seolah-olah mereka sedang menghadiri reuni keluarga, bukan membahas pembunuhan.

Ivan, yang seharusnya merasa terpojok, malah duduk santai, mengunyah sushi premium yang sepertinya lebih mahal dari gaji Arga sebulan. Di meja itu juga tersedia kopi mahal, yang aroma seduhannya bahkan bisa membuat seseorang merasa lebih bijaksana hanya dengan mencium baunya. Lalu ada juga hidangan lain yang tampaknya datang langsung dari restoran bintang lima. Semua ini ada di dalam ruang interogasi, seperti jamuan besar di kerajaan yang lupa bahwa ada seorang korban yang menunggu keadilan.

Arga, yang sejak dua hari penuh tanpa tidur dan sudah melewati level sabar yang tak terhingga, berdiri dengan tangan mengepal, ingin rasanya mengobrak-abrik ruangan itu. "Ini gila!" pikirnya. "Mereka tertawa? Sementara Jessica sudah jadi korban? Ini tidak bisa dibiarkan!" Arga sudah hampir melangkah masuk ke ruang itu dengan niat mengacak-acak meja sushi, tapi sebelum itu, Gunawan dengan tenang menahan Arga.

"Tenang, Arga," kata Gunawan dengan suara yang lebih tenang dari seorang biksu meditasi. "Jangan gegabah, ingat kalau kamu nggak bisa menghancurkan rencana yang sudah kita susun rapi."

Arga menatap Gunawan, yang dengan tenang mengatur pernapasannya sambil memperhatikan kekacauan yang ada di ruang interogasi. "Rencana?" Arga mendengus keras, suaranya hampir seperti mendengung. "Maksud bapak, Rencana yang bikin saya pengen nendang meja sushi itu? Kalau saya masuk ke situ, saya sudah jadiin Ivan isian sushi!"

Gunawan tetap tenang, memegang bahu Arga dengan lembut. "Sabarlah. Kita hanya perlu menunggu beberapa jam lagi. Manda sudah bergerak, dan Rosa juga sudah memberikan sesuatu yang kuat ke Manda. Mereka nggak akan bisa lolos."

Arga menghela napas panjang, tetap tak puas dengan situasi itu. "Semoga kesabaran saya masih tersisa sampai saatnya tiba."

Gunawan tersenyum tipis. "Iya, kadang kita memang harus sabar, Arga. Kalau kita buru-buru, kita bisa bikin masalah baru. Percayalah, semuanya akan terungkap."

Arga menatap ruang interogasi itu dengan tatapan kesal. "Ya, semoga saja. Kalau nggak, mereka yang bakalan saya giling hidup-hidup"

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!